YC. 12

69.4K 4.1K 7
                                    

Bian's POV

Di sinilah Aku sekarang tengah memandangi kedua makhluk tuhan yang sepertinya sedang asyik membicarakan sesuatu yang aku pun tak tau apa. Dengan sebungkus kuaci yang menemaniku menonton drama gratis mereka dari balik jendela Ruang Olahraga.

"Woyy!" Seseorang tiba-tiba saja mengagetkanku dan aku dapat memastikan dari suaranya dia pasti Rico.

"Ngapain lo di sini? Bukannya di kelas lo ada guru yah?" tanyanya yang sudah duduk di sampingku dan mengambil alih kuaci di tanganku.

"Males gue sama pelajaran Matematika ntar ujung-ujung pasti gue yang suruh nerangin di depan."

Aku memang selalu kesini tiap kali menghindari pelajaran yang tidak aku sukai dengan alasan untuk berlatih.

Entahlah hanya saja aku tidak begitu suka mengikuti pelajaran yang sudah aku kuasai karena pasti ujungnya aku yang akan disuruh mengerjakan ataupun menerangkan dan aku tidak suka itu.

"Elah songong amat lo mentang-mentang pinter jadi bisa bolos kelas seenaknya," cibir Rico yang sudah menghabiskan sebungkus kuaciku tadi.

"Wihh itu si Nayla kan?" tanyanya seraya menunjuk sepasang makhluk tuhan yang tadi kumaksud.

"Hmm...."

"Cowoknya itu anak kelas 12 yang mantan ketua karate itu kan? Yang gak kalah populer dari lo sih sebenernya."

"Tau, gue gak kenal," balasku sedikit sewot.

"Kalo gak salah namanya tuh Arsen deh," kata Rico mengingat-ingat.

"Gue gak nanya namanya," jawabku datar.

"Sewot amat sih Yan, ngasih tau doang. Gak mau tau juga bomat deh."

Sewot? Hey aku ini sebenarnya kenapa sih? Nayla sama tuh Kakak kelas deket juga wajar kali, toh mereka satu ekskul trus kenapa aku mesti sewot?

Mungkin karena rencanaku tadi pagi yang gagal untuk membuatnya kesal dan marah-marah. Dia sekarang malah asyik tertawa bersama cowok itu. Entah kenapa Aku tidak suka melihatnya dekat-dekat dengan Arsen. Aku lebih suka melihatnya kesal dan marah-marah seperti biasanya, itu merupakan hiburan tersendiri untukku.

***
Hari ini Aku akan pulang telat seperti biasanya. Resiko ketua.

Sebagai ketua sekaligus kapten tim basket SMA Cendana yang bertanggungjawab, Aku harus segera menyusun struktur ke pengurusanku yang baru dan membicarakan beberapa hal dengan anggotaku.

Jangan tanya kenapa aku menjadi ketua ekskul. Karena aku pun tidak tau. Mungkin karena aku tampan. Bercanda, tapi kalian boleh anggap itu serius kok.

Hampir satu jam aku menunggu mereka berkumpul, tapi yang datang bahkan belum setengahnya. Salah satu kebiasaan orang Indonesia, ngaret.

"Yang lain pada kemana sih, mau pada kumpul atau gak sebenernya?" tanyaku dengan sedikit kesal pada mereka yang sudah ada di sini.

"Tunggu aja bentar lagi Yan, pasti pada datang kok," ucap Rico menenangkan.

"Biar saya bantu cari mereka yah, Kak." Salah seorang anak kelas 10 mengangkat tangannya dan langsung aku setujui.

Dimas, Angga, Siska dan Refa pun sedang bertugas memberitahu mereka kesetiap kelas. Walaupun sebelumnya memang sudah diumumkan di speaker.

Tepat setengah jam akhirnya mereka datang, meskipun aku sudah kesal menunggu mereka, tapi mau bagaimana lagi, itu tanggung jawabku.

Rapat pun dimulai. Setengah jam digunakan untuk voting dan penetapan struktur organisasi, setengah jam lagi berakhir untuk membahas jadwal kumpul dan latihan. Ya, begitulah.

Jam setengah lima, akhirnya aku dapat kembali ke rumah. Setelah penantian yang sangat memakan waktuku. Penantian apa yah? Sudahlah, lupakan.

Satu yang masih jadi pikiranku, Nayla tidak marah atau pun mendumel saat bertemu denganku dan itu sangat aneh. Dipertanyakan.

***
Rumah sore ini terlihat sangat sepi, Ayah dan Mama mertuaku sedang pergi keluar kota mengurusi bisnisnya dan Nayla? Di mana dia?

Kupedarkan pandanganku keseluruh sudut rumah ini, mencari sesosok makhlus halus (read : Nayla) yang mungkin sedang bersembunyi bersama kawan-kawannya disudut-sudur ruangan.

Nayla mungkin sekarang sudah ada di kamar atau mungkin sedang bersama Niken di suatu tempat.

Ngapain juga gue mikirin tuh bocah sih.

Krekk...

Seseorang yang tadi kumaksud sedang berdiri di ambang pintu rumah. Menutup kembali pintu yang baru saja dibukanya dan melangkah menuju kamarnya, melewatiku begitu saja yang tengah berdiri di depan tangga menuju kamarnya dan kemudian aku mengikutinya dari belakang.

Sebelum aku berhasil masuk dia sudah lebih dulu menutup pintu kamarnya dan menguncinya.

"Woyy, Nay! Buka, gue juga mau masuk kali."

Tidak ada respon.

"Nayy... elah buka pintunya napa, gue mau mandi," ucapku masih dengan mengedor-gedor pintu kamarnya.

"Woyy bukaaaa...."

"Elah lo lagi ngapain sihh, buka cepet gue mau mandi."

"Naylaaaa...."

"Woyyy...."

10 menit kemudian Nayla membukakan pintu kamarnya, tapi kali ini penampilannya? Dia hanya memakai handuk kimono hijaunya dan sebuah handuk yang menggulung rambutnya dengan sebuah sikat gigi yang ada dimulutnya?

Jorok? Emang.

"Etdah lo berisik banget sih, ganggu acara mandi gue aja."

"Ngapain lo cuma pake handuk gitu? Trus itu sikat gigi, jorok banget sih lo jadi cewek."

"Masalah? Lo sih ahh berisik mulu," sungutnya sebal dan kembali menutup pintu kamarnya.

Tak lama dia kembali membukakan pintu dan melemparkan pakaian, bantal, guling dan selimut tepat di wajahku.

"Balesan buat lo karena udah bikin gue kesiangan. Mandi di luar, tidur di luar dan jangan masuk ke kamar gue sampai gue yang nyuruh."

Brukk...

Lagi-lagi dia membanting pintunya tepat di depan wajahku.

Apaan coba nih, baju, bantal, guling sama selimut? Kok kesanya kaya suami yang lagi marahan sama istrinya trus suruh tidur di luar gini sih? Tapi emang suami istri deh.

Mau tidur di kamar atau pun di luar intinya gue sama-sama tidur di sofa.

Keherananku terbayar sudah, Ternyata dia sudah mempersiapkan balasannya untukku.

Gue kira tuh bocah udah tobat gak marah-marah sama gue waktu di sekolah, tahunya... tapi syukur deh, aneh aja emang kalo dia sampai gak balas perbuatan gue.

¤¤¤
Young Couple

Young Couple [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang