XVII - Second Mission {In the Forest} -

779 59 7
                                    

Aryo Gunawan

Setelah gue menunggu sekian lama..akhirnya gue dibuatin POV jugaa!! Sebenernya gue mau mengawali POV gue ini dengan penuh canda-tawa. Tapi, apa daya, situasi yang gue alami nggak mendukung sama sekali. Situasinya nggak peka.

Gue menjalankan mobil gue kek orang kesetanan. Masalahnya, mobil yang gue kejar cepet banget.

Oke, kalian pasti heran kenapa gue dan temen-temen gue yang duduk dimobil gue berada dalam situasi ini. Jadi gini, pagi-pagi buta, gue dapet SMS dari si Yayang (Rian) kalo gue disuruh kesekolah jam 10 naik mobil. Gue heran, kenapa nggak dia aja yang bawa.

Gue nurut aja. Waktu gue otewe markas, gue dapet SMS dari Kak Clarisa—wali kelas kami yang kece gawol yang gawolnya melebihi gue yang notabene cowok tergawol disekolah. Inti SMSnya, nggak jadi kumpul di markas tapi di kelas. Lagi-lagi gue nurut.

Setengah jam kemudian, Vall-Zevan-Zio-Kazu dateng. Muka mereka agak-agak pucet sepucet papan tulis. Mereka cerita tentang apa yang mereka alami di perpus. Gue nggak mau ceritain lagi. Eneg gue. Dan pasti udah dijelasin di POV sebelumnya.

Si hantu Belna—yang betewe, sekarang jadi cakep bro—memberikan sepucuk kertas warna tai bertuliskan tinta merah. Yeah, sapa lagi kalo bukan dari si brengsek Oscar-Vero-Febrio-Marco?

Gini nih isinya.

kafe Andromeda. Hari ini jam 11. Meja paling pojok, meja terjauh dari kasir. Penting.

-Oscar, Vero, Febrio, Marco-

Heran gue, emang masih jaman maen surat-suratan? Kalo cewek, oke lah. Lha, ini, cowok. Keliatan banget kalo mereka pengecut. Lagian, kenapa mereka nggak langsung SMS aja?

Oh, ya, gue lupa kalo mereka nggak punya no HP gue ato 3 curut.

Si Chiza-Ken bilang kalo kita ikuti permainannya. Tapi, mereka juga ikut. Vall, Zio, Zevan, Ken ikut mobil gue. Kazu, Nisha,Chiza ikut mobilnya Julio. Dareen, Shera, Julius, Viena ikut mobilnya Si Yayang (Rian). Ternyata 3 curut itu juga bawa mobil. Sekedar informasi, gue, Rian, Julio udah punya ktp.

.

.

.

Ktp palsu maksudnya. Tapi, nggak pa-pa. 2 taun lagi gue, eh salah, kami punya yang asli.

Sampe di kafe Andromeda, gue langsung memarkirkan mobil gue ke perkarangan parkir. Kami keluar kecuali Chiza, Nisha, Ken, Julius. Mereka sibuk bikin rencana selanjutnya. Ya elah, gue kira mereka udah bikin. Dan Julius? Dia ngerecokin hantu-hantu berkeliaran buat ngintai si trio brengsek. Kadang gue heran sama jalan pikirnya si curut satu ini.

Vall, Zio, Zevan, Kazu mengintai pintu belakang. Shera-Dareen nyamar jadi pelanggan. Dasar tukang nyamar.

Viena? Dia dan Kak Clarisa—yang betewe baru dateng setelah mengurus masalah mayat di markas—menyusup ke ruang CCTV.

Katanya, pihak sekolah sempat bingung mau memberiakan mayat Vanesa ke siapa. Yah, karena alm. Vanesa yatim piatu dan sekoalah nggak tau no telfon dan alamat keluarganya. Gue nggak tau lanjutannya.

Lanjut. Shera dan Dareen masuk ke kafe duluan. Gue mangap kek kuda nil nguap waktu ngeliat mereka berjalan masuk dengan gaya mesra. Dareen melingkarkan tangan kirinya di leher Shera dan Shera memeluk pinggang Dareen dengan tangan kanannya. Padahal biasanya mereka adu mulut. Ini perlu diselidiki.

Beberapa menit kemudian, gue, Julio, Rian masuk dan langsung menuju meja paling pojok ples jauh dari kasir. Baru melangkahkan kaki di dalem kafe, kami denger suara teriakan membahana yang berasal dari suatu tempat jauh dari pintu masuk. Para pelanggan hanya geleng-geleng kepala. Mungkin dipikiran mereka ini hanya keisengan belaka.

The Guardian SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang