#ON THE SPOT

35.8K 2.3K 14
                                    

Sudah dua hari sejak ia tiba di kota itu. Helen tidak pernah keluar dari dari sarangnya. Ia begitu sibuk dengan rencana strategi penangkapan Koh Dirmo yang akan dilaksanakan malam ini.

Malam ini, dengan balutan dress berwarna merah, Helen mendatangi Club Da Mi Amo, tempat nongkrongnya semasa SMA dulu.

Ia sudah mempertimbangkan penampilannya matang-matang. Ia akan menyamar sebagai Callista, seorang wanita sosialite kelahiran Amerika yang sedang di rehab di Amerika. Dan sebuah keberuntungan karena keluargan Callista menyembunyikan Kondisi Callista karena dianggap dapat menghancurkan bisnis pertelevisian keluarga mereka. Ini menguntungkan. Koh Dirmo tidak akan curiga dengan kedatangan "Callista" palsu.

Callista merupakan seorang rekan bisnis gelap yang dijalankan oleh Koh Dirmo. Dari data yang sudah dikumpulkan dan dianalisis, Callista dan Koh Dirmo hanya pernah bertemu sekali. Semoga, penyamaran Helen malam ini tidak sia-sia.

Helen mengenderai mobilnya dengan santai. Tidak tergesa-gesa. Setiap jalan yang dilewatinya terasa sangat familiar

Club ini banyak berubah. Menjadi lebih gelap dan terlihat lebih kotor dengan gadis-gadis berbaju seksi dan muka para pria dewasa yang mesum. Music edm mengalun keras menggantikan nuansa pop pada club ini 5 tahun lalu. Pengunjungnya didominasi oleh kelas kantoran. Bukan lagi anak-anak muda yang ingin melepas penat belajar.

Wajar saja jika Koh Dirmo menjadikan tempat ini sebagai pusat penyelundupan narkoba yang di impor dari Thailand. Tempat ini terlihat seperti tempat perkumpulan orang-orang stress yang butuh obat penenang. Dan tempat ini juga sepertinya cocok untuk bisnis gelap seperri perdagangan manusia. Helen jadi muak.

Saat ini, BNN sedang melakukan kerjasama terhadap Negara siam itu dalam memberantas hubungan perdagangan gelap ini. Memang terlihat beberapa warga negara asing di sini.

Helen menuju kamar mandi. Sejujurnya ia cukup tegang malam ini. Ia takut jika ia bertemu dengan seseorang yang mengenalnya. Atau bahkan jika ia bertemu dengan orang-orang yang telah melukainya. Perasaannya sungguh tak enak.

Helen mengeluarkan lipstik merah dari tasnya dan segera memoleskannya ke bibirnya. Hp Helen berdering saat Helen masih membenarkan polesan lipstiknya yang berantakan dengan jarinya.

"Halo."

"Helen, kamu sudah siap?? Jangan lupa, pancing obrolan kamu dengannya sesuai dengan skrip yan udah kita buat. Jangan lupa dengan strategi yang udah kita buat."

"Iyaaa, Rudi." Helen mendengus. Seperti biasa, Rudi sangat cerewet.

"Jangan lupa, cek lagi semua persiapannya ya. Jangan lupa cek alat perekam yang ada di kalungmu. Jangan lupa juga, bawa senjata kecil untuk berjaga-jaga."

"Iya, Pak Cerewet" Helen dan Rudi memang sudah sangat akrab. Rudi sebagai keponakan Dewi dan sebagai teman sepelatihan Helen, Helen sudah terbiasa untuk bercanda gurau dengannya. Meski Rudi sering menjadi bosnya dalam beberapa kasus.

"Helen, selamat berjuang. Jaga dirimu. Maaf tidak bisa membantumu dilapangan. Aku harus memantau dari kantor polisi."

"Siap bos" sambungan langsung terputus.

Helen mengecek kembali alat perekam dan pelacak agar tidak menimbulkan kecurigaan. Tidak lupa pisau kecil yang ia selipkan di kantong dressnya dan pistol yang ia sembunyikan dalam tasnya

Helen melihat penampilannya di cermin. Ketika hendak pergi tadi, Helen memastikan tampilannya berubah agar tidak mudah dikenali mengingat banyak kenalannya didaerah ini.

Dengan make up tebal dan kartu nama palsu akan melunturkan identitas aslinya.

Helen menunggu sembari meminum minuman alkohol favoritnya sejak SMA. Seketika sebuah sentuhan menyentuh pundaknya,

HEL...LENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang