Lena's

27K 1.3K 18
                                    

Haloo,, akhirnya setelah berbulan-bulan merepost ulang cerita ini, cerita ini sudah kembali ke penghujung akhir.. ya meskipun masih banyak banget typo untuk di setiap partnya, akan aku usahakan untuk tetap memperbaikinya.

Dan sesuai janjiku, aku akan segera mengupdate epilog cerita ini. Yeayy! Masih banyak beberapa hal yang belum selesai dan menggantung. Dan aku akan mengusahakan agar semuanya terjawab di epilog.

Epilognya sendiri masih dalam proses. Dan aku juga minta maaf jika nanti ada yang tidak sesuai dengan harapan kalian.

Dan aku mengucapkan banyak terimakasih ke kalian semua. Ini adalah cerita pertama yang berhasil aku selesaikan.

Dan maaf juga buat kekurangan cerita ini.

Dan jangan pernah segan untuk memberikan kritik, saran, atau koreksi.

With ♡♡, T.

●○●

Entah mengapa aku selalu merasa iri dengannya. Padahal dia tidak pernah berbuat salah padaku. Bahkan dia selalu ada untuk menolongku jika aku kesulitan. Tapi entah mengapa aku selalu ingin menjadi lebih unggul darinya. Aku ingin merebut segalanya darinya. Dan aku tahu betapa jahatnya aku terhadap saudara kembarku sendiri.

*13 tahun sebelumnya*

Kami berdua pulang sekolah dengan ceria. Kami berlari menerobos derasnya hujan sambil bergandengan tangan. Aku tahu, Helen sedang bahagia. Dia sedang mengalami cinta monyet pertamanya. Meski dia tidak menceritakannya padaku, aku tahu. Aku tahu segalanya tentang dia. Bahkan setiap kali dia melirik cowo aneh dan dekil yang namanya Jeri itu. Aku tahu bahwa pipinya akan selalu bersemu merah.

Aku tahu, karena semua tentang Helen, aku tahu.

Kami terus berlari-lari kecil sambil tertawa riang, mengabaikan pandangan orang yang menatap kami aneh. Kami tertawa seperti tidak ada beban. Tidak kami pedulikan lagi seragam kami yang sudah basah kuyub. Juga buku-buku yang ada dalam tas kami. Kami tidak peduli.

Tiba-tiba, punggungku terasa nyeri. Sangat nyeri. Rasanya seperti tersayat oleh pisau. Aku menghentikan langkahku sementara Helen tetap melangkah. Setelah beberapa langkah meninggalkan aku dibelakang, Helen sadar bahwa aku sudah tidak berada disampingnya. Dia menoleh dan langsung panik berlari menghampiri tubuhku yang mendadak kaku dan memeluku saat melihat wajah menahan kesakitanku.

"Lena, kamu kenapa?"

Aku tidak kuat untuk menjawab pertanyaannya. Tubuhku mendadak kaku. Helen membopongku dan mendudukan aku di trotoar. Dia mengambil ransel dari punggungku dan dia sematkan pada bahunya. Aku tahu, membawa tasnya saja sudah berat, apalagi harus membawa punyaku. Tapi itulah Helen. Dia adalah anak perempuan yang sangat kuat. Dia tidak pernah kenal yang namanya bahaya. Bahkan, demi orang lain, dia tidak memikirkan dirinya sendiri.

Setelah sakitnya sudah mulai mereda, Helen membantuku untuk berdiri. Dia menopang setiap langkahku. Hujan masih belum reda meski sudah tidak sederas tadi. Dengan susah payah dia membantuku berjalan hingga kami tiba di rumah.

Helen membukakan pintu rumah. Mama dan papa menyambut kami dengan tampang horor mereka. aku tidak pernah melihat mereka seperti ini. Tapi aku dapat merasakan aura ketegangan dan kesedihan bercampur.

Yang membuat aku kaget adalah mama langsung maju dan menampar Helen. Helen sangat terkejut. Dia bahkan langsung memegang pipinya yang memerah. Yang membuat aku semakin terkejut adalah mama langsung memberiku handuk dan mengantar aku ke kamar meninggalkan Helen yang masih berdiri terpaku. Aku melirik ke belakang. Helen masih berdiri disitu. Aku dapat melihat sebutir air mengalir cepat dari matanya.

HEL...LENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang