I LOVE YOU

61 7 4
                                    

Mia POV

"Kita mau kemana?" tanyaku saat ia menarikku keluar dari restoran.

Pergelangan tanganku terasa sakit karena cengkraman tangannya yang kuat. Aku kesulitan mengikuti langkah kakinya dengan sepatu stiletto yang sedang kukenakan. Beberapa kali kakiku tersandung dan nyaris terjatuh. Namun, ia tetap menarikku tanpa mempedulikan teriakan mamanya dan tatapan orang-orang di sekitar kami.

"Akh! Aidan, bentar! AIDAN!" pekikku yang terjatuh tersandung sepatu stiletto menyebalkan ini.

Kusentakkan tanganku dari cengkramannya kesal akan sikapnya yang seenaknya itu.

Aidan berjongkok menatap wajahku seraya menggenggam tanganku kembali.

"Kamu gak pa-pa?" tanyanya.

"Gak pa-pa," jawabku senang mendengar pertanyaannya yang penuh perhatian itu.

"Kalo gitu ... Cepat berdiri!" serunya menarik tanganku kencang.

Aku tak mengerti dengan sikapnya hari ini. Dia benar-benar kejam padaku. Entah sadar atau tidak akan ringisanku yang menahan rasa nyeri pada pergelangan kakiku, ia tetap menyeretku cepat ke arah mobilnya.

******

"Maaf," ucap Aidan yang kini sedang mengemudikan mobilnya dengan laju pelan setelah mengemudikan mobilnya dengan kencang sebelumnya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Aku diam tak menjawab pertanyaannya. Pandangan mataku masih fokus memperhatikan pemandangan di luar kaca jendela pintu mobil di sebelahku.

"Aku sudah lama bersahabat dengan Dion. Dia teman pertama yang kumiliki di Indonesia. Selama ini, ia selalu membantuku dan bersikap baik padaku," lanjutnya mencoba menjelaskan sesuatu padaku.

"Maksud kamu apa?" tanyaku pada akhirnya, tak tega mendengar suaranya yang terdengar sendu.

Aku menolehkan kepalaku menatapnya yang masih fokus mengemudikan setir mobilnya meminta penjelasan.

"Waktu itu aku menceritakan tentang rencana pertunanganku dengan Gabriella pada Dion. Begitu ia mendengarnya, raut wajahnya seketika sedih dan kesal. Awalnya aku berpikir untuk menikahi Gabriella sesuai keinginan orang tuaku demi perusahaan. Namun, kejadian ketika Dion dan Gabriella meninggalkan kita di Trans Studio membuatku ragu. Akhirnya, ketika hari sudah mendekati acara pertunangan kami, Dion mengatakan padaku bahwa ia masih menyayangi mantannya itu," jelasnya yang membuatku mengerti akan tindakannya hari ini.

"Haaah~," desahku lelah dengan semua hal yang baru saja terjadi padaku hari ini.

"Maaf. Aku hanya tidak bisa menikahi orang yang dicintai oleh sahabatku."

Kupejamkan mataku seraya menyandarkan kepalaku mencoba mencerna semua hal yang diucapkannya padaku.

Hatiku terasa sakit begitu mengetahui alasannya yang sebenarnya. Memang terlihat egois. Aku memang terlihat jahat. Bisa-bisanya aku berharap Aidan menjadikanku sebagai tunangannya. Bisa-bisanya aku merasa senang setelah sukses mengkhianati sahabatku sendiri. Sekarang aku merasa patah hati entah untuk yang keberapa kalinya. Begitu mengetahui bahwa aku hanyalah alasan baginya untuk dapat membalas kebaikan sahabatnya itu. Begitu aku mengetahui bahwa semua ucapan Aidan yang menginginkanku hanyalah kebohongan yang ia buat agar pertunangan mereka gagal.

Aidan tak mengatakan apa-apa dan membiarkanku menenangkan pikiranku. Perlahan rasa kantuk menguasaiku hingga akhirnya aku terlelap dalam mimpi burukku. Mimpi yang selalu menghantuiku.

******

Aku terbangun di atas kasur mewah dengan kain basah yang menempel di dahiku.

Ini dimana?

Kebingunganku terjawab saat melihat seorang pria yang sedang tidur di sofa di samping kasurku.

Kusingkap selimut tebal yang menyelimuti tubuhku. Mataku langsung tertuju pada perban yang membalut pergelangan kakiku yang terkilir.

Meskipun ia telah membohongiku ... Aku masih tetap menyukainya, pikirku menatap wajah tidurnya.

Penampilannya sangat berantakan. Rambutnya acak-acakan dengan lengan kemeja yang ia lipat hingga sebatas sikunya. Aidan terlihat kelelahan dan frustrasi. Apa ini karena acara pertunangannya dengan Geby semalam?

Dia membuat hubungan persahabatanku dan Geby selama bertahun-tahun hancur seketika. Apa yang harus kukatakan pada Geby saat bertemu dengannya? Mana mungkin ia akan percaya dengan ceritaku?

ARGH! Gimana ini? batinku seraya menangkup wajahku frustrasi.

Gara-gara setan di sampingku ini aku harus kehilangan sahabatku dan juga harga diriku di depan banyak orang. Dasar menyebalkan, batinku memelototi Aidan yang seenaknya itu.

Tak berapa lama, aku kaget melihatnya menggeliat dan mengucek matanya. Sontak kuselimuti kembali tubuhku lalu meletakkan kain basah di atas dahiku seperti semula dan berpura-pura tidur kembali.

Dapat kudengar suara langkah kaki Aidan yang berjalan mendekat. Kurasakan kain basahku perlahan terangkat dan telapak tangannya yang menyentuh keningku. Ia menghela napas lega.

"Mia ... Maafkan aku," sesalnya.

Kini, tangan kanannya beralih menggenggam tanganku lembut. Susah payah kutahan keinginanku untuk tersenyum senang mendapat perlakuan lembut darinya.

"Aku bertingkah kejam dan melampiaskan kekesalanku padamu. Parahnya, aku bahkan tidak pernah meminta maaf dan terus berbuat seenaknya," sesalnya mempererat genggaman tangannya.

Perlahan ia melepaskan genggaman tangannya padaku.

Ingin rasanya membuka kedua mataku dan bangun untuk memintanya agar tak melepaskan genggaman tangannya padaku. Tapi, aku ingin tahu perasaan apa yang akan dia ungkapkan lagi padaku dan alasannya yang mungkin hanya ia katakan saat aku tertidur.

Kurasakan telapak tangannya menyentuh keningku lalu menyibakkan poniku.

Tak berapa lama, kurasakan hembusan napasnya yang begitu dekat lalu sebuah kecupan lembut di keningku.

Aidan ... MENCIUMKU?!

Jantungku berdebar kencang merasakan kecupan lembut Aidan di keningku. Semoga saja dia tidak mendengarnya.

Ia pun melepaskan kecupannya lalu mengusap pipiku lembut seraya berkata, "Gomen ne ... I love you."*

*Maaf ... Aku mencintaimu.

******

Hai :)
Maafkan aku yang menghilang selama 3 minggu tanpa kabar :'D
Semoga aja suka sama bagian yang ini :3

Makasih buat semangat, vote, dan komen kalian semuah :D
Love you all and see you soon :)

SOBA NI ITAI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang