YC. 10

75.8K 4.1K 17
                                    

Aku tengah asyik memainkan ponselku, bervideo call ria bersama Niken. Kami sedang membicarakan banyak hal mulai dari hal yang tidak jelas hingga membahas masalah sekolah besok. Ya, besok aku sudah masuk sekolah kembali dan aku senang bisa kembali ke sekolah, meski akan kembali dibebani dengan setumpuk tugas, tapi itu lebih baik dibanding menganggur di rumah seperti ini dan berakhir menjadi pembantu dan uang jajan yang juga ikut libur.

Mungkin terkadang kita juga akan merindukan sekolah di saat-saat seperti ini. Mungkin.

"Lo gak kangen gue hah?" tanya Niken di seberang sana yang dapat kupastikan sedang nyemil chiki favoritnya.

"Sorry yah Ken, gue gak kangen tuh sama lo," balasku dengan sok jual mahal.

"Masa sih? Atau jangan-jangan lo stalker-in sosmed gue kan biar gak kangen?!"

Alasan apaan tuh? Kurang kerjaan banget sih kalo aku harus ngestalk sosmed orang, sosmed sendiri aja gak keurus.

"Bukan gue banget ngestalk kaya gitu,"

"Masa sih? Bukannya lo pernah yah ngestalk ig-nya kak Arsen?"

Aku terdiam sesaat dan kulihat Niken sedang tertawa dengan nikmatnya di layar ponselku. Aku yakin ekspresi wajahku kali ini sepertinya sangat lucu hingga membuatnya terbahak-bahak seperti itu.

"Jangan ketawa lo!" sunggutku sebal.

Krekk...

Suara pintu terbuka dan kulihat seseorang keluar dari dalam kamar mandiku dengan rambut yang masih basah dan hanya memakai handuk yang menutupi setengah tubuhnya ke bawah.

Dengan segera aku langsung menutup video callku dengan Niken secara sepihak saat dia mulai mendekat ke arahku. Masa bodo dengan Niken, mungkin dia sedang merutukiku dengan sumpah serapahnya sekarang.

Dia kembali mendekat dan sekarang dia tepat berada di depanku memperlihatkan bentuk perutnya yang sixpack.

Oh God... aku membeku sesaat mencoba mengembalikan kesadaranku hingga akhirnya kudengar dia tertawa terbahak-bahak.

"Gila lo!" teriakku menendang perutnya untuk menjauh dan segera memalingkan wajahku.

"Kenapa lo Nay?" tanya Bian dengan tanpa dosanya.

"Mata lo kenapa! Ngapain lo telanjang depan gue?!" teriakku masih dengan membuang muka tidak berani menatapnya.

"Tapi lo kayanya menikmati banget deh tadi."

Kenapa juga aku tadi bisa liatin dia segitunya sih. Ahh mataku ternodai, siapapun tolong aku sekarang.

Kurasakan pipiku memanas karena ucapan Bian tadi, tapi segera kunormalkan kembali semuanya.

"PAKE BAJU LO SEKARANG ATAU GUE BUNUH LO!!"

Kurasakan tak lama dia melangkah menuju lemari. Kualihkan pandanganku ke arahnya dan kulihat Bian sedang memakai kaos adidas putihnya.

Hingga tiba-tiba dia melirik sesaat ke arahku dan refleks aku kembali membuang muka dan berharap dia tidak melihatku memperhatikannya tadi.

Sekarang dia sudah memakai lengkap pakaiannya meskipun dengan handuk kecil yang tersampir diatas kepalanya menutupi rambutnya yang masih setengah basah.

Kulirik sesaat ke arahnya yang sedang membaca sebuah buku yang ukurannya dapat kukatakan cukup tebal untuk orang yang tidak suka membaca sepertiku. Kuakui dia terlihat tampan.

Nayla, stop untuk memuji orang itu ok!

"Apa lo liatin gue? Lo suka sama gue, hah?" tanyanya dan dibalas dengan pelototan tajam dariku.

"Naudzubillah gue suka sama lo!"

"Trus ngapa lo liatin gue mulu?"

"Sereh gue, mata-mata gue ya hak gue dong."

"Berarti bener kan tadi lo merhatiin gue."

Skakmat! Aku kembali dibuatnya membeku. Sejak kapan aku selalu kalah adu mulut dengannya seperti ini?

Segeraku putar otakku untuk mencari topik pembicaraan lain.

"Besok di sekolah jangan bilang siapa pun kalo kita udah nikah," kata Bian padaku.

Mampus! Keduluan kan. Ahh sialan emang tuh anak, baru aja gue mau ngomong gitu.

"Siapa juga yang mau ngakuin lo sebagai suami," jawabku yang juga ikut menyibukan diri dengan membalas pesan dari Niken.

"Elo!" ucapnya singkat, padat dan jelas yang sama sekali tidak aku setujui.

"Amit-amit, mau sampai kapan lo jadi suami gue, hah?"

"Sampai lo jatuh cinta sama gue, soalnya kalo lo udah jatuh cinta sama gue, lo bakal tetap jadi istri gue," jawabnya lagi masih dengan mata tertuju pada buku di depannya.

"Gak akan pernah gue jatuh cinta sama lo!"

"Liat aja nanti, gak bakal ada yang tahan deh sama gue. Gue jamin," ucapnya sadar pesona.

"Serah!"

Aku menarik selimutku dan mematikan lampu kamarku. Peduli amat deh sama si Bian.

"Ehh nyalain lampunya gue lagi baca, kampret!" teriaknya namun aku abaikan.

***
Kringg... kringg ...

Dengan segera aku beranjak dari tempat tidurku untuk segera bersiap ke sekokah. Entah mengapa aku sangat bersemangat hari ini. Mungkin aku sudah sangat rindu dengan teman-temanku. Ok itu lebay.

Kulirik alarmku di nakas dan betapa terkejutnya aku saat kulihat jarum panjang jam tersebut sudah menunjukan pukul 06.55, itu artinya aku KESIANGAN.

Dengan langkah seribu aku segera berlari kekamar mandi.

Tak perlu waktu lama karna aku hanya mencuci muka, sikat gigi dan menguyur tubuhku sekilas. Untunglah aku sudah merapihkan tasku semalam.

Dengan terburu-buru aku menuruni tangga menuju meja makan, mencari keberadaan kedua orangtuaku dan satu orang yang patut aku curigai. Bian.

Ruang tamu dan meja makan semuanya sepi, hanya ada Bi Imas yang sedang merapihkan sofa dan menyapu di sana. Di mana yang lain?

"Bibi, Ayah sama Mama udah berangkat?" tanyaku seraya menyantap roti tawar di atas meja.

"Mereka lagi keluar kota, Non," jawabnya dan hanya ku jawab dengan ber'oh ria.

Setelah mengahabiskan rotiku aku segera melangkah ke luar rumah untuk menggunakan sepatu.

"Non kok buru-buru gitu. Bukannya Non berangkat siang yah?" tanya Bi Imas yang terlihat bingung dengan gerak-gerikku yang super cepat seperti di kejar-kejar maling.

"Siapa yang bilang, Bi? Ini Nay udah kesiangan, kok Bibi gak bangunin Nay sih."

"Lah kata Den Bian Non berangkat bagian siang."

Emang kurang ajar tuh bocah satu. Gak tau apa ini hari pertama sekolah dan ya aku harus bersiap berhadapan dengan Bu Rani nanti.

Tunggu pembalasan gue Rabiansyah Tanuwijaya.

"Bibi percaya aja sih sama si kunyuk satu itu. Ya udah Bi Nay berangkat dulu deh udah kesiangan. Assalamu'alikum," ucapku dan segera berlalu untuk mencari ojek ataupun becak untuk mengantarku ke depan perumahan.

"Wa'alaikum salam," jawab Bi Imas yang samar masih dapat kudengar.

¤¤¤
Young Couple

Young Couple [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang