XXXVI - Study Tour

782 56 6
                                    

Author POV

"VALLL!! DOMPET GUE MANAAA!?" teriak Zevan dari kamarnya. Vallery memasukkan baju terakhir serta peralatan mandi yang dibawanya kedalam koper biru navy.

"MANA GUE TAU!" balasnya teriak. Lha, yang punya dompet siapa? Pikirnya. Ia menutup kopernya dan meletakkannya di sebelah kasur. Charge, dompet, earphone, dan sebuah novel ia masukkan kedalam tas selempang—yang lagi-lagi—berwarna biru. Tapi kali ini warna biru dongker-merah, senada dengan sepatu dan jaket yang sudah dipakainya.

Penampilan Vallery cukup simple. Kaos lengan pendek warna abu-abu dengan tulisan 'A Dream' dan celana jeans pensil warna biru dongker kehitaman. Jam tangan warna navy dan gelang warna merah menghiasi pergelangan tangannya. Sedangkan rambutnya dibiarkan terurai dengan hiasan pita kecil merah, pemberian Mamanya. Wajahnya ia poles bedak tipis, itu pun berkat paksaan Mamanya.

Setelah merapikan barang bawaannya, Vallery memakai tas selempangnya. Tangan kanannya menyeret kopernya dan tangan kirinya membawa sepatu kets wedges warna biru dongker-merah setinggi 4 cm.

Sampai di ruang tengah, ia menaruh barang-barangnya dekat sofa lalu menuju dapur. "Pagi Ma" sapanya. "Pagi juga. Ayo dimakan, keburu telat nanti." Vallery mengangguk lalu berdoa. Setelah itu, ia segera menghabiskan sarapannya. Sebenernya Vallery ngantuk berat karena tadi malam habis begadang main game bareng Zevan. Tapi, karena ada acara yang—mungkin—cukup seru pagi ini, dia menekan rasa ngantuknnya.

Tidak lama, kakak sepupunya—Zevan—turun dengan bawaannya yang kurang lebih sama seperti Vallery. Penampilannya pun juga simple, tapi, membuatnya tampak keren. Kemeja merah kotak-kotak lengan pendek yang semua kancingnya dibuka, menampilkan kaus abu-abu polos, celana jeans panjang hitam dan jam tangan hitam menghiasi pergelangan tangannya.

Sama seperti Vallery, ia menaruh barang bawaannya dekat sofa lalu menuju dapur dan duduk disebelah Vallery. Setelah berdoa, ia menghabiskan makanannya. "Gu, ekhem, aku ngantuk berat. Gegara lo, eh, kamu nih Vall!"

"Hah!? Kok gu-aku!? Bukannya kamu yang ngajakin maen ps tadi malem!?"

Sebagai informasi tambahan, kedua saudara ini dilarang bicara menggunakan gue-elo dirumah. Kalau ketahuan melanggar, uang jajan mereka dikurangi 20 persen. Yang membuat peraturan ini, siapa lagi kalau bukan Mamanya Vallery? Ah, Mama Zevan juga sih. Itu demi mengurangi tingkat kebrutalan mereka berdua. Yeah, walaupun itu tidak peraturan berpengaruh sama sekali bagi mereka. Nyatanya, mereka menggunakan gue-elo disaat tidak ada Mamanya.

"Sudah-sudah. Liat jam berapa ini? Mau telat?" lerai Mama Vall—by the way—yang bernama Veranica. Jadi, kita panggil saja Vera.

Dengan segera, mereka menghabiskan makanan masing-masing. Setelah itu, mereka mencuci piring masing-masing dan menggeret bawaan mereka kedalam bagasi mobil. Beberapa menit kemudian, mereka berangkat kesekolah. Tentu saja Vera yang menyetir.

Hm, mari kita lihat keadaan Achazio dan Kazuto. Yeah, Kazuto masih menginap di rumah Achazio.

Kazuto keluar dari kamar mandi dengan pakaian simple. Kaos merah lengan sesiku dan jeans panjang. Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil memandangi sahabatnya yang masih tidur dengan nyenyaknya. Padahal 15 menit lagi, bus akan berangkat.

Tiba-tiba, keusilan Kazuto muncul. Dia menaruh handuknya ditempatnya lalu kembali kekamar mandi. Ia mengisi setengah gayung lalu membawanya ke luar. Kazuto tersenyum licik lalu menyiram Achazio dengan air di gayung tadi.

Achazio langsung terduduk seraya mengumpat. "Anjritt...Siapa yang nyiram gue!? Kaz, lo sahabat gue bukan sih? Tega banget lo!" Melihatnya, Kazuto terbahak sampai perutnya sakit.

The Guardian SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang