6. Tidak Benar-Benar Bodoh

822 133 4
                                    

"Apa? Tidak! Untuk apa aku membantumu?", ucap Yori mencari-cari alasan.

"Kalau kau tidak mau membantuku, itu berarti kau juga tidak bisa menyelesaikan soal matematika ini. Dan itu artinya kau harus mengakui kalau kemampuanmu itu tidak lebih baik dariku!" ucap Sia.

Yori masih terlihat cuek dengan tawaran Sia.

"Dan kau juga harus berhenti menghinaku, karena kau sendiri juga tidak lebih baik dariku, dhasar induk udang!" ucap Sia cukup keras.

"Sssstttttt!"

Yori mendekatkan telunjuknya ke bibirnya, menyuruh Sia tidak membuat gaduh hanya karena berdebat dengannya. Mengingat sekarang mereka ada di perpustakaan.

Sia hanya memelototi Yori, memberi tanda bahwa dia harus menunjukkan kemampuannya di hadapan Sia.

Melihat Sia yang bersikeras, akhirnya Yori pasrah. Yori mengangguk mengiyakan tawaran Sia.

"Yess! Tunggu sebentar, aku akan ambil bukuku di meja."

Sia segera berlari kecil ke meja dimana ia menaruh bukunya, mengambil semua buku dan peralatan menulisnya, lalu kembali ke rak buku tadi.

Yori masih di sana dan masih membaca buku yang sedari tadi ia baca.

"Ayo ajari aku." ucap Sia sambil duduk di samping Yori. Ia menyodorkan buku tugasnya.

"Sebelum menjawab soalnya, aku harus baca buku yang kau ambil dari rak sebelah tadi." Ucap Yori.

"Oh, ini?"

Sia menyerahkan buku itu ke Yori.

Yori mencari bab tentang soal itu dan membacanya sebentar.

Sementara Yori membaca buku alogaritmanya, Sia penasaran pada buku yang tadi dibaca Yori. Dia melirik ke arah kategori rak.

Hukum.

'Hukum? Untuk Apa Yori membaca buku hukum?'

"Oke, perhatikan ini.", ucap Yori meminta perhatian.

Ia mulai menjelaskan tahap demi tahap bagaimana menyelesaikan soal nomor satu pada Sia. Sia terlihat memperhatikan dengan seksama sambil sesekali mengangguk.

"Dan beginilah soalnya diselesaikan. Apa kau paham?" ucap Yori memastikan.

"Yah, aku paham. Itu terlihat mudah." Ucap Sia menyepelekan.

Yori meragukan pemahaman Sia yang terlihat sok-sokan itu.

"Kalau begitu kerjakan nomor dua."

"Itu mudah."

Sia membaca soal nomor dua. Ia membandingkan dengan soal nomor satu. Ia berpikir sebentar.

'Sepertinya caranya berbeda. Tadi yang dicari ini, sekarang ini, lalu apa yang harus kulakukan untuk menyelesaikannya?'

Sia memegang pensilnya tanpa menuliskan apapun ke bukunya.

Sadar jika ia tidak bisa menyelesaikannya, Sia melirik kearah Yori. Yori masih memandangi Sia dengan tatapan 'Yakin kau bisa?'.

Hal itu membuat Sia semakin gugup.

'Jika dia tahu aku tidak bisa mengerjakan soal nomor dua, sedangkan jika nanti ia bisa mengerjakan soal ini, maka habislah aku!' batin Sia.

"Mmm...coba lihat bukunya tadi." ucap Sia masih sok-sokan.

Tanpa berkata-kata, Yori menyodorkan bukunya ke Sia. Yori mulai merasakan jika Sia hanya mengulur waktu dan yang sebenarnya terjadi adalah Sia tidak bisa mengerjakan soal nomor dua.

DreamcatchersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang