Keinginan Hati

37 2 0
                                    

Aidan POV

"Kak Aidan ... Kakak?" panggil Klarisa yang duduk di sebelahku membuatku mengalihkan pandanganku dari ponsel ke wajahnya.

"Kakak ada masalah? Aku liat dari tadi Kakak ngelamun terus. Kakak gak apa-apa?" tanyanya khawatir.

Kugelengkan kepalaku menjawab pertanyaannya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Pikiranku masih tak lepas dari ucapan Kak Ken waktu itu. Rasa kesal di hatiku masih belum hilang. Ucapan Kak Ken membuat mood-ku menjadi buruk hingga saat ini.

"Aidan. Kau tidak boleh bersikap dingin pada Klarisa. Cobalah untuk tersenyum. Wajahmu yang cemberut itu merusak suasana acara makan malam bersama ini," omel Mama yang duduk di hadapanku.

Kuhela napasku lalu tersenyum lebar sesuai dengan keinginan Mama.

"Jadi, bagaimana jika kita melanjutkan pembicaraan tentang pertunangan anak kita?" tanya Mama yang dibalas dengan anggukan oleh semuanya kecuali aku. Jadi selama aku melamun, Mama merencanakan pertunanganku dengan Klarisa. Seperti dugaanku, Mama benar-benar pantang menyerah dalam mendapatkan rekan bisnis yang kuat dengan memanfaatkan perjodohanku dengan anak perempuan rekan bisnis yang ia incar. Pantas saja Klarisa begitu bersemangat mengajakku untuk ikut makan malam bersama. Kupejamkan mataku mencoba menahan emosiku yang semakin membesar. Lagi-lagi Mama menjodohkanku tanpa memikirkan perasaanku.

"Pernikahan akan dilaksanakan segera setelah Aidan menyelesaikan pendidikannya di Amerika. Bagaimana?" tawar Mama pada orang tua Klarisa yang langsung disetujui oleh mereka.

Lucu sekali. Beginikah pernikahan orang-orang kaya? Penuh dengan asas saling menguntungkan hingga tak mempedulikan perasaan dari anak yang mereka jodohkan. Selama perbincangan ini, mereka bahkan tidak pernah menanyakan pendapatku atau pun pendapat Klarisa yang sudah pasti sangatlah penting karena hal yang mereka bahas adalah tentang pernikahan kami.

"HAH! Urusee yo!"* ucapku dengan suara lantang memotong pembicaraan mereka.
*Hah! Berisik tau!

Semua orang menatapku kaget termasuk Mama yang kini menatapku tajam.

"Apa yang kau katakan? Jaga ucapanmu!" perintah Mama yang tahu arti dari bahasa yang kugunakan barusan.

"Maaf Pak Tino dan Bu Salsa atas ucapan anak saya barusan. Kita lanjutkan saja pembicaraan kita."

Aku tertawa sarkastik mendengar ucapan Mama lalu membalas tatapan Mama yang menatapku tajam.

"Ayu-san. Ii kagen ni shinasai!*" ucapku lalu berdiri dari tempat dudukku.
*Tolong hentikan!

"Oyasuminasai,"* lanjutku seraya membungkukkan tubuhku lalu pergi meninggalkan mereka.
*Selamat malam.

"Aidan! Kembali kesini!" seru Mama yang tak kuhiraukan.

"Nani teme?! Ikageneshiro! Aidan!"* gertaknya yang sempat kudengar sebelum masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan restoran tersebut.
*Kau kira kau siapa?! Jangan macam-macam!

Kukemudikan mobilku melaju dengan kencang tanpa mempedulikan deringan ponselku yang terus berbunyi. Tanganku menggenggam kemudi mobil begitu erat.

"AAAAARGH!" teriakku kesal.

Aku kembali teringat dengan ucapan Kak Ken di telepon. Rasa sakit di hatiku kembali terasa. Haruskah aku kembali mengalah dan merelakan Mia bersama dengan Kak Ken? Hatiku dengan tegas menolak pikiranku. Aku tahu betul apa yang kuinginkan. Selama ini aku selalu mengalah dan menuruti semua keinginan orang lain tanpa mempedulikan keinginanku sendiri. Selama ini aku selalu mengorbankan perasaanku demi mewujudkan keinginan orang lain. Keinginan Okaa-san agar aku menemani Otou-san dan pergi meninggalkannya di saat hati kecilku ingin berada di sampingnya. Keinginan Kakek Wayan yang menyuruhku untuk menjauhi Mia di saat aku ingin dekat dengan gadis itu. Keinginan Tante Ayu, Mama tiriku yang ingin aku bersikap layaknya seorang pangeran yang baik hati di saat aku sudah muak dengan semua kepura-puraan ini. Keinginan Otou-san yang memintaku untuk melanjutkan pendidikan di New York di saat aku tak ingin terpisah jauh dari Mia. Sekarang, aku sudah lelah mengalah untuk mereka yang justru tak memikirkan perasaanku. Mereka dengan egoisnya memperlakukanku layaknya sebuah boneka yang selalu menuruti kemauan mereka. Kali ini aku akan menjalani hidupku sesuai apa yang aku inginkan karena bagaimana pun aku tetaplah manusia biasa yang menginginkan kebahagiaanku sendiri.

SOBA NI ITAI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang