[27] Kembali

3.6K 233 7
                                    

"But I leave my window open,
Cus I'm too tired at night for all these games,
Just know I'm right here hopin',
That you'll come in with the rain" -Come In With The Rain, Taylor Swift

***

PERSIAPAN UN semakin gencar dan aku rugi banyak nggak masuk sekolah walaupun cuma satu minggu. Kan nyebelin, aku jadi harus meminjam catatan Aira dan menyalin ulang semuanya ke bukuku. Belum lagi latihan soal dan ulangan harian. Rasanya aku mau berhenti sekolah kalau kayak gini caranya. Huaa.

Napasku berhembus berat menatap kertas soal ulangan Fisika di depanku yang seperti sedang menjulurkan lidah. Sekarang aku di perpus, ulangan susulan. Dan asal kalian tahu, aku baru saja ulangan susulan matematika sejam yang lalu.

Kurang menderita apa lagi?

"Melody, sudah selesai?" Bu Ayu masuk ke perpustakaan dan langsung membuatku panik. Ini masih lima soal lagi yaampun yaampun gimana ini.

"Dikit lagi bu" Dari Hongkong!

Bu Ayu hanya tersenyum kecil lalu melenggang menuju deretan buku dan menghilang dibalik rak astronomi. Mataku kembali memelototi soal, mengotret, lagi, lagi, lagi, sampai bel pergantian jam-yang tandanya waktu mengerjakanku sudah habis-berbunyi dan bu Ayu mengambil lembar jawabanku.

Entah berapa nilainya nanti.

"Melooodyyy, gimana ulangannya, hm?"

Aira tiba-tiba muncul dari arah tangga dan menaik-turunkan alisnya sambil nyengir kocak. Aku menghampirinya. Mendengus.

"Menurut lo aja Ra" ucapku, dibalas tawa oleh Aira. Dia enak ulangan bareng yang lain, bisa nanya sana sini pas udah mentok-mentok banget. Lah aku? Mentokkin pala ke tembok iya.

Aku memegang kasa persegi yang masih menempel di keningku. Sebenarnya luka ini belum seratus persen pulih. Tapi dari pada harus semakin ketinggalan pelajaran 'kan? Come on guys, aku sudah kelas akhir dan tinggal menghitung bulan menuju Ujian Nasional.

"Ssstt ssstt"

Aku mengangkat wajah menatap siapa yang sekarang hendak menaiki tangga. Selda, ya. Dia membawa tumpukan buku bersampul kuning dari kelasnya-mungkin-yang pasti dia sedang menuju perpus. Yang artinya kami, aku dan Aira, harus berpapasan dengannya.

Dia sendirian.

Tadinya aku mau bersikap tidak peduli. Tidak mengacuhkannya dan pura-pura melihat kearah lain. Tapi dasar sial. Tumpukkan buku itu tiba-tiba jatuh dan berceceran di lantai koridor, tepat beberapa langkah lagi posisi kami sejajar. Dan karena ini bukan jam istirahat, hanya ada kami bertiga dan akan-sangat-aneh kalau aku masih acuh tak acuh.

Akhirnya aku berjongkok membantu cewek itu memuungut buku.

"Nggak usah sok peduli. Gue gabutuh bantuan lo!" Ucap Selda, pelan tapi tajam setelah buku-buku itu kembali betumpuk rapi. Dia lalu berjalan memasuki perpustakaan. Meninggakan aku dan Aira yang saling tatap.

Dasar Selda, sampai kapan pun aku tidak akan mengerti jalan pikirannya.

***

Regen memukul keyboard komputer dengan frustasi lalu menyandarkan tubuhnya yang letih ke sandaran kursi. Pikirannya kalut. Baru kali ini dia tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran sekolah. Perkataan Bian tadi malam terngiang-ngiang terus seperti radio usang yang enggan berhenti sebelum baterainya habis.

Dia tidak tahu mengapa ucapan itu begitu mengganggu pikirannya.

"Lo harusnya tau, ada orang-orang di sekitar lo yang berusaha untuk peduli. Lo harusnya buka mata Reg. Selama ini yang ada di otak lo cuma Embun Embun Embun dan Embun. Lo nggak pernah tau 'kan, lo nyakitin banyak orang karena obsesi lo itu"

Aku dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang