7. Wangi

793 129 12
                                    

Sia POV

Sejak kejadian canggung yang terjadi di perpustakaan beberapa hari yang lalu, entah kenapa aku jadi lebih sering memperhatikan Yori. Aku tidak tahu kenapa, itu terjadi begitu saja.

Seolah-olah dia itu magnet. Dimana ada dia, mataku langsung tertuju ke sana.

Selain itu banyak hal yang masih membuatku penasaran dengan lelaki itu.

Pertama, tentang Yori yang seorang BSB tetapi mau bergaul di luar lingkarannya.

Itu terlihat ketika ia sedang main basket. Ia terlihat akrab dengan semua timnya, baik tim inti ataupun tim cadangan. Dengan pelatihnya pun juga akrab.

Dia benar-benar berbeda dengan BSB yang ada di klub drumband yang aku ikuti. Mereka benar-benar cuek dan hanya berbicara dengan orang tertentu. Yah, mereka menyebalkan.

Meski Yori tidak punya banyak teman di kelas dan jarang berbicara dengan siapapun, setidaknya dia masih suka mengolokku dan kami berbicara.

Terlebih lagi, dia juga pernah menolongku. Berbeda banget dengan anak BSB lain.

Kedua, dia jalan kaki.

Tidak pernah sekalipun dia naik motor apalagi mobil. Padahal BSB lain melakukan hal itu. Jika tidak diantar, mereka pasti membawa mobil atau motor sendiri.

Sedangkan Yori, jalan kaki.

Tapi itu tidak terlalu mengusikku. Mungkin saja rumahnya di dekat sini, sama sepertiku, sehingga dia memilih jalan kaki daripada naik kendaraan.

Ketiga, dia sering membolos.

Tetapi sejak aku memergokinya di perpustakaan, aku jadi tahu kemana harus mencarinya ketika ia membolos. Dia selalu berada di sana, di perpustakaan, di depan rak buku yang sama.

Kenapa dia membolos di perpustakaan? Ini yang paling aneh dan benar-benar mengusikku.

Aku ingin menanyakan hal itu padanya, tapi aku takut menyinggungnya karena aku takut SKSD, Sok Kenal Sok Deket padanya. Terlebih sejak kejadian di perpustakaan waktu itu. Entah kenapa aku merasa serba salah jika di depannya.

"Hei, udang! Kau tidak pulang?" ucap Yori dari bangkunya.

Eh? Ini sudah bel pulang? Kenapa aku tidak dengar?

"Ah, iya."

Dengan linglungnya, aku segera membereskan bukuku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Kau melamun? Dengar tidak kalau besok ada tes materi yang barusan?" Ucap Yori sambil memegangi selempang tasnya.

"Hah? Serius? Oh tidak, bagaimana ini? Aku tidak memperhatikan sisanya tadi."

Aku panik. Aku langsung mengeluarkan lagi bukuku dari tasku dan membukanya kembali.

Yah, aku harus membacanya sebentar sebelum pulang ke rumah. Setidaknya jika aku tidak paham, masih ada Yori yang bisa ditanyai.

Tapi sayangnya Yori telah beranjak dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan kelas.

Dengan paniknya, aku mencegah Yori pergi. Karena jika dia pergi, maka tidak ada orang yang bisa aku tanyai tentang materi ini. Bisa gawat!

"Yori! Tunggu! Yori, kau jangan pulang dulu. Ku mohon jangan pulang dulu!", ucapku tergesa-gesa.

Yori sudah hampir di ujung pintu. Untungnya dia masih mendengarku dan menghentikan langkahnya.

"Kenapa aku tidak boleh pulang?" tanya Yori mengerutkan dahi.

"Bantulah aku sebentar." Ucapku memohon, "Kumohon, sebentar saja."

Aku mengarahkan tanganku ke buku fisika yang ada di bangkuku, mencoba memberi tanda pada Yori agar dia membantuku memahami materi fisika yang tadi kulewatkan gara-gara melamun.

Yori terlihat melihat ku, melihat bukuku, melihat lagi kearahku. Ia tampak ragu-ragu.

Aku mencoba memasang wajah semelas mungkin.

Yah, sejak aku kalah dengannya ketika mengerjakan soal matematika di perpustakaan waktu itu, aku jadi kehilangan harga diri dan semakin terlihat bodoh di depannya. Meskipun nilai kami masih hampir sama, tapi aku sudah tahu kemampuannya yang sebenarnya. Jadi aku pasrah saja dipanggil udang olehnya.

Yori lama-lama iba juga melihat tampang orang bodoh memelas sepertiku.

"Baiklah akan kuajari. Tapi kau harus mentraktirku bakso setelah ini."

"Iya, tentu saja! Itu gampang." ucapku kegirangan.

"Berhentilah meremehkan segalanya, dhasar udang! Ingat, kau itu udang!"

Haiiisshhh! orang ini semakin seenaknya saja memakiku udang. Andai saja aku yang menang waktu itu....

"Sudah, duduk!" Yori meletakkan tasnya dan duduk di sebelah bangkuku. Dan entah kenapa ketika kami duduk berdekatan seperti ini mengingatkanku pada kejadian di perpustakaan waktu itu. Dan itu membuat jantungku berdegup kencang lagi.

BAIKLAH. FOKUS, SIAA... FOKUS!!

"Pertama-tama, kau harus lihat dulu apakah percepatan sentripetalnya sudah ada atau belum. Jika belum, maka kau harus tentukan dulu dengan rumus ini..."

Ya ampun, dia wangiii...

ASTAGA, APA YANG AKU PIKIRKAANN!!?? FOKUS, SIAA. FOKUUSSSS!!!!!!

________________________

Maaf ya part ini pendek banget. Biar kalian penasaran gitu...

(Iya kalo ada yang penasaran. Kalo enggak??)

Ah, bodo amat! Ha.ha.ha

Anyway, thank u for ur vote and comment.

Keep Reading yah.



DreamcatchersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang