"You're the voice I hear inside my head
The reason that I'm singing
I need to find you
Gotta find you" - Gotta find you, Joe Jonas***
"ODDDDDYYYYYYYY TELEPOOONN??!"
Hhheuh. Aku menggeram kesal mendengar teriakkan lantang kak Talitha yang membuatku ingin mencekik lehernya. Jangan salahkan aku punya kakak seajaib itu. Salahkan saja mama yang doyan ngemil Toa di lima bulan kehamilannya. Yakelless,
Aku menaruh pensil yang sejak tadi kugunakan untuk mengerjakan PR Kimia dengan keras dan satu dengusan kasar. Malam-malam begini? Siapa coba yang nelepon lewat telepon rumah dan berurusan denganku? Kenapa nggak lewat Hp aja sih?
Aku terus bergumam kesal sambil berderap menuruni tangga ke arah telepon rumah yang ada di lantai bawah. Kak Litha memberikannya kepadaku, lalu berlalu menaiki tangga ke kamarnya sendiri. Kamar kami semua memang ada di lantai dua, sementara kamar mama-papa dibawah.
"Hallo?" sapa seorang di seberang telepon, yang sudah sangat ku kenali suaranya. Menggigit bibir, aku balas menyapa dan mencegah tanganku untuk mengembalikan gagang telepon itu ke tempatnya lagi. Bian nggak salah apa-apa, jadi nggak seharusnya gue jauhin dia kayak gini. Batinku.
"Kenapa malem-malem telepon?"
Terdegar helaan nafas di seberang sana.
"Alhamdulillah lo nggak langsung nutup. Lo kenapa sih Dy belakangan ini? aneh banget" cetusnya ringan, giliran aku menghembuskan nafas, duduk di kursi terdekat.
Masa aku harus cerita masalah baby bangke itu? Masalahku dengan Selda? Oh ayolah Dy, Bian nggak tahu apa-apa masalah lo sama Selda. Dia juga nggak tahu 'kan, kalau penyebab putusnya persahabatanku dengan Selda juga ada sangkut pautnya sama dia? Jadi buat apa juga aku cerita?
Toh selama ini Bian cuma tahu aku dan Selda sudah lama musuhan. Not else.
"Nggak papa" jawabku pendek akhirnya.
Bian diam selama beberapa detik sebelum akhirnya berujar 'oh' dengan nada tidak yakin. Lalu hening. Aku bingung harus ngomong apa dan sepertinya Bian juga sama. Aku baru akan menyudahi obrolan ketika Bian kembali berujar,
"Besok berangkat bareng ya Dy, gue jemput. daah" cetusnya, lalu menutup telepon secara sepihak.
Apa yang harus kurasakan?
Senang?
Bukannya seharusnya aku senang bisa kembali bersama Bian?
Aku mengacak-ngacak rambutku kesal karena sejak tadi aku tidak bisa merasa senang. Aku benci, kenapa aku tidak berbunga-bunga diperlakukan special oleh seorang Bian seperti dulu? Kenapa sekarang beda?
***
"Kenapa gitu aja nggak becus sih?!"
Cowok itu menggaruk tengkuknya sambil mengalihkan pandangan kemanapun selain kearah orang di depannya ini. Arva, dia terpaksa menuruti kemauan 'bos' gebetannya ini demi memenuhi hasratnya menjadi pacar Tasya. Orang bilang, cinta itu buta kan? Bagi orang-orang yang mau dibutakan tentu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Hujan
Teen FictionAku curiga, jangan-jangan aku sudah mati makannya Regen tidak bisa melihatku bahkan sekadar menyadari keberadaanku di sini. Hello... Regen I'm here!! 31/1/16 - Aku Dan Hujan - Copyright 2016 by Shinyrainy