29. I'm Fine Don't Worry

103 8 0
                                    

Sia berdiri di depan rumahnya. Ia bisa melihat lampu ruang tamu belum dimatikan. Itu artinya ayah ibunya masih terjaga. Ia mengitarkan pandangannya ke sekeliling. Ia tengok jam di pos kampling, sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Sia merogoh sakunya dan meraih ponselnya. Hanya layar hitam yang terlihat. Dalam hatinya, ia ingin menghubungi orang-orang di rumahnya hanya sekedar mengatakan dirinya baik-baik saja. Mengurangi kekhawatiran yang pasti sedang menyelimuti keluarganya. Tapi apalah daya, dia tidak bisa.

Sia juga tidak ingin pulang. Tidak sekarang. Akan sangat menyakitkan melihat raut-raut kecewa dan sedih dari orang tuanya. Terutama ibunya.

Ia memasukkan lagi ponselnya dan berjalan menuju pos kampling. Sejenak ia duduk di sana. Ada kentongan, pemukul, radio, dan buku.

Yah, buku. Sebuah ide muncul. Segera ia raih buku itu. Beruntungnya lagi, sudah ada pulpen juga di dalamnya. Segera ia menyobek selembar, dan menuliskan sesuatu di sana.

Setelah selesai, ia pergi ke salah satu pintu rumah dan menyelipkan kertas yang sengaja tak dilipat itu ke bawah kolong pintu.

Sejenak Sia terdiam seolah berdoa dan berharap. Setelah itu, barulah ia melangkahkan kakinya pergi, menjauh.

***

Meja dilap, lantai dipel, dan kursi-kursi dinaikkan ke atas meja. Para pegawai makanan cepat saji itu sedang sibuk membersihkan restoran yang akan tutup. Sia yang melintas di depannya, berhenti sejenak dan melihat jam dinding yang tergantung di sana. Pukul 10.25 malam.

Hoaamm... Sia mengantuk. Matanya menggantung, tidak dapat membuka lebar. Rasanya ia sudah tidak bisa berpikir lagi. Ia melihat tembok pot rendah dan memutuskan duduk di sana.

Di samping itu, tak berapa lama kemudian, restoran cepat saji itu tutup. Pegawainya berhamburan keluar, begitu juga dengan lelaki itu.

Memakai jaket denim dan menenteng tas ransel, lelaki itu berjalan menuju motornya. Tapi belum sempat sampai di motornya, langkahnya terhenti ketika teman-teman di sekitarnya melihat seorang gadis terkantuk-kantuk dan hampir jatuh ke tempat sampah di sampingnya.

Karena dialah yang paling dekat dengan posisi gadis itu, buru-buru ia menahan tubuh gadis yang hampir jatuh itu lalu mencoba menegakkannya kembali.

"Kau?!"

Lelaki itu setengah kaget melihat siapa gadis yang kini sudah mendengkur di lengannya.

***

"Ibuuu!" panggil Dimas setengah berteriak. Wanita yang dipanggil ibu itupun segera menaruh sapunya dan menghampiri Dimas.

"Ada surat." Dimas mengulurkan secarik kertas pada ibunya. "Dari Kak Sia."

Deg! Dengan tangan sedikit bergetar, ibu meraihnya kemudian membacanya.

Ayah... Ibu...

Maafkan Sia yang selalu membuat kalian sedih. Maafkan Sia yang belum bisa membuat kalian bahagia. Maafkan Sia karena hanya memberi kekecewaan pada kalian. Maafkan Sia yang egois. Maafkan Sia yang tidak pernah mendengarkan perkataan dan nasehat ayah dan ibu. Maafkan segala hal yang telah membuat kalian merasa sedih terhadapku.

Jika saja aku bisa begitu saja merubah diriku menjadi anak yang seperti ayah ibu inginkan, aku pasti sudah melakukannya. Menjadi gadis yang pintar, yang memiliki nilai yang bagus, yang bisa dibanggakan di depan semua orang, aku pasti sudah melakukannya.

Tapi Bu... ini tidak mudah.

Aku tidak ingin berlarut membahas hal yang membuat hati ayah, hati ibu, bahkan hatiku sendiri terluka. Aku hanya ingin kalian tahu, bahwa aku baik-baik saja. Iya, SIA BAIK-BAIK SAJA.

DreamcatchersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang