Helen masih terpaku menatap kekosongan di depannya. Ia masih mengacuhkan ajakan orang tuanya untuk berbicara. Segala rayuan dan bujukan telah dikerahkan oleh Leonard dan Kiara agar Helen menanggapi kehadiran mereka. Namun nihil, Helen tetap tak bergeming.
Sejak dokter muda itu mengatakan jika Syaraf kaki Helen akan mengalami syok karena menghindari ledakan itu, Helen hanya diam manatap kedepan. Ia mengacuhkan keberadaan orangtuanya. Ia mengacuhkan semua yang ada di ruangan itu. Setelah dokter itu pergi, hanya kebisuan yang menghinggapinya.
Setelah dokter itu keluar ruangan, Helen terus berusaha menggerakan kakinya. Setiap mencoba, rasa ngilu akan mengalir ke seluruh tubuhnya. Setelah capek menahan sakit, akhirnya Helen menyerah mencoba untuk menggerakan kakinya. Sementara Leonard dan Kiara terus membujuk Helen agar menghentikan usahanya karena tidak tega melihat ringisan kesakitan setiap kali Helen berusaha.
Helen menitikan air matanya. Hatinya sakit. Kembali terbayang bagaimana saat detik-detik ledakan itu terjadi. Helen membenci kisah hidupnya. Helen membenci takdir yang menimpanyabnmñn
Helen menangis dan tetap tidak bergeming. Sementara Kiara dan Leonard hanya berdiri di sisi tempat tidur sambil saling berangkulan. Mereka mencoba mengerti kondisi putri mereka yang sedang belajar untuk menerima keadaannya.
Terdengar suara pintu terbuka. Helen mendengarnya namun ia tetap diam membisu menatap ke depan. Terdengar suara helaan napas lega. Helen mengenalnya. Itu adalah Rudi.
"Sore Om dan Tante" Rudi menyapa, dengan ramah. "Boleh saya masuk dan melihat keadaan Helen?." Pintanya, dengan sopan.
"Silahkan" Leonard tersenyum. Dalam senyuman Leonard, terkandung sebuah harapan. Mungkin dengan bujukan Rudi, Helen mau bergeming mengingat kedekatan mereka saat Rudi bertamu waktu itu.
Leonard menepuk bahu Rudi yang keras karena otot. Ia mengajak isrrinya untuk keluar dari ruangan itu. Tinggalah Rudi yang mengamati Helen masih larut dalam kebisuannya menatap kekosongan.
Karena Helen yang tetap tidak mau bergeming, akhirnya Rudi melangkah mendekat ke tempat tidur Helen dan menghela nafasnya. "Aku minta maaf. Seharusnya aku yang kena tembak. Tapi kamu malah keluar dari tempat berlindungmu dan malah menembak orang itu. kamu tenang saja. mereka semua sudah mati."
Helen mendengar namun tetap tidak merespon semua perkataan Rudi. Rudi duduk dipinggir tempat tidur.
"Helenn..." Rudi mencoba memanggil Helen. Tetap, tidak ada jawaban. "Aku sudah tahu apa yang terjadi pada kakimu itu. kata dokter, itu hanya syok sementara. Kamu hanya perlu melatih kembali syarafmu kakimu supaya kembali normal. Kamu pasti bisa."
Helen tetap tidak berhenti menatap kekosongan mengacuhkan Rudi.
"Helennn.. kamu jangan begini terus. Aku sedih melihatmu begini. Rasanya aku jadi ingin menyalahkan diriku sendiri. Seandainya..."
Tidak! Tidak boleh ada kata seandainya!
Helen melirik kearah Rudi. Sebencinya dengan takdirnya, ia tidak mau membuat Rudi merasa bersalah. Semuanya memang sudah terjadi. Helen menggeleng pelan kepalanya sambil menahan tangisannya dan menyebabkan sebutir airmata meluncur di pipinya. Ia masih enggan untuk mengeluarkan suaranya.
"Melihat mu seperti itu membuatku teringat dengan Helen yang pertama kali ku temui lima tahun lalu. Seorang gadis yang polos. Seorang gadis yang selalu menatap kekosongan. Seorang gadis yang selalu terlihat bersedih. Gadis yang membuatku tertarik untuk terus membuat gadis itu tertawa."
Helen mengernyitkan dahinya saat mendengar celotehan Rudi. Rudi malah memasang muka jenakanya saat melihat ekspresi Helen yang masih heran dengan perkataan Rudi barusan. "Masa?" akhirnya Helen tidak tahan untuk terus menyembunyikan tawanya. Ia tersenyum karena tidak tahan melihat muka Rudi yang juga sedang menahan tawanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HEL...LENA
Chick-LitHEL...LENA Lima tahun yang lalu, Helen memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya. Ia bosan merasa asing didalam keluarganya. Ia bosan dicemoohkan dipergaulannya Ia bosan selalu dibandingkan dengan saudara kembarnya yang cantik dan anggun Lima tahun...