Jeri masih berdiri mematung sambil memegang pipinya yang memerah. Dia menatap punggung Helen yang berjalan cepat menuju pintu keluar taman. Dengan sigap, Jeri mengambil langkah cepat untuk menghentikan Helen.
"Hey tunggu!!!!!" Teriak Jeri yang diacuhkan oleh Helen.
Helen terus berjalan keluar dari taman. Jeri tidak akan membiarkan ini terjadi. Dia harus berbicara dengan Helen. Ini merupakan kesempatan yang baik. Hanya ada dia dan Helen tanpa orang lain yang menginterupsi.
Akhirnya, Jeri berhasil menggapai lengan Helen yang masih dengan muka cueknya menahan dirinya untuk berbalik menghadap Jeri. Jeri memaksakan Helen untuk membalikan tubuhnya. Namun Helen menolak untuk menatap wajah Jeri.
"Kau kembali" Jeri tersenyum lega saat Helen mau melihat manik matanya. "Kemarin aku menjemput Lena dari rumah sakit dan mengantarnya pulang. Dia mengatakan jika kau sudah pergi. Aku takut kamu tidak kembali lagi. Kamu tahu, kita bahkan belum bicara sepatah katapun dan kita butuh untuk membangun komunikasi seperti dulu lagi."
"Tidak ada yang perlu dibicarakan diantara kita. Semuanya sudah berakhir. Sekarang kamu adalah calon adik ipar ku. Bahkan, aku sudah tidak mengaggapmu sebagai sahabatku. Aku hanya menghormatiku sebagai seseorang yang berarti bagi Lena."
Helen berkata tegas dan dingin meski dalam hatinya ia hancur berkeping-keping. Tatapan matanya tajam menembus bilik mata jeri. Seketika Helen melihat ada emosi yang tersembunyi disana. Rasa sakitkah? Amarah? Atau cemburu? Helen tidak mau banyak berharap.
"Bukan berarti hubungan persahabatan kita sampai disini. ada segudang cerita yang telah kamu lewatkan. Kita butuh bicara. Aku harus memberitahumu beberapa hal."
"Bicara apa?" nada bicara Helen meninggi. Emosinya meningkat tanpa alasan yang jelas.
"kamu sudah mencuri sebuah ciuman dari mulutku. Dan ya Tuhan..." Helen berdecak frustasi. "Bagaimana jika Lena mengetahui itu. Kamu bisa bayangkan bagaimana perasaannya. Dan bagaimana perasaanku menanggung rasa malu dan menganggap diriku murahan karena, karena, karena aku juga sempat menikmatinya" Mata Helen berkilat. Namun perlahan dia memelankan suaranya seiring menurun emosinya. Tubuhnya melemas.
"Aku bahkan melihat pria oriental gendut yang di tangkap di klub itu menciumi hampir seluruh wajahmu sebelumnya. Dan melihat semua itu, aku tidak menyukai itu. Kejadian itu merupakan pelampiasan emosiku dengan apa yang aku lihat sebelumnya. Kamu ada disana dan kamu berpura-pura tidak mengenaliku. Dan dengan mudah aku memepercayai apa yang kamukatakan. Aku meyakinkan diriku jika gadis yang kulihat itu bukan kamu. Itu bahkan bukan gayamu untuk berpenampilan seperti itu. Namun melihat pria itu memperlakukanmu, aku,,,, aku hanya tidak menyukainya."
"Cukup, Jer." Pinta Helen, memelas.
"Aku bahkan ingin meneriakan alasanku melakukan ini semua. Aku ingin kamu mengerti. Tapi aku tahu itu tidak benar." Kata Jeri seolah berbisik pada dirinya sendiri.
Helen diam saja. Jujur dia bingung kemana arah pembicaraan ini.
Semilir angin berhembus tiba-tiba dan menerbangkan rambut panjang lurus Helen. Helen selalu mengharapkan status lebih dari Jeri sejak dulu. dan status itu akan berubah. Bukan seperti yang Helen harapkan. Melainkan sesuatu yang selalu Helen hindari dari dulu.
Dia merasa berdosa karena setelah lebih dari 10 tahun memendam rasa untuk Jeri. Kini statusnya akan berubah menjadi adik iparnya. Dan hanya sebatas itu status mereka. Tidak akan lebih. Helen masih tetap dengan perasaan yang sama untuk Jeri.
Helen melepaskan tangan Jeri yang bertengger dipundaknya dengan lembut.
"Mungkin aku terlambat setahun, tapi selamat untuk pertunanganmu dengan adik kembarku. Sekarang kita merupakan sebuah keluarga." Katanya sambil menepuk lengan Jeri dengan pelan. Itu merupakan usahanya untuk menyembunyikan rasa sakitnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HEL...LENA
ChickLitHEL...LENA Lima tahun yang lalu, Helen memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya. Ia bosan merasa asing didalam keluarganya. Ia bosan dicemoohkan dipergaulannya Ia bosan selalu dibandingkan dengan saudara kembarnya yang cantik dan anggun Lima tahun...