Hazel Eyes

242 24 36
                                    

Mia POV

Aku membuka mataku seketika. Napasku tersenggal-senggal, keringat yang membasahi dahiku, dan jantungku yang masih berdegup kencang. Mimpi yang baru saja kualami terasa sangat nyata. Kuusap wajahku dengan kedua tanganku, kurasakan air mata di sekitar mataku. Sepertinya aku terbawa suasana dan secara tak sadar menangis dalam tidurku. Pelipisku terasa sakit dan saat aku menyentuhnya, ada sebuah perban di kepalaku.

Ini aku kenapa? Kok diperban gini? Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kamar dan mendapati seorang gadis kecil memperhatikanku dari depan pintu yang sedikit terbuka. Karena pencahayaan yang remang-remang, wajah gadis itu tak begitu jelas terlihat.

Bau obat di sekelilingku, keadaan yang sunyi senyap hingga aku dapat mendengar degup jantungku yang kencang dan kemisteriusan gadis kecil itu membuat sekujur tubuhku merinding. Kutelan salivaku lalu membaca beberapa doa yang kuhafal.

Allahumma bariklana fiima rozaktana wakinaa adzaa ... Bentar-bentar, itu mah doa sebelum makan. Bodoh banget lo Mia! Ngapain baca doa sebelum makan? Yang ada malah lo yang dimakan.

Ok, fokus! Aku ingat tips dari Mama ketika bertemu dengan hantu. Dengan khusyu' aku menutup mataku dan berdoa sambil menangis, merintih dan memelas agar doaku segera terkabul dan hantu itu mengasihaniku, lalu ngacir mencari mangsa yang lain.

Ya kali hantu punya rasa kasihan, ngapain juga nakut-nakutin orang?

Saat aku selesai membaca doa, aku membuka kedua mataku perlahan-lahan berharap tu hantu gak tiba-tiba nongol di depan muka seperti adegan seram yang sering kutonton bersama Mama.

Mulutku ternganga, mataku melotot dan suaraku tercekat ... Ini kan ... Ini kan RUANG TAMU! Perasaan tadi di rumah sakit. Kok, kok, aku bisa ada di sini sih?

Layar televisi yang masih menyala di depanku menarik perhatianku. Di situ tampak adegan seorang gadis yang bersembunyi dari hantu gadis kecil di balik lemari rumah sakit. Aku mulai mengerti penyebab mimpi burukku yang tidak jelas tadi.

Perempuan itu menutup mulutnya dan berlutut sambil sesekali melihat keadaan di lorong rumah sakit.

Aku terbawa suasananya yang mencekam meskipun aku tahu itu hanyalah akting belaka. Mimik dari pemain itu benar-benar menampakkan ekspresi ketakutan. Aktingnya yang begitu natural menunjukkan seakan-akan hal ini benar-benar terjadi dan suasana rumah sakit yang sepi menambah kesan yang menyeramkan. Tanpa kusadari aku meringkuk di karpet dan menyandarkan punggungku ke sofa sambil menggigit ujung jempolku.

Perempuan itu kaget ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.

Langkah kaki? Perasaan hantu gak napak ke tanah deh.

Tu mah hantu yang di Indonesia Mia, ini kan ceritanya di luar negeri. Hantu di sana mah gak ada yang cacat pada normal semua. Nah, coba kamu pikir hantu di sini! Punya badan lengkap aja udah untung.

Aku membenarkan pemikiranku sendiri mengingat beberapa hantu cacat di Indonesia, seperti: hantu kepala buntung yang ajaibnya bisa tau di mana korbannya tanpa melihat karena mungkin tu hantu mengikuti ajaran pak ustadz untuk selalu membuka mata hatinya, sundel bolong yang hobinya makan sate dan wewe gombel yang hobinya nyulik anak kecil dan kabarnya dia juga hobi maling kutang ukuran gede, untung aja punya aku kecil jadinya gak dicolong sama dia ... Tapi, kok jadi sedih ya ngeliatin dua gunung di dadaku yang lebih pantas disebut bukit, hiks. Kok jadi mikirin yang gak jelas gini sih? Ok, kembali ke film.

Backsound film yang awalnya hanya berisi suara langkah kaki mulai memainkan suara musik yang menyeramkan. Kedua tanganku menutupi kedua mataku dengan memberi celah antara jari tengah dan telunjukku untuk melihat film yang ada di depanku.

SOBA NI ITAI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang