Author POV
Suasana disana semakin tak karuan.
Tak ada lagi tangis.
Karena percuma saja, tangis tak akan membuat keadaannya membaik.Franda berdiri diluar ruangan itu. Menatap anak bungsunya dari balik kaca. Terbaring lemah tak berdaya. Masih dalam pemeriksaan dan pengawasan beberapa orang dokter.
"Gimana keadaan Eca mah?" Suara itu mengagetkannya. Franda berbalik. Sosok yang sedari tadi ia tunggu akhirnya datang.
"Belum ada kemajuan. Dokter masih berusaha," Jawab Franda pada suaminya itu.Mereka berdua tak henti menatap anak gadisnya itu.
Disisi lain, Bian dan Andra duduk. Berjauhan tentunya. Keduanya tampak sangat frustasi.
Tak ada perbincangan.
Dibalik kesedihannya saat ini, Bian terus memendam Emosinya. Yang tak kunjung mereda."Yan. Eca mana? Gimana keadaanya?" Bia berlari menghampiri Bian. Tak peduli dengan keberadaan Andra.
Bian hanya menggeleng pelan. Masih tertunduk. Tangannya menunjuk ruangan dipojok sana.
"Sabar bro. Ini emang ga mudah" suara itu? Bian menengok kesumber suara. Yang jelas itu bukan Andra.
David. Ya itu David.
Ternyata Bia ga dateng sendirian. Ada Bille dan David juga.
"Eca itu kuat Yan. Eca pasti bisa lewatin masa kritisnya ko," Kali ini giliran Bille yang menyemangati Bian. Hanya Bian.
Yap. Baik Bille, David, maupun Bia. Ga ada satupun yang niat nyapa Andra, ngliat Andra aja mereka ogah-ogahan.//
Seorang dokter keluar dari ruangan itu. Langsung menghampiri Alex dan Franda.
"Gimana kondisi Eca Ver?" Tanya Alex yang sudah tak canggung dengan Verdi. Hm. Verdi adalah teman SMA nya, sekaligus dokter yang menangani Eca sejak tiga tahun lalu.
"Sorry Lex, tapi kondisinya semakin menurun. Pendarahan dihidung dan kepalanya udah bisa diatasi, tapi Eca banyak kehilangan darah. Harus segera ditransfusi"
Tutur Verdi dengan hati-hati.
Alex dan Franda langsung mengerti apa maksudnya. Verdi tak akan mengatakan hal itu, kalau saja ia belum berusaha.
"Lagi-lagi PMI kehabisan stok," mendengar hal itu Franda langsung meneteskan air mata.
Emang ini yang selalu mereka takutkan.Kenapa semua ini harus nimpa Eca.
Penyakit itu. Kelainan darahnya. Juga kelangkaan golongan darah. Apa ini balasan dosa kita diwaktu lalu? Yang mungkin terlalu banyak dan ga kita sadari? Tapi kenapa harus Eca yang nerima semua akibatnya?Alex dan Franda selalu berkata seperti itu. Tapi apa daya, ini sudah takdir yang tuhan berikan dan harus mereka jalankan.
"Tolong kalian cari secepatnya. Karena tanpa itu Eca hanya bisa ditopang dengan alat"
Semakinlah kedua orang tua itu terisak. Mana bisa mereka melihat anaknya dalam keadaan seperti ini. Hidup. Namun dengan alat. Dan jika saja alat itu dilepas, Eca akan lewat begitu saja.Alex coba menghubungi teman, sekretris dan antek antek nya dikantor. Meminta mereka untuk mencarikan orang yang bisa mendonor untuk anaknya.
Franda mengubungi rekan dan anak buahnya untuk hal yang sama.Tidak menunggu lama balasan mereka terima. Namun sayang, hasilnya nihil.
Maaf sekali pa, dari data karyawan tidak ada yang memiliki AB negative
Saya akan usahankan pa. Tapi untuk saat ini belum ada
Anak lu kenapa Lex? Dirawat dimana? Gw sorry banget ga bisa bantu
Maaf bu, rhesus saya memang negative tapi golongan darah saya A
Fran sayang banget gw ga bisa bantu. Lu harus sabar ya, dirawat dimana?
Jeng Eca kenapa? Andai aku bisa bantu. Maaf banget ya
Aaaaaaarrrrgggghh.
Alex menjambak rambutnya frustasi. Franda hanya bisa menangis.
Mereka menghampiri sahabat-sahabat Eca dengan perasaan harap-harap cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry.
Teen FictionSemua telah terjadi. Maaf tak ada gunanya, sebanyak apapun itu. Toh semua tak bisa kembali seperti semula.