Memories of Erysca Pricilla

419 36 3
                                    

Bian POV

Ini semua berasa mimpi.
Ya. Gw harap ini emang mimpi. Cuma mimpi. Mimpi buruk.

Cewek itu.
Cewek yang beberapa hari lalu jalan bareng gw seharian, cewek yang jadi sahabat gw selama setahun ini. Cewek yang jadi penyemangat gw tiap hari. Cewek yang senyum juga tawanya jadi sumber kebahagiaan gw.

Eca.

Eca masih ada. Ini cuma bercandaan kan.

"Aaaaaaaarrrrrgggghhh!!!!!" Gw teriak sekenceng-kecengnya.

Ga peduli kalo ada yang denger. Ga peduli sekalipun ada yang nganggep gw orang gila.

Gw emang ga pernah miliki dia seutuhnya. 'Kau kekasih yang tak pernah kumiliki, kau cinta yang bertepuk sebelah tangan, kau memory yang seharusnya kusimpan dalam kotak dan kubuang jauh-jauh'

Tapi pada kenyataannya? Gw sayang sama dia. Gw cinta sama dia.
Sekalipun dia milik orang lain.
Gw tetep memberikan semua rasa itu seutuhnya. Untuk dia.

Ga masalah gw liat dia bahagia sama orang lain. Karena pada dasarnya gw terlambat mengenal dia.
Andra udah mengisi hati Eca sepenuhnya.
Gw iklas. Gw bahagia liat Eca bahagia.

Tapi sekarang? Gimana gw bisa bahagia sementara sumber kebahagiaan gw pergi. Pergi untuk selamanya.

//

Author POV

Lain tempat lain cerita, lain pria memikirkan wantita yang sama.

Andra.

Lelaki itu duduk tepat ditempat yang biasa menjadi tempat favorite nya, tapi tidak sekarang. Tidak lagi semejak Eca tiada.
Balkon sekolah, tempat dimana ia dengan Eca biasa menghabiskan waktu bersama. Berdua.

Ada sebuah amplop digenggamannya, amplop berwarna hitam bermotif tribble.
Andra mendapatkan amplop itu pagi tadi, dari Frandra aka mama Eca. Malam nanti keluarga Eca bakal berangkat ke London, bukan tanpa alasan mereka pergi. Melainkan karena akan menghadiri acara graduation Frisca aka kakak Eca. Tapi tak sampai disitu, mereka bakal stay di Lodon sekitar dua atau bahkan tiga tahun. Karena Alex aka papa Eca ada kontrak bisnis disana, dan diakui mereka berdua selain untuk dua urusan itu mereka juga pergi untuk menenangkan hati juga fikiran.

Mengingat kepergian Eca telah sangat membuat mereka terpukul, juga membuat hati mereka hancur. Bagaimana tidak, kehilangan anak memang bukan hal yang mudah untuk diterima. Butuh waktu bagi orang tua yang ditinggalkan untuk bisa ikhlas, juga menerima keadaan sekarang. Oleh karena itu Alex mendealkan kontrak bisnisnya dengan salah satu label ternama disana.

Dan pagi tadi, Franda sengaja datang menemui Andra untuk memberikan amplop itu. Sebelumnya Franda meminta maaf terlebih dahulu, karena Franda baru bisa memberikan amplop itu sekarang. Karena Franda sendiri baru beberapa hari yang lalu menemukannya. Padahal kalau mau bisa saja Franda memberikan surat ini sejak lama, dan Andra dapat segera membacanya setelah Eca tiada. Bukan memberikannya sekarang dan membuat Andra kembali teringat akan lukanya. Tapi mau bagaimana lagi, toh Eca memang sengaja menyembunyikannya. Dan Franda baru bisa menemukannya.

//

Andra menarik nafas dalam-dalam, pelan. Sesak.

Perlahan Andra membuka amplop itu, mengeluarkan secarik kertas putih berhiaskan tinta merah. Tulisan tangan Eca.

Setetes air membasahi permukaannya. Andra menengadah, menghadap langit. Tak mendung. Tak ada tanda akan datang hujan. Lantas dari mana asalnya?

Tanpa ia sadari air itu mengalir dari sudut matanya. Andra tertunduk kemudian, terdiam untuk beberapa saat. Matanya terpejam. Menguatkan diri sebelum mulai untuk membaca surat digenggamannya.
Baru melihat tulisannya saja cukup membuat memory lama itu berhamburan kembali, memenuhi fikirannya.

Teringat bagaimana cara gadis itu tersenyum, tertawa, meringgis tiap kali Andra usil mengacak rambutnya, bahkan Andra ingat bagaimana gadis itu menangis. Kali itu, kali pertama dan terakhir Andra melihat Eca menangis. Eca menangis dipelukannya, kala menceritakan kisahnya dengan Oji. Dan mulai sejak saat itulah Andra berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan siapapun membuat Eca mengis, apa lagi sampai menyakiti hati Eca. Tapi pada akhirnya? Andra sendiri yang membuat Eca berulang kali menangis.

//

Jum'at, 17 Desember 2016

Ga tau kapan waktu yang tepat buat gw ngasih tau Andra tentang semua ini, gw ga mungkin terus sembunyiin ini dari dia. Makin lama gw makin ngrasa waktu yang gw takutin itu bakalan segera tiba.

Tulisan yang ada dilembar pertama, cukup membuat Andra tersenyum miris.
Andra lalu membuka halaman berikutnya.

Rabu, 14 April 2017

Aku tak tau kapan waktu itu tiba
Mungkin besok, mungkin lusa
Atau mungkin menit berikutnya?

Jujur hati ini berat rasa
Maaf hingga kini aku tak dapat berkata
Cukup sendiri kurasa
Jangan coba tanya ku mengapa

Pergilah sana
Percayalah aku tak apa
Ada dia kini kubahagia
Kau tak akan sengsara merana terluka

Bila nanti waktu itu tiba
Kutitip cinta pada semesta
Bukan maksud tak ingin kubawa
Biarlah waktu yang kembali memulainya

Do'a ku kita kan bertemu disana
Lama kurasa bukanlah perkara
Harapku rasa itu tetap sama
Atau setidaknya ada

Andra tak kuasa menahan air mata. Ijinasinya membayangkan bagaimana kalau saja Eca masih ada, duduk disampinya. Dan Eca sendiri yang membaca. Memang tak jelas tergambar, karena Andra sendiri belum pernah mendengar Eca membaca puisi. Dan lagi selama Andra mengenal Eca tak pernah Andra tahu bahwa gadis tomboynya itu bisa, bahkan terbiasa membuat kata-kata sedalam ini.

Puisi yang Eca tulis dan Eca buat sendiri ini sungguh sangat sarat akan makna.

Selain itu juga ada hal lain yang membuat Andra menangis, jelas kerinduannya pada Eca. Rindu yang tak ada habisnya. Rindu berkepanjangan yang ntah harus ia tanggung sampai kapan.

Lalu selang beberapa saat Andra mulai membuka halaman selanjutnya.

Kamis, 22 April 2017

Gw ga akan nyalahin dia, karena biar gimanapun gw yang bikin dia kayak gini. Masa bodolah orang bilang gw bego atau apa, mereka ga tau apa yang gw rasa sebenernya. Dan teruntuk gadis disana, gw berterima kasih banyak sama dia. Meskipun ga bisa gw bilang secara langsung, setidaknya dengan kembalinya dia akan sedikit banyak membuat gw jauh dari Andra.

Ga. Bukan berarti gw yg bosen apa lagi sampe ilang rasa sama Andra, sama sekali ngga. Gw sayang banget sama dia, bahkan sampai kapanpun rasa itu bakal tetep sama. Tapi gw ga mau egois. Gw harus bercemin pada kenyataan, gw ga bisa pertahanin dia buat terus ada disamping gw. Kalau pada akhirnya gw yang bakal pergi ninggalin dia.

Jujur hati kecil tetep ga bisa lepas Andra gitu aja. Kalaupun ditanya apa gw cemburu liat Andra sama cewek lain? Jawabannya jelas iya. Tapi gw harus terima ini semua, toh ini emang rencana gw. Meskipun terkendali dengan sendirinya oleh waktu.

Sorry.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang