XXXIII - A Dream

1K 60 3
                                    

Aprilia Vallery

Setelah apel penutupan dan beres-beres tentunya, kami kembali kesekolah lalu pulang kerumah masing-masing. Sampai dirumah, aku menaruh barang-barangku dan mandi. Nggak lama, Zio jemput aku pake motornya. Sesuai janji, aku ikut Zio ke tempat adiknya beristirahat. Sebelumnya, kami membeli bunga dulu.

Sampai di tempat itu, Zio memarkirkan motornya lalu kami masuk. Kami berhenti disebuah makam bertuliskan 'Carlie Acchan'. Kami menaburkan bunga diatasnya lalu berdoa.

"Hai dek, gue dateng lagi. Sori ya, gue jarang kesini. Gue sibuk soalnya. Oh, ya, kali ini gue bareng cewek cakep. Sahabat gue selain Kazu. Gue sayang banget sama dia, sama kayak gue sayang ke elo. Dia nih cewek yang paling ajaib. Kadang tomboy kebangetan, kadang kayak cewek. Kadang cuek, kadang pengertian. Dan dia nih nggak peka banget" katanya seolah-olah aku nggak ada disini.

Bias-bisanya dia ngomongin aku disaat aku ada disampingnya. Tapi nggak apa sih. Aku lebih suka orang kayak gini (ngomongin orang didepannya) dari pada orang yang ngomongin aku dibelakang.

"Iya deh, gue emang nggak peka."

Zio nyengir kearahku. "Hehe. Gue kan jujur."

"Car, kenalin, gue Aprilia Vallery, sahabat cewek satu-satunya Zio. Tau nggak , kakak lo ini kebo tingkat dewa. Kerjaannya tidur mulu. Pagi siang sore. Dikelas aja dia tidur. Kayak nggak ada kerjaan lain gitu. Tapi, gue nggak tau kenapa, dia selalu update. Padahal tidur terus."

"Iya dong Vall. Gue kan hebat."

"Ck, dia juga nyebelin Car. Liat aja barusan."

Zio nyengir. "Tapi ngangenin kan?" katanya sambil naik turunin alisnya.

"Nggak banget" jawabku. Padahal dia emang ngangenin. Serasa sepi gitu kalo dia nggak ada. Tapi aku nggak sudi ngomong itu didepannya. Malesin banget. Ntar dia kepedean lagi.

"Hahaha. Yaudah deh, Car, gue pulang dulu ya. Capek gue abis kemah. Nanti gue usahain sering-sering kesini. Ya nggak Vall?"

"Iya Car. Tenang aja, nanti gue yang ngingetin kakak lo. Bye Car. See you."

Lalu kami bangkit berdiri dan meninggalkan makam ini. Zio mengajakku ke kafe sebentar. Aku iyain aja. Aku yakin Zio mau ngomong sesuatu atau apalah tentang adiknya. Aku masih peka dikit ya.

Nggak taunya, Zio ngajak aku ke kafe Victoria punyanya Viena. Pilihan yang bagus. Menurutku, kafe ini keren dan cocok buat ngobrol atau ngerjain tugas. Sebenernya aku juga ikutan mendekor kafe ini. Viena yang minta. Dia juga minta tolong ke Shera, Chiza, dan Nisha. Kali ini, kami mendekornya menjadi tema chocolate. Dari menu sampai dekorasinya. Biasanya sih, kami mengganti dekornya sebulan sekali.

"Zi, duduk di tamannya aja ya. Enakan disana."

"Lo udah pernah kesini Vall?"

"Ya udah lah. Sering malah. Lo baru kali ini?"

"Iya. Kok lo nggak ngajak gue?"

"Yah, gue kan seringnya kesini buat dekor. Sekalian ngemil juga sih."

"Dekor? Lo kenal pemiliknya?"

"Lha, lo nggak tau pemiliknya?" tanyaku keheranan. Dia menggeleng. Aku kira Zio tau. "Hahaha. Yang punya Viena, Zi. Viena minta tolong sama gue, Shera, Chiza, Nisha buat ngurus dekorasi. Masak lo nggak tau sih?"

"Nggak. Yaudah deh. yuk Vall." Lalu kami menuju kebelakang dan duduk disalah satu meja di taman.

"Mbak Vallery dateng lagi ya? Sama siapa mbak?" tanya salah satu pegawainya. Mbak desti.

The Guardian SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang