Perpisahan

16 2 0
                                    

Mia POV

Sinar mentari terlihat kemerahan di langit sore. Kubuka jendela mobil dan membiarkan angin berembus masuk ke dalam mobil dan menerpa wajahku. Kulirik Aidan yang mematikan AC mobil lalu melakukan hal yang sama denganku dan mengemudikan mobilnya lebih lambat. Kami berdua menikmati pemandangan yang begitu memanjakan mata sepanjang perjalanan. Aku sudah melihat pemandangan ini berkali-kali namun, keindahannya tak pernah membuatku bosan untuk datang dan menikmati pemandangan pantai di desa Kakekku ini.

Kualihkan pandanganku pada Aidan yang sedang tersenyum tipis dan mengemudi santai. Rasanya sudah lama aku tidak melihat senyum di wajahnya itu. Ia begitu fokus mengemudikan mobilnya sehingga tak menyadariku yang kini sedang memperhatikannya sekarang.

Jika diperhatikan dengan baik, wajah Aidan lebih tirus dan sepertinya tubuhnya lebih kurus dari terakhir kali aku bertemu dengannya. Poni rambutnya yang sudah panjang hingga menutupi alisnya membuatku berpikir bahwa ia tidak sempat untuk memotong dan menata rambutnya. Tidak biasanya Aidan seperti ini karena yang kutahu, ia adalah tipikal pria yang rapi. Pemikiran itu menimbulkan tanya dalam benakku mengenai kesibukannya akhir-akhir ini. Apa mungkin dia sedang stres dan memilih untuk berlibur di Bali sehingga tanpa sengaja kami bertemu hari ini?

Aroma parfum Aidan tercium jelas olehku. Harumnya yang tidak begitu menyengat namun tetap terkesan maskulin ini membuatku menghirup napas lebih dalam menikmati aromanya yang begitu kurindukan. Tak kusangka Aidan masih tetap wangi sore ini berbanding terbalik denganku yang mulai berbau apak. Kuperhatikan Aidan dengan saksama untuk memuaskan rasa rinduku yang telah lama semakin terasa menyiksa.

Rambut hitamnya yang sedikit berantakan, matanya yang menatap fokus ke depan, hidungnya yang ternyata lebih mancung dari dugaanku, dan bibir tipisnya yang terlihat begitu manis dengan senyum tipis yang memesona. Dilihat dari samping saja Aidan terlihat sangat tampan dengan mengenakan kemeja putih lengan panjang dan black skinny jeans serta jam tangan hitam yang ia kenakan di pergelangan tangan kirinya. Mengapa ia terlihat semakin memesona hari ini? Usahaku untuk melupakannya selama ini menjadi sia-sia begitu saja karena pertemuan yang tak disengaja ini.

Tak kusangka cinta bisa serumit ini. Bagaimana mungkin aku bisa memiliki keinginan untuk bertemu dengannya dan keinginan untuk sejauh mungkin menghindar darinya secara bersamaan. Keinginan yang tidak jelas ini selalu membuatku bingung dan salah tingkah saat bersama dengannya. Apa yang sebenarnya dinginkan oleh hatiku ini?

Kuhela napasku berusaha meredakan debaran jantungku yang sedari tadi membuatku gugup untuk memulai percakapan dengannya.

"Aidan...," ucapku memanggilnya berusaha untuk mendapatkan perhatian darinya yang berhasil membuatnya bergumam lembut dan sekilas mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Kita mau kemana? Apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan?" tanyaku meminta penjelasan darinya.

"Aku ingin mengajakmu makan malam di suatu tempat. Itu saja," jawabnya singkat seraya tersenyum padaku.

Aku tersenyum tipis mendengar jawabannya. Seperti yang kuduga, ia tidak berubah sedikit pun. Selalu bersikap seenaknya yang selalu membuatku kesal, dan bodohnya ... aku jatuh cinta pada pria menyebalkan ini.

******

Mataku terbuka lebar karena takjub melihat pemandangan indah di hadapanku. Aidan mengajakku makan malam di sebuah restoran yang terletak di pantai dengan pemandangan laut yang begitu memesona. Satu set meja makan dan sepasang kursi kayu telah disiapkan menghadap langsung ke arah pantai tepat di ujung Round deck . Cahaya lilin yang gemerlap menghiasi setiap sisi Round deck dengan hiasan kelopak bunga mawar yang menambah suasana terasa begitu romantis. Kulangkahkan kakiku perlahan menuju meja makan yang telah ia siapkan untuk kami seraya memperhatikan pemandangan di sekelilingku.

SOBA NI ITAI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang