27. Sama-sama Pahit

248 17 0
                                    

Pagi yang tak biasa di rumah Tania. Suara riuh biasanya terdengar dari ruang tengah, tempat biasanya Tania menghabiskan waktu dengan nonton film. Tapi pagi ini, kegaduhan justru berasal dari dapur.

"Tania!" seru Sia ketika melihat Tania memotong tempe asal-asalan. "Itu tempenya kenapa bentuknya jadi trapesium? Harusnya kan persegi panjaang!"

"Astaga, kau ini. Bahkan lebih cerewet dari mamaku. Menyebalkan." Bukannya
membetulkan potongannya, Tania justru mencacah potongannya yang salah tadi. "Ah, bodo! Ngapain juga sih tadi ngeyel mau masak? Kan bisa beli di warung depan minimarket."

Sebelum tempe di depan Tania berubah menjadi semakin tidak berbentuk, Sia mengambil alih pisau Tania dan menggeser posisinya. "Jangan beli mulu. Habisin duit, tau! Lebih hemat kalau masak sendiri. Selain itu, kalau bisa masak sendiri, kamu bisa bikinin cowok yang kamu sukai makanan favoritnya."

Awalnya Tania tidak memahami maksud ucapan Sia. Apalagi tentang membuatkan makanan favorit dari cowok yang disukai. Hingga Tania melihat Sia senyum-senyum sendiri sambil memandangi sesuatu di ujung ruang. Tania mengikuti ekor mata Sia dan menemukan Yori sedang meminum jusnya sembari memainkan ponsel. Seketika itu juga otak Tania paham bahwa Sia sedang membicarakan tentang Yori.

"Awas, minggir, minggir! Berikan pisaunya. Kau diam saja di situ. Biar aku yang memasak semuanya, okey?" Tania seketika memotong wortel, buncis bahkan kentang dengan sempurna. Sia hanya tersenyum di belakang Tania dengan perasaan menang sekaligus geli.

*****

"Hmmb." Yori menyuapkan sesendok sayur dan mengunyahnya dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak. Sia dan Tania tidak bisa makan sebelum Yori mengatakan sesuatu tentang masakan mereka. Mereka hanya duduk sambil memandangi Yori sangat cermat.

"Siapa yang memasak ini?" tanya Yori sambil menyuapkan sesendok lagi ke dalam mulutnya. "Lumayan."

Segera saja Sia dan Tania terbang ke atap-atap.

Terlihat binar-binar cahaya di mata kedua cewek itu. Kini mereka bisa mengambil nasi dan sayurnya, menyendokkannya ke mulut masing-masing.

"Hmm. Aku tidak menyangka ini akan enak," puji Tania di sela-sela makannya.

"Tentu saja ini enak. Siapa dulu yang masak," sombong Sia.

"Tapi kan, aku yang masak?" Terdengar nada protes di sana.

"Aku tidak bilang aku yang masak." Sia memeletkan lidah. Tania makin dongkol. Yori tidak terlalu memperhatikan dua orang itu bertengkar, tapi telinganya tidak tuli.

"Jadi ini masakan Tania?" tanya Yori berusaha meyakinkan dirinya sendiri. "Aku tidak pernah tahu kau memasak sebelumnya. Dan tiba-tiba kau bisa memasak seenak ini. Sepertinya kau ada bakat masak."

Bukannya terpuji, Tania justru semakin dongkol dengan ucapan Yori. "Bakat dari mananya? Jika Sia tidak memasukkan bumbu-bumbunya, sayur ini tidak akan seenak ini."

Yori menelan ludah. Sepertinya ia salah bicara. Yori melirik ke arah Sia yang sudah tidak peduli pada sekitar ketika makan. Sia asik mengunyah-ngunyah tempe, meneguk kuah sup dan mencolek-colek sambal. Sia bahkan tidak menyadari jika Tania berhenti makan karena secara tidak langsung Yori telah memuji Sia.

"Tapi, kalau Tania tidak memberitahuku jika kau alergi brokoli, kau pasti sudah gatal-gatal dan mual sekarang." ucap Sia dengan mulut penuh. "Aku selalu memasukkan brokoli di supku, karena aku suka brokoli."

Di tengah kedongkolannya, Tania dibuat terdiam oleh celetukan Sia barusan. Ia tidak menyangka, di tengah keacuhan Sia ketika makan, ternyata ia mendengarkan pembicaraannya dan kini Sia membelanya. Ini benar-benar di luar dugaan.

DreamcatchersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang