"GIMANA sekolah barunya?"
Aku terlonjak kaget dan langsung menjitak kepala Dilla yang menyembul dari celah pintu rumah yang hanya terbuka sedikit. Sumpah, jangan heran. Jarakku dengan orang ini memang hanya satu tahun dan sumpah, aku sudah sangat terbiasa melakukan hal barusan setiap bertemu dengannya. For your information, sejak masih bayi pun, aku no way manggil orang ini kakak.
"Gue mau masuk. Please ya, gue capek"
Dilla membukakan pintu dengan muka cemberut. Bagus, setidaknya dia tahu diri untuk tidak mengoceh dan membuat suasana hatiku semakin buruk. Kalian tahu? Kesialanku hari ini tidak berakhir setelah bertemu Bian di sekolah tadi. Kalian harus tahu, kalian harus tahu tadi aku salah naik angkot dan akhirnya harus memutar jalan. Erght?!
"Melody cintaku sayangku kasihku, udah pulang?" oke, itu bukan suara Dilla. Itu suara kakakku yang satu lagi. Diatas Diila, namanya Talitha atau aku biasa panggil kak Lita. Sebelas dua belas dengan Dilla, mereka punya hobi mengoceh dan mencampuri urusan orang. Urusankusih lebih tepatnya sih.
"Kok muka kamu lesu gitu sih Dy? Kamu sakit, atau jangan jangan kamu abis di bully ya? Dipalak?" yang ini beda lagi. Ini suara kakak pertaamaku yang cantik tapi protectif banget banget. Sebut saja dia kak Tania. Umurnya sekarang 4 tahun diatas kak Lita alias 26 tahun. Dia ini designer pakaian yang udah canggih parah. Tapi aku mohon dengan sangat jangan pernah suruh dia masuk pasar, supermarket, dan yang paling penting, Da-pur! Karena sudah pasti semuanya akan kacau balau atau paling tidak, teh mu akan berubah kadi teh asin dan telur dadarmu akan jadi gulali goreng.
"Aku nggak papa kok kak.. aku Cuma nyasar dikit-"
"HAH?" Mama yang sejak tadi diam, kak Tania, dan kak Talitha serentak memekik kaget. Jangan cari seorang Nadilla , karena dia sedang tertawa terbahak bahak sekarang.
Aku memilih menghempaskan tubuh di sofa yang empuk. Ah, kalau aku nggak pake acara nyasar tadi, pasti aku sudah sampai di rumah dari sejam yang lalu.
"Kok bisa dy?"
"Tapi kamu nggak papa kan?"
"Kamu nggak dirampok kan?"
"Duh kamu pasti capek ya"
"Harusnya tadi kakak jemput kamu"
"Anjir kocak lu dy"
Aku menutup telinga dan menghembuskan nafas kasar. Oh come on guys, sudah ku bilang keluargaku ini arght. Rame.. ini belum ada papa loh ya.
***
Hujan. Aku menatap kaca jendela kamarku yang buram dengan pandangan menerawang. Bukan kamarku sepeenuhnya juga sih, karena disini ada kasur dan barang barangnya Dilla juga. Sebelum aku tinggal di Singapore pun, aku selalu tidur sekamar dengan orang yang satu itu.mama selalu bilang kalau aku sama Dilla itu udah kayak anak kembar. Kembar apaan... Musuh iya.
Tapi aku akui juga kalau aku punya satu kesamaan dengan kakakku yang satu itu dibanding dengan kak Lita ataupun kak Tania. Aku dan Dilla masih sama sama kayak anak kecil. Yeah yeah, aku akui kami berdua memang childish terutama aku. But I thing, itu wajar banget berhubung aku punya keluarga yang begitu memanjankan. Papa yang nggak pernah perhitungan dalam memberi uang jajan, mama yang lembut dan selalu nurutin kemauan, dan dua kakak yang selalu siap jadi bodyguard walaupun kami sama sama cewe.
Oke, aku mulai ngelantur dengan menyebutkan kebaikan kebaikan keluargaku, maafkan, aku aku menyesal. Karena semua kebaikan kebaikan di atas itu ada di samping,
- Gen bawel yang erght?!
- Gen malu maluin dan norak kronizz
- Gen lugu yang bikin keluargaku ini sering hampir ditipu orang. Untung hampir, beruntung sekali keluargaku ini masih dilindungi oleh Allah SWT. Terimakasih ya Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Hujan
Teen FictionAku curiga, jangan-jangan aku sudah mati makannya Regen tidak bisa melihatku bahkan sekadar menyadari keberadaanku di sini. Hello... Regen I'm here!! 31/1/16 - Aku Dan Hujan - Copyright 2016 by Shinyrainy