Author POV
Langkahnya ringan tanpa beban, diiringi senyuman dan harapan.
"Pagi kaa" Eca menoleh, seorang gadis berkacamata.
Oh ya, Eca ingat. Itu Cecil anak OSIS baru. Kelas sepuluh. Dia anak pindahan yang beruntung masuk OSIS tanpa seleksi, berkat kepintarannya tentu.
"Haaai Cil" -eh. Cil? Eca melambaikan tangannya. Seraya tersenyum ramah.
Namun jauh dalam hatinya ada sesuatu yang menyeruak. Rasa yang telah ia timbun dalam-dalam, rasa yang sebisa mungkin Eca abaikan.Eca melanjutkan langkahnya, menyusuri koridor panjang.
Cil.
Sekali lagi kata itu terngiang dibenaknya. Eca, baru sekali ini dirinya menyapa Cecil secara face to face. Karena sebelumnya mereka hanya saling say hi kala ada rapat. Jadi baru kali ini Eca menyebut namanya.
Bukan. Bukan itu masalahnya. Tentu kalian tau.
Cil. Itu panggilan Andra padanya. Pada Eca. Hanya Andra yang memanggilnya dengan sebutan Cil, tapi lama Eca tidak mendengar lagi panggilan itu.
Mungkin seminggu, tiga minggu, ah tidak-tidak. Sebulan lebih tepatnya.
Bahkan sejak hubungannya dengan Andra belum serenggang ini. Lama Andra tidak memanggil Eca dengan panggilan kesayangannya itu.Jujur Eca sangat merindukannya. Bagaimanapun, sehebat apapun Eca menyembunyikan dan berusaha membuangnya jauh-jauh. Rasa itu tetap muncul.
Bahkan disaat yang tidak Eca inginkan. Ini keputusan Eca, harusnya Eca menerima semua konsekuensinya.
Bugh!
"Aw, ish!" Eca meringgis,
"Eh sorry Ca," tanpa menunggu Eca langsung mendongak, padahal tanpa dilihat sekalipun Eca tau siapa orang itu. Dari suaranya. Suara yang lama tak menyebut namanya.
"Selo, gapapa" kata Eca. Sambil senyum kearah Andra, sekilas. Langsung berlalu meninggalkannya.
Eca sama sekali tak minat melihat reaksi Andra setelah itu, karena tak ada gunanya.Ini bukan kali pertama mereka berpapasan, bahkan bukan pertama kali pula mereka bertabrakan. Ini yang kedua, dan lagi masih teringat jelas dibenak Eca bagaimana kejadian yang pertama.
Flashback mode on
"Ah elah. Iya iya. Gw nyusul ko, gw haus. Mau beli minum dulu bentaran" Eca langsung ngibrit ke kantin, tanpa menunggu jawaban Bia.
Bia memutar bola matanya, lalu berlalu menuju parkiran.
"Teh tarik satu ya pa" kata Eca. Tidak beranjak. Lebih memilih untuk menunggu didepan stand, karena memang tak berniat untuk berlama-lama di kantin. Eca harus segera menyusul Bia ke parkiran.
Kenapa?
Karena hari ini Bia menjemput Eca berangkat kesekolah, jadi mereka juga akan pulang bersama.
"Ini neng" cup teh tarik milik Eca telah siap.
"Makasih pa, ini uangnya" Eca mengeluarkan selembar uang pecahan dua puluh ribu, setelah itu ia berjalan keluar kantin.
Buggh
"Euh! Jalan liat-liat ngap-Andra?" Eca melengo. Matanya tidak berkedip untuk beberapa saat.
"Ish!" lelaki didepannya meringgis, karena lengan bajunya terkena tumpahan teh tarik. Sinis. Langsung meninggalkan Eca begitu saja.
Eca melengo, tidak tahu harus berkata apa. Ada rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry.
Teen FictionSemua telah terjadi. Maaf tak ada gunanya, sebanyak apapun itu. Toh semua tak bisa kembali seperti semula.