"I often think about where I went wrong
The more I do, the less I know" -Don't You Remember, Adele***
"Jadi, lo bakal di Bogor setelah liburan ini?"
AYUNAN yang menopang berat badanku masih mengayun pelan mengikuti tolakkan kaki. Mulutku sibuk mengunyah stik coklat yang dibelikan Bian ketika kami dalam perjalanan kesini. Yup, Bian memang selalu da best. By the way, ini adalah hari terakhir di 2014. Dan aku memutuskan untuk menerima ajakan jalan Bian yang ringan dan tanpa beban ini.
Terbuktikan, pagi-pagi udah dibeliin coklat.
"Hmm, belum pasti juga sih. Tergantung nenek-kakek gue ngebolehin atau enggak." Jawabku, "Tapi kemungkinan sih dibolehin berhubung soang-soang disana udah pada kangen berat sama gue" cerocosku, membuat Bian tertawa lebar meskipun menurutku sendiri itu lawakan macem kerupuk bawang. Garing abis.
Taman yang kami kunjungi masih lumayan ramai oleh anak-anak dan beberapa orang yang mengisi liburan mereka. Masih jam sembilan juga. Jadi suasananya nyaman dan ringan banget buat ngobrol. Seperti hubunganku dengan Bian. Yup, hubungan kami jadi kembali seperti dulu seperti juga hidupku yang kembali seperti sebelum aku belum mengenal dia.
Bukan berarti aku balikan juga. Maksudnya kita jadi.. dekat lagi walaupun tetap saja aku lebih sering kepikiran kakaknya.
Bunyi ponsel di saku Bian menyentakku yang sedang memperhatikan sekitar taman. Wajah Bian seketika menegang dan kedua alisnya yang tebal saling bertaut. Setelah menutup telepon, dia menatapku penuh rasa bersalah sambil menghela napas. Entahlah apa lagi yang tega mengganggu acara liburanku ini.
"Ranya masuk rumah sakit"
Keningku berkerut. Apa tadi aku dengar... Vanya?
"Ranya temen gue di basket. Katanya semalem dia ikut Streetball dan kakinya cedera lumayan parah"
Aku menghembuskan napas lega menyadari pendengaraanku yang salah.
It is just Ranya. Not Vanya.
Aku pernah mendengar tentang basket Streetball yang katanya keras itu. Ya, setahuku Streetball biasanya dimulai dengan taruhan and... permainannya yang keras jadi terdengar seperti permainan basket tanpa aturan. Bebas. Dan cewek yang main Streetball jelas-jelas bukan cewek biasa.
"Gue anter pulang ya"
"Nggak usah. Nggak papa kok, lo jenguk... siapa... Ranya, lo jenguk dia aja sekarang. Gue mau cari buku dulu abis ini. So, lo duluan aja. Nggak papa"
Bian menatapku tak yakin beberapa saat. Lalu mengangguk setelah melihat aku tersenyum.
Sejurus kemudian, hanya tinggal aku bersama stik coklatku yang kemudian habis.
***
"Lo, bener-bener ganggu hidup gue!"
Livia berkacak pinggang begitu menemukanku yang masih santai duduk di ayunan. Yaa, lima belas menit yang lalu aku menelepon anak ini dan menyuruhnya untuk menyusulku ke taman. Abis dari pada aku naik taksi kan? mending naik motornya.
"Yahh, sorry deh. Gue kan cuma minta ditemenin. Bukannya itu fungsi seorang teman? Ya 'kan?" Nyengir, aku menyuruhnya untuk duduk di ayunan sebelahku yang tadi diduduki Bian. Dia nurut, meskipun diikuti misuh-misuh gak jelas.
"Hartidnas cuy... lo nggak tau aja gue lagi ngimpiin Jesse Wilde ngajak gue dinner!" ucapnya. Membuatku sontak tergelak. Jesse Wilde dari Hongkong!
"Yaudah yaudah, daripada lo mencak-mencak gaje gini, mendingan kita jalan sekarang yokk"
"Jalan kemana?" Oh iya belum dikasihtau. "Toko buku. Cepet lah, gue mau beli buku SBMPTN"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Hujan
Teen FictionAku curiga, jangan-jangan aku sudah mati makannya Regen tidak bisa melihatku bahkan sekadar menyadari keberadaanku di sini. Hello... Regen I'm here!! 31/1/16 - Aku Dan Hujan - Copyright 2016 by Shinyrainy