Bian's POV
Aku kini sedang memperhatikan pantulan diriku di depan cermin. Setelan Tuxedo hitam dengan dasi hitam yang kukenakan sangat terlihat pas di tubuh proposionalku. Sebuah peci hitam yang juga bertenger di kepalaku menambah kadar ketampananku hari ini. Jika diperhatikan mungkin penampilanku sekarang seperti foto presiden yang ada di depan ruang kelas, hanya saja berbeda 180 derajat karna aku lebih muda dan tampan, tapi perumpamaan tadi mending kalian abaikan, karena itu sedikit aneh.
"Yan... udah siap belum, Mama tunggu di depan yah." ucap Mamaku dari balik pintu kamarku saat ini.
Entah apa yang kupikirkan kemarin hingga bisa-bisanya aku menerima pernikahan konyol ini. Kalian tau aku masih sekolah dan kedua orangtuaku keukeuh memaksaku untuk menikah. Dan parahnya lagi calonnya itu... ya kalian pasti sudah mengetahuinya dan aku tidak perlu memberitahu kalian. Entahlah mungkin aku sudah gila menerima pernikahan ini.
Dengan langkah gontai aku pun menuruni tangga menuju halaman depan di mana orangtuaku dan adikku sudah menunggu.
"Ciee anak Mama ganteng banget," puji Mama yang hanya aku balas dengan senyuman seadanya.
"Gitu dong... anak Ayah'kan kalo udah nikah nanti gak akan mainin perasaan cewek lagi, kan cuma fokus sama istrinya aja."
Apa coba yang dikatakan Ayah, aku sama sekali tidak ingin menanggapinya dan lebih memilih untuk masuk terlebih dahulu ke dalam mobil.
Mobil kami pun melaju menuju rumah sang calon mempelai wanita. Selama perjalan aku lebih asyik memainkan game COC di ponselku. Hingga tiba-tiba adikku menoyor kepalaku dari belakang.
"Si Abang mainin mulu hp ihh, udah mau nikah juga." Komentarnya. Tau apa sih nih bocah soal nikahan.
"Suka-suka abang dong. Kan abang udah bayar goceng." Apaan juga tuh yang terakhir bener-bener ngaco. Emang nih pikiran lagi konslet kayanya.
"Dihh si Abang sok ngehits banget sih bang. Pake kata suka-suka gue gitu. Hahaha...."
Dia kini sudah tertawa puas karena ucapanku barusan.
"Bang... berarti ntar lo pindah dari rumah pan? Gue bisa main PS lo sepuasnya dong," katanya dengan sangat bangga sebelum akhirnya aku balas dengan pelototan dari kaca spion.
Nih bocah satu emang kurang ajar, masa manggil abangnya sendiri aja pake lo-gue. Baru kelas 5 sd juga yah.
"Sstt ahh, udah jangan berantem mulu," lerai suara lembut milik Mama pada Vian adikku.
10 menit berlalu akhirnya kami sampai di rumahnya. Rumah yang tak kalah besar dari rumahku dengan gaya minimalis namun terkesan alami karena banyak tanaman dan bunga di halaman rumahnya.
Ayah berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam rumah tersebut dan tak lama sepasang suami istri setengah baya datang menyambut kedatangan kami.
"Lam, Akhirnya kita jadi besanan juga ya," ucap sang suami seraya memeluk Ayahku. Mereka memang sudah sangat akrab dan menjadi teman baik sejak lama. Tidak seperti anak mereka yang kerjaannya hanya bertengar dan ribut.
"Wahh ini Bian sama Vian yah, Ra? ganteng-ganteng yah," puji sang istri pada kami setelah selesai berpelukan dengan Mama.
"Sama kaya Ayahnya," potong Ayahku dan diikuti oleh gelak tawa dari kedua pasutri itu. Sementara aku disini diam tak tertarik dan lebih memilih menjahili adikku dengan mengambil tabletnya.
"Aishh si Abang, itu punya gue bang. Balikin kagak!" ucapnya seraya berusaha mengambil kembali tabletnya dari tanganku. Karena aku lebih tinggi darinya-tentu saja- dia sedikit kesulitan mendapatkan tabletnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Couple [Completed]
RomanceCoba kalian bayangkan bagaimana rasanya jika kita dinikahkan tanpa persetujuan kita. Terlebih dengan orang yang sangat kita benci dan tidak kita harapkan keberadaannya. Dan ditambah dengan usia kita yang masih duduk dibangku SMA. Itulah yang sedang...