1. Jalanan Pagi

1.7K 179 30
                                    

"Siaaa, cepat bangun! Ini kan hari pertamamu sekolah!"

Suara melengking seorang wanita paruh baya berhasil membuat gadis yang dipanggil Sia itu membuka mata lebar. Ia segera meraih jam bekernya dan mendapati jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh.

Dengan rambut masih berantakan, Sia segera bangun dari kasurnya yang empuk lalu meraih handuk dan baju seragamnya.

Ia masuk ke kamar mandi, mencuci muka lalu menggosok gigi.

Tidak mandi.

Sebelum keluar kamar mandi, ia memakai deodorant sebanyak mungkin untuk menutupi bau badannya.

Semoga aja nggak ada yang tahu aku nggak mandi. Hehehe, batin Sia.

Dengan tergesa-gesa ia merapikan rambutnya, menguncirnya ke belakang lalu mengambil tasnya asal. Cepat-cepat ia berangkat sekolah.

Jalanan pagi itu benar-benar padat. Terlihat sesekali Sia menyenggol orang-orang di kanan kirinya. Mulai dari anak yang sedang disuapi ibunya di pinggir jalan, seorang cewek yang sedang mengobrol dengan teman-temannya, hingga seorang kakek-kakek tua yang sedang membungkuk mencoba mengambil recehan di jalanan.

Pinggul kiri Sia tidak sengaja menyenggol kakek itu yang sedang nungging di trotoar. Alhasil kakek itu 'nyosop' mencium paving.

"Eh, maaf kakek" ucap Sia sambil terus berlari.

"HEI! DHASAR KAU ANAK DURHAKAA!", teriak balik si kakek malang itu dengan suara serak-serak habis.

Ah masa bodoh sama kakek itu. Udah jam 7! Setidaknya aku harus sudah masuk sebelum gerbang ditutup, batin Sia.

Kali ini Sia sudah di pinggir jalan raya untuk menyeberang agar bisa sampai di sekolahnya. Sayangnya, ia takut sekali menyeberang dan tidak pernah menyeberang sendiri. Entah itu jalanan sepi atau ramai, ia selalu memilih untuk menunggu orang lain untuk menyeberang.

Dan kali ini ia dikejar waktu dan tidak ada orang lain yang terlihat akan menyeberang.

Haruskah aku menyerah sekarang?

Sia memberanikan diri dengan mencoba memasang ancang-ancang untuk menyeberang. Beberapa kali jalanan agak longgar dan beberapa kali pula Sia memaju-mundurkan badannya, tapi ia tidak berpindah sedikitpun dari tempatnya.

Ia benar-benar berkonsentrasi hingga ia tidak sadar sudah ada orang di belakangnya.

"Sedang apa kau?", tanya orang itu.

"Kau tidak lihat aku sedang menyeberang?", ucap Sia tanpa menatap orang itu.

Orang itu melihat gerak-gerik Sia yang sedang menyeberang; ancang-ancangnya yang sedikit aneh dan konsentrasinya yang berlebihan pada jalanan.

Dia sepertinya bodoh, batin orang itu.

Orang itu mengalihkan pandangannya dari Sia. Ia juga akan menyeberang. Matanya tajam memilahi padatnya kendaraan pagi itu.

Setelah dirasa ada celah sedikit dari lalu lalangnya kendaraan itu, orang itu berlari menyeberang sambil menarik tangan Sia.

"Eeeh!"

Tanpa bisa berbuat banyak, Sia ikut tertarik dan menyeberang bersama orang itu. Parahnya, gaya orang itu menyeberang sangat ekstrim. Tidak peduli jauh-tidaknya orang itu dengan kendaraan di sampingnya, ia melenggang saja, berlari menyeberang dengan tangan menarik Sia.

Seketika itu juga jalanan jadi dipenuhi suara ribut klakson mobil yang ditujukan pada mereka berdua. Bahkan ketika hampir sampai di ujung lainnya, sebuah mobil sudah berada tepat di samping mereka membunyikan klakson sangat kencang.

"AWAS NAK!", ucap orang lain dari pinggir jalan.

Terdengar suara decitan rem yang sangat keras.

"Aaaaaa!", jerit Sia sambil menutup matanya. Dia memegang tangan orang itu erat-erat.

"HEI, KAU MAU MATI YA?", teriak seorang laki-laki dari dalam kendaraan.

Perlahan Sia membuka matanya. Betapa terkejutnya Sia ketika melihat truk besar ada di depannya. Satu langkah lagi, mereka sudah bisa mencium bagian depan truk itu. Untung saja truk itu berhasil mengerem tepat waktu. Jika tidak, mungkin mereka sudah tidak berbentuk manusia lagi.

"Kau tak apa?" tanya orang itu ketika mencapai trotoar.

Sia terlihat tidak baik. Roknya bergetar cepat dan wajahnya pucat tak berekspresi. Sia sendiri masih terbelalak dengan tatapan kosong ke arah semak-semak. Mendadak perutnya terasa bergejolak. Ia merasa mual dan pusing.

Uh, aku pusing!

Mereka terpaku pada posisi masing-masing hingga beberapa saat.

Satu menit, satu menit satu detik, satu menit dua detik, satu menit tiga detik....

"Ah, sekolah!"

Sia tersadar jika ia dalam perjalanan mengejar waktu tutupnya gerbang sekolah.

Tanpa mengucapkan terima kasih atau sepatah kata lainnya, Sia cepat-cepat meninggalkan orang yang sudah menyeberangkannya tadi dan berlari menuju sekolah. Padahal orang yang menyeberangkannya masih ada di sampingnya.

Sia terus berlari dan berlari. Tak berapa lama kemudian, Sia melihat gerbang sekolahnya dari kejauhan.

Tanpa sadar ada senyuman tersungging di bibir Sia ketika melihat gerbang sekolahnya.

Jam 7.10. Pas!

Sia berusaha menambah kecepatannya dengan harapan bisa masuk sebelum gerbangnya ditutup.

Tapi tiba-tiba saja ada seseorang yang memegangi tas ranselnya dari belakang.

What the hell is going on here?

"Apaan sih?", ucapnya sambil menoleh kebelakang.

eh, siapa dia?

*TBC

_________
30122015

DreamcatchersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang