Tannia POV
Aku benar-benar shock. Aku tidak pernah tahu jika Yori dan ayahnya sedang bertengkar.
Aku memang pacarnya, tapi akhir-akhir ini kami disibukkan dengan kesibukan kami masing-masing dan jarang bertemu. Di sekolahpun aku jadi jarang menemui Yori gara-gara aku sibuk mengatur jadwal modelling ku, berdebat dengan managerku lewat telepon dan terkadang melayani wartawan yang ingin mewawancaraiku di sela-sela jam istirahat.
Dan sekarang, Yori sedang dalam masalah dan aku tidak tahu?? Pacar macam apa aku ini?
Yori sudah turun di perempatan dekat sekolah. Dan aku tidak tahu dia akan kemana.
Satu-satunya hal yang terlintas dipikiranku saat ini adalah menemui Bibi Julie, ibunya Yori.
Aku segera saja melajukan mobilku dengan kecepatan di atas rata-rata menuju rumah Yori.
Sejujurnya aku masih bingung apa yang menjadi masalah antara Yori dengan ayahnya. Sejauh aku mengenal Yori, dia baik-baik saja dengan ayahnya. Mereka bahkan masih terlihat akrab di pertemuan pemegang saham tahun lalu. Tapi tiba-tiba saja...mereka....
Sesampainya di rumah Yori, aku langsung mencari Bibi Julie.
"Bibi Julie." Aku menemukannya di dapur bersama asisten rumah tangganya.
"Oh God, Tannia...," Bibi Julie memelukku, "Lama nggak jumpa."
"Iya, Bibi. Lama nggak jumpa."
Kami berbasa-basi sebentar.
"Ada apa kesini?" Bibi Julie masih memandangku penuh senyuman.
Sedangkan aku tidak bisa membohongi diriku sendiri jika aku memendam rasa penasaran yang tinggi.
"Aku ingin tanya sesuatu ke Bibi. Ini tentang Yori."
Ketika aku mengatakan nama Yori, raut muka Bibi Julie langsung berubah. Dia mengajakku duduk di ruang keluarga untuk bicara lebih lanjut.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?" ucap Bibi Julie lemah lembut seperti biasa.
Cukup heran memang kenapa Bibi Julie dulu mau nikah dengan orang keras kepala seperti Paman Hans. Bibi sangat lemah lembut, sangat bertentangan dengan Paman Hans.
"Tadi Paman Hans berkunjung ke sekolah dan ingin menemui Yori." Raut muka Bibi Julie semakin berbeda. "Paman Hans menyuruh Pak Jarwo memanggil Yori. Dan ketika Yori pergi ke dalam, Yori terlibat pertengkaran dengan Paman Hans. Sebenarnya ada masalah apa dengan mereka berdua, Bibi?"
Bibi Julie terlihat berpikir lama sekali. Dia sepertinya tahu tentang pertengkaran itu. Yah, aku yakin Bibi Julie tahu sesuatu.
"Maaf sayang, bibi tidak bisa cerita. Lebih baik kau mendengarnya langsung dari Yori."
"Tapi Yori tidak mau mengatakannya padaku. Ayolah Bibi, ceritakan padaku. Kumohon!" ucapku merengek.
"Bibi sebenarnya mau saja menceritakannya padamu. Tapi kami sudah berjanji untuk tidak membahas masalah ini lagi."
Ini semakin membuatku penasaran dan curiga.
"Apa ini tentang masalah perusahaan?" tanyaku.
Satu hal yang aku tahu, saat ini Paman Hans sedang diujung kebangkrutan. Aku tidak tahu apa masalah pastinya, tetapi begitulah yang ku dengar dari ayahku.
"Bukan itu masalah utamanya, tapi bisa jadi itu melatarbelakangi."
Aku semakin tidak mengerti.
"Apa ini masalah Yori pribadi?"
Bibi Julie terlihat berpikir lagi. Ia tampak lebih tua dari yang kuingat. Seingatku, belum lama kami tidak saling bertemu. Mungkin sekitar empat bulan. Tapi raut wajah bibi terlihat jauh lebih suram dan membuat wajahnya terlihat menua.
"Begitulah sayang."
Aku menghembuskan napas panjang. Aku menyerah sekarang.
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih lanjut, tetapi melihat raut muka Bibi Julie menjadi sedih membuatku mengurungkan diri.
"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu Yori pulang untuk menanyakan padanya langsung. Dan sementara menunggu Yori pulang, aku akan menemani Bibi di sini."
"Dia tidak akan pulang kesini, Tannia."
Apa?
"Kenapa?"
"Karena sejak bertengkar dengan ayahnya, dia memilih meninggalkan rumah dan hidup sendiri."
"APA??"
____________________
Maaf banget part ini super dikit (lagi). Hari sabtu. Harusnya nggak sibuk. Tapi terkadang realita berbeda jauh dari ekspektasi. (Sok bijak)
Mungkin ntar malem free. (Efek jomblo, HAHAHAHA). Ntar malem janji bakalan publish 1 part lagi.
Anyway, part ini agak geje gak sih? Geje ya? Haha. Biarin deh.
Tunggu part selanjutnya. Jangan lupa voment. Biar makin semangat nulisnya.
Thank u muah muah *emot cium bibir super seksi*
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamcatchers
Teen FictionMereka bilang jangan bermimpi terlalu tinggi, itu sulit dicapai. Tapi bukankah mimpi selalu di atas awan? Mereka bilang jangan membantah orang tuamu, itu tidak baik. Tapi bagaimana jika kita punya rencana sendiri dengan hidup kita? Mereka bilang lak...