[30] One Last Cry

4K 237 16
                                    

"Just stay here and lay here right in my arms, it's only a moment before you're gone, and i'm keep in you're arm. Just act like you love me so I can go on" -Act Like You Love Me, Shawn Mendes

***

"Insting gue bilang kak Embun bakal mutusin Regen" Bisik Aira, yakin.

"Kalo enggak?"

"Percaya sama gue"

"Tebakan lo tentang siapa yang nilai UN nya tertinggi di kelas aja salah. Gimana gue mau percaya?"

Aira hanya melirikku lama sebelum akhirnya kembali terfokus pada Regen dan kak Embun. Mereka kini berdiri sejajar, membelakangi kami.

"Reg, aku boleh tanya sesuatu?" Kak Embun menolehkan kepalanya ke arah Regen.

"Boleh dong, aku pasti jawab sejujur-jujurnya"

Kak Embun menghela napasnya, menunduk.

"Papa mama kamu apa kabar? Kapan ya, aku bia ketemu mereka?"

Aku dan Aira mengerutkan kening mendengar pertanyaan aneh yang dilontakan kak Embun itu. Kepalaku sibuk berpikir, sampai suatu kesadaran membuatku hampir-hampir memekik kalau tidak ingat aku sedang bersembunyi.

Regen pasti belum menceritakan apa pun tentang keluarganya kepada kak Embun.

"Baik. Nanti deh kapan-kapan aku ajak kamu main ke rumah" Suara Regen setenang air. Sama sekali tidak menunjukkan dia-sedang-berbohong. Sempurna.

Aira menoleh ke arahku sambil tersenyum penuh arti.

"Oh iya Mbun, tadi aku bilang aku punya sesuatu 'kan untuk kamu" Regen merogoh saku jas nya dan seketika jantungku berhenti berdegup. Mereka sekarang berhadapan, dan diantara mereka, ada sebuah kotak kecil biru tua yang-God, siapa yang tidak tahu apa isi kotak itu?

"Aku serius sama kamu"

Dan setelahnya, aku merasakan jutaan paku menusukku secara bersamaan dan mebuatku diam menempel pada tembok. Mataku perih. Regen membuka kotak itu dan menampakkan kilauan pantulan cahaya yang dipantulkan dari cincin putih itu.

Ini, yang dimaksud Aira mereka putus?

"Aku udah kagum dengan sosok kamu dari lama. Segalanya tentang kamu, aku sayang. Nggak ada kata-kata yang cocok untuk mengakui semua ini Mbun. Aku cinta kamu lebih dari apa pun, dan aku nggak pernah main-main dengan semuanya"

Aira meraih tanganku yang bergetar hebat. Ya Tuhan... kapan sih, semua penderitaan ini akan segera berakhir?

"Cincin ini pertanda. That I always will be yours and you be mine."

Pertahananku hancur. Semua senyum yang tadinya bisa mengcover luka di hatiku kini berontak dan menyisakan sesak yang begitu menyakitkan. Mereka memang akan selamanya saling memiliki. Dan aku? Aku akan selalu jadi upik abu yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

Sudah tidak ada lagi celah di hati seorang Regen untuk upik abu yang malang ini.

Aira berkali-kali mengusap bahuku dan menyeka air mataku dengan jari tangannya. Untuk apa sih, dia bawa aku kesini? Huh?

"Regen..." Kak Embun membalas pernyataan itu dengan pelukan. Membuat satu lagi air mata bergulir dari sudut mataku.

Aira menatapku penuh rasa bersalah.

"Bullshit lo Ra!" ucapku, sebelum menghentakkan tangan Aira dan berlari menuruni tangga. Berlari, ya, suatu keajaiban aku bisa sampai di bawah dengan selamat berhubung heels ku lumayan tinggi.

Aku dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang