8. Itu Bukan Urusanmu!

727 118 24
                                    

Sia POV

Ya ampun, Yori wangi....

ASTAGA! APA YANG KUPIKIRKAN? FOKUS SIA, FOKUUSS!

"Bagaimana? Sudah paham?"

Eh, penjelasannya sudah selesai?

"Hehehe. Sekali lagi ya?"

Yori menepuk jidatnya. Aku terkekeh.

Dia menjelaskan lagi dari awal. Kali ini aku berusaha fokus mendengarkan penjelasannya.

Di akhir penjelasannya aku disuruh mengerjakan latihan soal dulu untuk mengecek apakah aku benar-benar memahaminya atau tidak.

Yah, aku mengerjakannya. Dan kali ini aku tahu apa yang harus kulakukan dengan semua soal itu.

"Selesaaiii!" ucapku kegirangan karena aku bisa mengerjakan semua soal itu.

Tapi bukannya Yori ikut bahagia karena aku sudah bisa mengerjakan sendiri, dia justru memukul kepalaku dengan pensil dan berkata, "Bisa mengerjakan saja tidak cukup, tau! Kau harus benar juga."

Hhh... aku benci orang ini. Dhasar menyebalkan!

Yori sedang memeriksa pekerjaanku. Di saat tenang seperti ini, pikiran aneh-aneh tentang Yori kembali muncul.

Terlebih dia sekarang ada di depanku.

Ingin sekali aku menanyakan hal yang mengganggu pikiranku langsung padanya. Setidaknya apapun jawabannya, itu sedikit melegakan bagiku.

"Yori."

"Apa?"

"Aku hanya penasaran. Menurutku kau bukan orang yang bodoh. Bahkan jika dibandingkan dengan temen-temanku, aku rasa kau jauh di atas mereka. Bahkan mungkin saja kau jadi yang terpintar di sini. Tapi... kenapa kau tidak memperlihatkan kemampuanmu pada yang lain? Kenapa kau harus mendapat nilai jelek yang hampir sama denganku padahal kau bisa saja mendapat nilai sempurna?"

Yori berhenti memeriksa pekerjaanku. Ia berpikir sesaat.

"Itu bukan urusanmu." jawabnya dingin sambil melanjutkan memeriksa pekerjaanku.

Sudah kuduga ia akan menjawab seperti itu.

Sepertinya itu wilayah pribadinya sehingga ia tidak mau menceritakannya pada siapapun. Padahal aku sangat penasaran.

Tapi kenapa hal itu menjadi sangat pribadi?

"Ah, kalau begitu, aku pinjam buku catatanmu tadi ya? Akan kusalin sekarang juga agar aku tidak perlu membawanya pulang." Ucapku sambil meraih tas Yori dan langsung membukanya.

Begitu aku membukanya aku cukup kaget dengan isi tas Yori.

Bukannya membawa buku pelajaran yang berbau Science, dia justru membawa banyak buku hukum. Kitab Undang-Undang Pidana, kriminologi, sosiologi kriminal, buku tentang advokasi ..... eh, apa itu advokasi?

"EH, APA YANG KAU LAKUKAN?", ucap Yori cukup keras sambil menarik kembali tasnya.

Dia terlihat panik karena aku membuka tasnya tanpa ijin. Dia terlihat seperti seorang anak yang ketahuan mencuri dan sedang digeledah oleh polisi. Sayangnya, polisi sudah melihat semua barang buktinya.

"Kau ini.... benar-benar tidak punya sopan santun ya?" ucapnya lagi dengan nada kesal.

Ia menutup tasnya dan menjauhkannya dariku. Ia terlihat mematung beberapa saat sambil sesekali melihat kearah ku.

Dia yang melihatku masih terdiam, kaget dengan nada biacaranya yang agak kasar, akhirnya sedikit memelankan suaranya.

"Kau..... jangan pernah lagi membuka tas orang lain tanpa ijin. Mengerti?"

Aku mengangguk lemah.

"Bagaimana jika ternyata aku sedang membawa celana dalam? Itu kan pribadi." ucapnya berusaha mencairkan suasana.

Whuuuutt? Celana dalam?

"Untuk apa kau membawa celana dalam di tasmu? Kau kan mau sekolah?"

Yori sepertinya baru sadar bahwa ucapannya sedikit absurd untuk didengar. Dia terlihat salah tingkah.

"Kan itu..... seandainya. Pengandaian saja, dhasar udang!"

Huh, dia memakiku lagi!

Di tengah perdebatan kami tentang celana dalam, tiba-tiba saja tercium bau wangi. Dan itu bukan wanginya Yori.

Sepertinya aku pernah mencium wangi ini.

Dan ternyata, itu berasal dari cewek cantik itu.

Pacar Yori.

"Yori?" ucap cewek itu.

Hemmm, suaranya saja serak-serak basah menggoda gitu. Berbeda sekali denganku yang lebih mirip seperti seng yang dipukul-pukulkan.

Ah, nggak gitu juga ding!

Dia berjalan ke dalam kelas dan mendekati kami berdua. Bahkan ketika dia berjalan, bak seorang Miss Indonesia. Badan tegap, dada membusung, tatapan lurus, dagu sedikit diangkat.

Dia mau jalan aja susah banget gitu ya? Kaku! Hahaha

Jika itu aku yang jalan, pasti kakiku nggak bakal jalan lurus, mata lirik kanan kiri nggak fokus, dan dengan badan yang nggak bisa diem.

Dia melihatiku. Matanya memandangku sangat tajam, mulai dari atas hingga bawah tidak lepas dari selidiknya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Dia berbicara dengan Yori, tapi matanya masih melirik kearahku.

Dia sepertinya tidak suka padaku.

Ya iyalah, Sia! Gimana mau suka, kamu sendiri ngapain sama pacar orang berduaan di kelas?

Aku hanya lupa kalau Yori sudah punya pacar.

"Oh. Hanya kerja kelompok." Jawab Yori santai.

"Berdua?"

"Iya. Yang lain sudah pulang. Dan dia yang paling bodoh sehingga aku harus menjelaskan materinya beruang kali."

Mendengar itu mulutku langsung menganga. Begitu juga lubang hidung yang membesar, tidak mau kalah lebar dengan mulut.

DIA MENGHINAKU DI DEPAN PACARNYA? DHASAR COWOK DINGIN MENYEBALKAN!

"Apa sudah selesai? Ayo kita pulang bersama."

Yori memandangku. Kami beradu pandang sesaat.

"Ya, udah kok. Ayo!"

Yori mengambil tasnya dan meninggalkanku tanpa tanpa berpamitan atau apalah.

Aku dicuekin, tak dianggap.

Miris!

Dia berjalan duluan di depan sedangkan ceweknya masih sempat-sempatnya memelototiku.

Ah, penilaianku tentang cewek itu jadi turun kalau begini.

Dia membenciku.

Dan aku tidak suka caranya memandangku seperti itu.

_______________________

Hai, hai...

Menurut kalian Yori cocok an sama Tannia ato Sia?

Jangan lupa, vote, vote, vote!!


DreamcatchersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang