YC. 2

101K 6.4K 37
                                    

Bian's POV

"Nih dari pak satpam!" ucapnya seraya meletakan kasar sebuah kotak makan itu tepat di depanku.

"Apaan nih?" tanyaku bingung.

"Ya kagak taulah, tanya aja sendiri sama si bapak kumis tebel." Dia langsung pergi menuju mejanya yang ada tepat di sebelah mejaku.

"Bilang makasih kek!"

Aku tau itu pasti sindiran yang di tunjukannya untukku. Dengan terpaksa aku pun mengucapkan terima kasih padanya. "Thank's."

Ya, ini kotak bekalku yang tertinggal di rumah tadi. Tanpa pikir panjang Aku pun langsung membuka dan menyantapnya. Tentunya karena aku lapar sekarang.

"Hai Nay, wihh tumben lo udah cengar-cengir pagi-pagi gini. Ada apa woy?" tanya Niken yang baru saja datang padanya.

Aku sama sekali tidak tertarik dengan obrolan mereka, tapi sikap Nayla memang sedikit mencurigakan.

***
"Kepada seluruh peserta diharapkan segera berkumpul di lapangan karena pertandingan sebentar lagi akan segera dimulai."

Suara itu lagi dan aku masih berada di dalam toilet sekarang.

"Pak please ngertiin saya dong. Ahh gila kenapa nih perut tiba-tiba mules gak jelas gini sih. Mana pertandingan bentar lagi mulai,"

"Kepada Rabiansyah Tanuwijaya ditunggu kedatangannya dengan segera di lapangan karena pertandingan akan segera dimulai."

Tokk...tokk...

"Yan lo di dalam kan? Cepetan pertandingannya bentar lagi mulai nih. Tinggal nunggu lo doang," ucap sebuah suara di luar sana yang sangat amat aku kenal. Rico.

"Lo lagi apa sih Yan di dalam? Lama bener," tambahnya lagi.

Aduh nih perut emang gak bisa diajak kompromi. Kenapa mesti sekarang sih.

"Yan lo baik-baik aja kan di dalam?" tanyanya dengan nada suara yang mulai sedikit khawatir.

"Ric... perut gue tiba-tiba mules banget nih. Gue gak ikut tanding deh kayanya," ucapku dengan susah payah.

"Lah kok bisa. Bukannya tadi pagi lo gpp kan?"

"Gue juga gak tau. Padahal gue gak makan apa-apa yang aneh deh."

Tunggu! Gak makan apa-apa yang aneh? Sepertinya ada yang aneh dengan... ya bekal makanku. Nayla! Pasti dia.

"Ya udah, biar gue bilang ke Pak Abdul kalo lo sakit," ucap Rico sebelum kembali ke lapangan.

***
Brrakk...

Semua yang ada di ruangan ini langsung menatap kearahku dan Nayla.

"Lo apain makanan gue kemarin?!" tanyaku dengan penuh emosi.

"Gak gue apa-apain," jawabnya tenang dan tanpa dosa.

"Gak mungkin. Pasti lo tambahin sesuatu kan ke dalam makanan gue!" tuduhku dan dia masih terus mengelak.

"Bukan gue."

Brakk...

Aku kembali mengebrak meja untuk menggretaknya.

"Okk... emang gue yang ngelakuin itu. Gue nambahin obat pencahar ke makanan lo, emang itu masalah?" tanyanya dengan nada menentang.

Bukankah aku yang harusnya marah?

Aku tersenyum sinis kearahnya, "Dan gara-gara lo tim gue kalah!"

"Kok gara-gara gue? tim lo nya aja yang bego, masa cuma gara-gara lo gak ikut main, mereka kalah. Emang lo itu sehebat apa sih?!"

"Intinya ini semua terjadi gara-gara lo!" ucapku seraya menujukkan telunjukku tepat di depan wajahnya.

Sialannya si Nayla malah mengigit jariku dan sontak aku langsung meringgis karenanya. "Aww...."

"Emang enak," ledeknya dengan nada penuh kemenangan. Kurang ajar emang ini bocah satu.

Pritt... Pritt...

Suara peluit yang memekakan telinga itu berhasil membuat semua yang sedang menyaksikan tontonan gratisku dengan Nayla kabur tunggang langgang.

Termasuk Aku dan Nayla yang langsung diam di tempat bak seorang tersangka yang sudah tertangkap basah.

"Kalian ikut bapak ke ruang guru. Sekarang!" Suaranya sangat amat mengelegar hingga dapat menguncangkan bumi. Mungkin itu berlebihan, tapi kurang lebih memang dapat diibaratkan seperti itu.

***
"Pak bukan saya yang salah, tapi tuh si Nayla. Dia masukin obat pencahar ke makanan saya kemarin pak," ucapku membela diri.

"Lagian pak suruh siapa coba dia cari masalah sama saya pak. Pake acara nyiram saya pake air bekas pel-an, mana dia juga gak mau tanggung jawab, Pak," ucapnya tak mau kalah.

"Tanggung jawab? Emang lo selalu tanggung jawab dengan apa yang lo lakuin ke gue? Lo juga pernah ngerusak rantai sepeda gue dan gak bertanggungjawab'kan?"

"Lo ngempesin ban sepeda gue."

"Lo ngerendem baju olahraga gue di washtafel kamar mandi."

"Lo ngegantungin sepatu olahraga gue diatas pohon."

"Lo nyorat-nyoret buku ulangan gue."

"Dan lo...,"

"Cukkuuuppp!" Bentak Pak Amir seraya menggebrak mejanya. Membuat aku dan Nayla membeku seketika.

"Kalian tuh maunya apa sih. Tiap hari kerjaannya berantem mulu. Kamu Nayla bukannya banyak belajar malah memperbanyak masalah.

"Dan kamu Bian jangan ketawa. Kamu juga sama aja, jangan mentang-mentang pintar, bolos jam pelajaran seenaknya. Itu namanya tidak disiplin. Apa perlu kalian berdua bapak suruh nikah, biar bisa akur?!" Kata Pak Amir panjang lebar.

"Jangan Pak jangan! Amit-amit saya nikah sama cewek astral bin ajaib kaya dia," ucapku seraya mengidikan bahu ngeri.

"Saya juga amit-amit kali pak nikah sama cowok sok ganteng sama nyebelin kaya dia," ucapnya dengan ekspresi tak suka dan menatapku jijik.

"Kalo gitu sekarang kalian bersihin seluruh halaman sekolah. Sekarang juga!!" kata Pak Amir dan tanpa menunggu kemarahan pak Amir selanjutnya. Aku dan Nayla pun sudah kabur terlebih dahulu dari ruangan itu.

¤¤¤
Young Couple

A/n Hai... ini cerita pertama yang aku buat dan aku post disini... thanks buat yang udah mau baca dan memberikan votenya ;)

Maaf kalo ceritanya absurd :3 Vommentnya ditunggu yah:)

Young Couple [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang