Because of Bian

321 38 0
                                    

Deg

Iyan?

Bian segera turun ke Bumi. Menyadari Eca memanggilnya, tapi... Iyan? Itu panggilan orang-orang terdekat. Doang. Bahkan keluarganya pun ga semua manggil Iyan.

Yang manggil Iyan tuh cuma Bunda, Ayah, Kakek, dan... Anastya. Yah dia. Dia. Mantan Bian. Cewek satu-satunya yang pernah merebut hati Bian, sebelum Eca.

Anastya. Cewek bule asal Caliofornia.
Bian dan Anastya pacaran selama kurang lebih dua tahun. Hubungan mereka berakhir tanpa ada yang berniat untuk mengakhiri, waktu yang memutuskan.

Anastya meninggal.
Kecelakaan pesawat merenggut nyawanya. Sejak saat itu Bian menutup hatinya, Bian bahkan memutuskan untuk pindah ke Indo.
Itu alasan utama kenapa Bian ada di Ido sekarang ini.

Dan setelah sekian lama itu, akhirnya Bian membuka hati untuk Eca. Namun kenyataan tak seindah yang Bian bayangkan, buktinya Eca taken.
Bian ga mungkin miliki Eca sepenuhnya.

Tapi hari ini Bian merasa Eca memang benar-benar kekasihnya. Seharian mereka bercanda dan menghabiskan waktu bersama. Layaknya sepasang kekasih. Dan lagi, apa yang barusan Eca katakan. Lolos membuat hatinya tercengang,

"Iyan"

Mereka kenal udah cukup lama. Tapi Eca biasanya juga manggil Yan. Atau ya Bian. Ga sampe Iyan.

PLAK

"Aw- apaan sih Caaa?" Bian kembali. Langsung terperanjat kala Eca menamparnya, cukup keras.

"Duh sorry sorry. Sakit?" Eca mengusap bekas tamparannya dipipi Bian. Meninggalkan jejak kemerahan.

"Iyalah sakit. Banget nih," Bian reflex menjauhkan tangan Eca dari pipinya.

"Iiih. Maafin dong, habisan lu lamun terus. Kayak orang mau kesambet tau ga," Eca agak menyesali perbuatannya sendiri. Karena memutuskan untuk menyadarkan Bian dengan cara menampar.

"Iya iya. Selo aja, ga kenapa-napa ko" Bian langsung tersenyum seraya menatap Eca, kala menyadari ada takut yang Eca gambarkan. Ntahlah apa yang membuat Eca takut, tapi intinya Bian ingin memberitahu Eca bahwa dirinya baik-baik saja.

"Lagi mikirin apaan sih Yan?" Eca menatap Bian. Menerka.

"Ng-nga ko bukan apa-apa" Bian mendadak terbata.

"Kaku aja lu. Cerita kek kalo ada masalah," Eca makin penasaran.

Tak ada jawaban.
Hening sesaat.

"Gw aneh lu panggil gw Iyan" Bian menundukan kepalanya.

"Lah kenapa emang?" Eca menaikan sebelah alisnya.

Bian menarik nafas dalam-dalam.

"Cuma orang terdekat yang manggil gw Iyan," Bian mengalihkan pandangannya kearah kebun teh.

"Kan gw sahabat lu, gimana sih. Lagian apa anehnya, gw kan biasa manggil lu Yan. Nah tinggal tambahin i" Eca mendengus, masih tak faham. Karena bagi Eca, sama sekali ga ada yang aneh.

"Bukan dekat dalam artian sahabat" jawab Bian, kemudian menarik nafasnya dalam-dalam.

"Cuma bonyok, kakek, dan...m-mantan gw" Bian berusaha agar suaranya terdengar se-rilex mungkin. Tapi nihil.
Getar pada suaranya terdengar jelas, dan Eca menangkap itu.

"Ooh. Mm-m sorry, jadi flashback ya? Maaf maaf. Jangan galau" Eca terbata.

"Gapapa. Dia udah tenang disana, gw ga boleh galauin dia" entah bagaimana, kalimat itu mulus Bian katakan.

Eca mengerjap. Mencoba memahami apa maksud dari kata-kata Bian barusan, siapa tau Eca saja yang salah mengartikan.

"Tunggu, maksudn-" Eca belum menyelesaikan kalimatnya. Keburu Bian sendiri yang menjelaskan.

Sorry.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang