XXXVII - Curse

880 67 14
                                    


Jenifer Shera

"Hosh..hosh. Lagi?"

Akhir-akhir ini, setiap jam 3 pagi, gue terbangun. Karena mimpi buruk yang sama. Sampe bosen gue mimpi'innya. Inget mimpi buruk itu kan? (XXXIII – A Dream) Nah! Gue udah mimpiin itu sejak beberapa bulan lalu. Dan orang 'itu' semakin lama semakin jelas.

Gue tau siapa dia. tapi gue nggak bisa kasih tau semua orang. Termasuk kalian. Gue takut bakalan memperburuk suasana.

Sial. Kenapa dia? kenapa harus dia yang tau?

Kenapa bukan gue aja?

Arrgghh..sial. Semoga gue bisa ngubah itu. Semoga kalau hari itu tiba, gue bisa menyelamatkannya.

Gue berdiri bermaksud ke dapur, ngambil minum. Haus banget gue.

Baru saja berjalan beberapa langkah, ada pisau yang diarahkan ke gue dari belakang. Kira-kira pake tangan kiri, dan tangan kanan orang itu memegangi kedua tangan gue kebelakang. Gue terkunci.

"Apa mau lo?"

"Wow, berani juga ternyata. Mau gue simple. Gue tau lo abis mimpiin masa depan. Gue cuma mau lo nggak nyeritain itu ke orang lain. Kalo ada orang lain yang tau, semua temen lo termasuk 'first love' lo bakalan bernasib sama dengan orang dimimpi lo."

Kalo kamar gue terang, gue bisa liat wajah orang ini dari cermin disebelah gue. Sialnya, gelap banget. Gue nggak bisa liat. Ditambah, kayaknya dia make topi dan masker.

"Cih." Dengan terpaksa gue bilang "oke. Dan, gimana cara lo kesini?"

Gue ngerasa dia menoleh ke balkon kamar gue. Gue ikut ngeliat kearah sana. Terbuka. Jadi gitu caranya. Hebat. Niat banget manjat ke lantai 2. Pisaunya ditarik dari leherku.

Dug..sial. dia mukulin gagangnya ke tengkuk gue. Gue ambruk seketika dan semua gelap. Di lain sisi, gue bersyukur yang di pukulin ke tengkuk gue bukan bagian yang tajem.

**************

Jam 6 pagi, gue udah menyeret Dareen menuju sekolah. Gue berangkat sepagi ini buat nyari Vall. Gue mau ngasih dia kode walaupun kemungkinan dia ngerti kode gue Cuma 10%. Dia nggak peka banget gitu lho.

Gue milih Vall karena gue yakin dia tau tentang ini karena kekuatannya. Setau gue, dia bisa liat tanda-tanda kematian.

"Shalom dan pagi semua. Vall mana?" tanya gue setelah memasuki kelas. Dari ekor mata gue aja, gue tau kalo Dareen memandang gue heran. Biasanya gue masuk kelas Cuma ngucapin salam dan langsung duduk.

"Tumben berangkat pagi Sher? Ada apa mangnya?" tanya Vall bangun dari posisinya. Gue berjalan ke bangku gue dan menaruh tas gue. "Gue mau ngomong 4 mata. Penting."

"Gue nggak dikasih tau? Ratu kejam amat" sahut Dareen. Abaikan dia, nggak penting. Gue dan Vall keluar menuju rooftop gedung ekstra.

-

"Ngomong apa Sher? Kayaknya penting banget" tanya Vall setelah duduk.

"Langsung aja ya. Gue mau tanya, lo bisa ngelita tanda-tanda kematian nggak? Pake kemampuan lo itu."

Raut wajah Vall berubah serius. "Bisa. Sebenernya gue juga udah liat sekilas aura itu. Kira-kira 4 kali. Kemaren, waktu UAS, kita jalan bareng waktu liburan, dan study tour 2 kali. Jangan bilang lo, udah 'ngeliat' itu?"

Gue mengangguk dan memelankan suara gue. Siapa tau orang yang tadi pagi itu ada disekitar sini. "Udah. Akhir-akhir ini, gue juga mimpiin masa depan tentang 'itu'. Dari 'awal' sampe 'akhir'. Dan, tadi malem gue mimpiin itu lagi. Gue tau siapa orangnya."

The Guardian SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang