Sia POV
Kenapa dua hari ini Yori tidak masuk? Apa dia sakit? Apa sesuatu terjadi padanya? Dia terlihat baik-baik saja dua hari yang lalu. Dia masih mengajariku dan memakiku udang. Dia juga tidak terlihat bersedih. Ada apa dengannya?
"Aaarrgghhh...... kenapa aku jadi kepikiran Yoriii??"
"Bukannya kau naksir dia?" ucap Jess.
Heeee?? Naksir???
"Tidak, tidak. Itu tidak mungkin. Lagipula dia punya pacar yang cantik dan pintar. Bagaimana bisa aku bersaing dengan wanita seperti itu. Itu tidak mungkin kan?"
Astaga, aku pasti sudah gila karena berbicara dengan diriku sendiri.
Aku memandangi buku fisikaku. Aku teringat ketika dua hari yang lalu Yori membantuku dan mengajariku semua hal yang tidak ku pahami. Dan sekarang aku sudah bisa mengerjakan latihan soalnya sendirian. Aku ingin bahagia tetapi jika mengingat Yori yang menghilang dengan segala keanehan ini, aku juga ikut merasa hilang.
Di bawah buku fisika itu, ada buku matematika yang dulu pernah ku kerjakan berdua bersama Yori di perpustakaan. Jika dia tidak menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan soal itu, mungkin sampai sekarang aku tidak akan bisa memahami materinya dan aku pasti akan mengalami kesulitan di setiap kuis ku. Bahkan aku mendapat nilai cukup bagus di bab yang pernah Yori jelaskan.
"Sekarang apa yang harus kulakukan? Yori tidak masuk sekolah dengan segala keanehan ini. Bagaimana jika dia tidak kembali lagi? Bagaimana jika aku tidak bisa bertemu dia lagi? Lalu siapa yang akan mengajariku semua materi ini? Dan bagaimana dengan semester test ku minggu depan??"
Aku menidurkan kepalaku di meja belajarku. Aku melirik jam di atas meja belajarku. Jam sudah menunjukkan pukul 22.34 tapi PR ku belum juga ku kerjakan. Aku benar-benar tidak bisa memahami materi yang di jelaskan Bu Rida tentang kimia tadi siang. Dan besok ada kuis tentang ini. Belum lagi PR nya.
Aku merubah posisi kepalaku ke arah yang berlawanan. Aku menatap Dreamboard yang kubuat sendiri yang tertempel di dinding sebelah tempat tidurku. Itu adalah papan yang berisi impianku sejak dulu, menjadi Arsitek. Papan yang ku buat untuk terus mengingatkanku pada apa yang menjadi tujuanku.
Aku ingat bagaimana pada akhirnya aku memutuskan untuk menjadikan arsitek sebagai cita-citaku. Aku begitu kagum pada gedung museum yang dulu pernah ku kunjungi ketika SD. Gedungnya sangat tinggi dan indah. Banyak pernah-pernik di sana. Aku membayangkan punya rumah seperti itu karena rumahku sangat kecil dan selalu bocor ketika hujan datang.
"Sia... apa cita-citamu jika besar nanti?"
"Mmm... aku tidak tahu, Bu Guru."
"Lalu apa yang kau lakukan ketika kau sudah besar nanti?"
"Aku.....ingin membuat rumah yang besar dan bagus seperti museum yang pernah kita kunjungi. Agar ayah ibu dan adikku tidak kebocoran lagi ketika hujan tiba."
"Kalau begitu, jadilah arsitek. Kau bisa membangun apa saja yang bagus dan indah seperti museum itu."
Begitulah aku tahu ada profesi yang namanya arsitek. Dan memutuskan untuk bercita-cita menjadi arsitek.
Awalnya, aku tidak tahu bagaimana harus memulai untuk menjadi arsitek. Hingga seorang temanku menghinaku karena cita-citaku itu.
"Apa? Kau mau jadi arsitek? Kau mimpi ya? Kau, IPA saja tidak bisa. Nilaimu buruk. Bagaimana bisa kau menjadi arsitek? Perbaiki nilai IPA mu, baru kau bisa bermimpi jadi arsitek, dhasar bodoh!"
Sejak itulah aku berusaha keras agar nilaiku bagus. Dan seperti yang orang bijak katakan, hasil tidak akan mengkhianati usaha. Berkat kerja kerasku, aku berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan. Setidaknya itu bisa membuatku masuk di sekolah idamanku.
Dalam hatiku sudah ku tato janjiku bahwa aku ingin membahagiakan orang tuaku dengan membuatkan rumah yang bagus untuk mereka agar mereka terjaga di rumah dengan aman dan nyaman.
Jalan ke sana semakin susah, Ibu, Ayah. Tapi, aku tidak akan menyerah. Kalian tidak pernah menyerah terhadapku, jadi aku juga akan berusaha. Yah, meskipun tanpa Yori aku mungkin akan mengalami kesulitan sekarang ini, tapi aku akan berusaha bagaimanapun caranya!
Memandangi Dreamboard itu selalu bisa memotivasiku lagi.
"Baiklah! Mari kita mulai perjalanan kesuksesan ini dari mengerjakan PR kimia. Semangat, Sia!!"
***************
Esoknya.....
"SIAAAAA, CEPAT BANGUUNN! KAU MAU TELAT LAGI?"
Suara ibu memang alarm terbaik yang aku punya. Sayangnya, itu hanya berbunyi di saat-saat kritis seperti sekarang.
Mendengar suara Ibu yang melengking membuatku segera bangun dan meraih jam bekerku.
SUDAH JAM 7??
Aku tidak yakin akan datang tepat waktu, tapi setidaknya aku harus mencobanya.
Aku segera mencuci muka, menggosok gigi dan lagi-lagi aku hanya menggosokkan deodorant sebanyak mungkin untuk menutupi bau badanku. Setelah itu aku langsung merapikan diri dan berangkat tanpa sarapan.
Aku berlari sangat kencang tapi tetap saja aku mengalami kesulitan ketika menyeberang sehingga itu memperlambatku. Aku tidak berani melihat jam tanganku karena aku yakin pasti ini sudah melewati jam tutupnya gerbang. Tapi aku tidak mau berpaku pada jam. Setidaknya aku harus mencoba dan mengetahuinya sendiri.
Dan benar. Ketika aku sampai di gang sekolah, terlihat gerbang sudah tertutup. Rasanya sia-sia saja aku mengerjakan PR kimia tadi malam. Pagi ini aku telat dan bahkan tidak bisa mengikuti pelajarannya.
BAGAIMANA DENGAN NILAIKU NANTI JIKA BEGINI TERUS???
Aku mengutuki diriku sendiri karena telat.
Dengan lemas, aku kembali berjalan menuju rumah.
Tapi ketika di perempatan, aku melihat sesuatu yang sangat mengejutkan.
'Bukankah itu Yori?'
__________________
Haiiii. . .
Masih setia baca Dreamcatchers?
Maaf ya kalo lama update. Akhir2 ini ide susah banget ngalir.Oya, aku punya karya baru judulnya "Loving The Geek". Itu short story dan ceritanya agak curcol2 gimana gitu. Yah, siapa tau ada yg suka. Kalo ada kritik dan saran juga diterima dengan tangan terbuka kok.
Cek work ku ya! Thank uu..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamcatchers
Novela JuvenilMereka bilang jangan bermimpi terlalu tinggi, itu sulit dicapai. Tapi bukankah mimpi selalu di atas awan? Mereka bilang jangan membantah orang tuamu, itu tidak baik. Tapi bagaimana jika kita punya rencana sendiri dengan hidup kita? Mereka bilang lak...