When I'm Alone

67 2 0
                                    

Vic POV

Kemana Vio? Dari tadi aku tak melihatnya. Mungkin dia pulang. Ah, apa yang harus ku lakukan. Jelas-jelas ini kesalahan ku.

"Vic, ayo potong kuenya" kata Emi sambil menarik lengan ku.

Aku hanya tersenyum. Aku sudah menghabiskan hidup ku bertahun-tahun untuk pura-pura tersenyum. Ini semua hanya untuk bisnis. Andai aku bisa melupakan tentang balas budi dan yang lain, pasti aku bebas dari Emi sekarang.

Aku memotong kue besar itu dengan Emi. Dengan terpaksa aku tersenyum dan mengikuti alur cerita ini. Semua bertepuk tangan dan bergantian mengucapkan selamat.

"Bolehkah aku pergi sekarang?" Tanya ku pada Emi.

"Jangan, kau harus menemani ku Vic. Terlalu banyak laki-laki disini. Kau tunangan ku kan? Habis ini anterin ke mall ya"

"Emi, sekarang sudah jam 10 malam"

"Kan ada mall 24 jam. Ok ok?"

"Ya udah deh"

"Nah gitu dong. Oh ya, udah ah jangan main ponsel terus. Aku sita dulu ya. Kapan kau akan memberitahukan ku password ponsel mu?"

"Suatu saat nanti ya"

"Ya udah"

Sial, aku tak bisa menghubungi Vio jika ponsel ku dibawa Emi.

Berjam-jam aku melakukan hal yang sangat menyebalkan. Terlihat elegan dan pura-pura senyum cukup melelahkan.

"Ke mall sekarang aja yuk. Capek" kata Emi.

Aku hanya menurut dan mengikutinya. Selama di mobil dia terus menerus di ganggu oleh Vio kecil. Kucing nakal itu memang pantas ku beri nama Vio. Sifat mereka sama.

"Vic, ini kenapa si Vio bisa nakal banget gini sih?" Teriak Emi sambil berusaha mengeluarkan Vio dari dalam tasnya.

"Ya memang nakal, tapi aku suka padanya" jawab ku.

"Ayolah Vic, kau terlalu menyayangi Vio nakal ini! Oh iya, teman baru yang ku kenalkan pada mu saat itu juga bernama Vio. Jadi sejak saat itu aku mencoba memanggil kucing ini Vio kecil. Apakah tidak lebih baik jika kita mengganti namanya? Aku gak enak nih sama Vio"

"Tak apa, panggil saja dia Vio kecil. Dia manis sekali"

"Kau suka padanya?"

"Suka siapa?"

"Vio"

"Ya tentu saja aku sangat suka karena bulunya yang lebat dan berwarna abu-abu ini. Kucing gembul"

"Viorentina maksud ku" kata Emi.

Aku menatapnya sekilas. Ekspresinya terlihat cemas. "Kau ingin aku suka padanya?"

"Ah, tidak. Hanya saja saat kau bertemu dengan nya tadi, ekspresi mu seperti terkejut, takut, dan aneh"

"Itu hanya perasaan mu. Kau hanya mempertemukan ku dengan nya sebentar kan?"

"Iya sih. Tapi ya udah deh mungkin memang hanya perasaan ku. Tapi kalau aku laki-laki, aku pasti akan suka padanya. Dia cantik dan menyenangkan. Dia juga akrab dengan Vio kecil"

"Ya karena dia suka kucing"

"Dari mana kau tau?" Tanya Emi.

Kami sudah sampai dan dia turun dari mobil. Kenapa aku bisa keceplosan ngomong gitu sih. Harus aku jawab apa coba. "Tentu saja aku tau. Soalnya Vio kecil langsung nempel padanya. Bukan kah mustahil seorang yang benci kucing bisa di sukai oleh kucing?" Jawab ku sambil menggendong Vio kecil.

"Wah kamu memang pintar Vic. Pantas orang tua ku gak nyesel sekolahin kamu dan ngangkat kamu jadi menantunya"

Tiba-tiba Vio kecil loncat dari gendongan ku dan berlari. Dia berlari ke arah seorang gadis yang sangat ku kenal dan langsung hinggap di tubuhnya. Kenapa harus bertemu Vio sekarang? Sial! Aku sedang bersama Emi sekarang. Apa yang harus ku lakukan?

"Ah lihat! Itu Vio. Wah kebetulan sekali. Aku penasaran kenapa dia meninggalkan pesta ku tadi. Ayo kesana" kata Emi sambil menggandeng tangan ku.

"Wah-wah sepertinya Vio kecil memang suka pada mu ya. Selalu menghampiri mu" kata Emi pada Vio. Dia tersenyum sangat manis. Aku benar-benar tak tahan melihat ekspresi terpaksanya itu. "Oh ya, ternyata urusan penting itu adalah pergi ke mall? Dan kau tega meninggalkan pesta ku"

"Hehehe maaf Emi. Ada diskon besar jadi aku langsung kemari" jawabnya. Kau ahlinya berbohong Vio.

"Benarkah? Wah harusnya kita kemari lebih awal Vic" kata Emi pada ku. Aku tak menjawab karena sibuk memperhatikan Vio. Air mata nya sudah kering tapi masih terlihat di matanya.

"Ah oh ya Emi. Ada yang harus ku berikan pada mu" kata Vio tiba-tiba sambil mengeluarkan kotak kecil. "Ini, kalung ini lebih cocok untuk mu. Jadi ku berikan pada mu"

Tunggu dulu! Itu kalung dari ku kan? Kenapa diberikan kepada Emi? Bahkan menyimpan barang dari ku pun kau tak mau Vio. Kau membuangnya. Baiklah wajar saja kau marah karena memang ini salah ku. Tapi, aku belum siap kehilangan mu.

"Wahh benarkah? Indah sekali. Makasih ya Vio. Vic bantuin pakai dong" kata Emi.

Dengan terpaksa aku memasangkan kalung itu pada Emi. Tangan ku sedikit gemetar. Vio menangis. Dia meneteskan air mata gara-gara aku.

"Vio, kok nangis?" Tanya Emi.

Dia menghapus air mata nya. "Ah maaf, aku hanya terharu melihat ke mesraan kalian. Andai pacar ku juga seperti itu"

"Memangnya seperti apa pacar mu?"

"Ah tidak, lupakan saja pacar ku. Kami sudah berpisah, sepertinya. Dia menghianati ku. Dia bertunangan dengan teman baru ku sendiri, jadi aku tak bisa apa-apa"

"Apa? Astaga Vio sabar ya. Masih banyak lelaki yang lebih baik dari dia kok. Pasti kau dapat yang lebih baik. Aku yakin kau bisa dapat yang lebih baik" kata Emi sambil memeluk ku. Vio kecil sempat meronta karena terhimpit.

"Terimakasih Emi. Baiklah aku pergi dulu ya. Bye bye Vio kecil, Emi, dan Vic. Aku duluan" kata Vio sambil berjalan meninggalkan kami.

Sangat terlihat jelas bahwa semua kalimatnya tadi di tujukan untuk ku. Maafkan aku Vio. Benar kata Kevin. Aku hanya memberikan kebahagiaan sesaat untuk mu. Maaf...

Kenapa harus aku??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang