XXIV - Second Mission {Help Me! 2} -

743 64 9
                                    

Aprilia Vallery

Tap..tap..tap...aku terbangun karena suara langkah kaki mendekat. Aku mengerjapkan mata, beradaptasi dengan ruangan yang terang benderang. Udah pagi ternyata.

Lalu ada yang menepuk pipiku dan mengguncang badanku. Aku tetep diem, nggak bisa buka mata. Syur..."ANJRITTT!!! KAMPRET!! PERIH NYING!!" teriakku lalu langsung duduk.

Aku menggigit bibir menahan perih. Aku berusaha santai dan memasang poker face. Aku menatap tajam oknum yang beraninya membangunkanku dengan cara menyiram air garem. Bayangin aja rasa perihnya.

"Hm, udah punya tenaga rupanya. Mending lo makan dulu." Dia meletakkan sepiring nasi goreng. Aku menganga. Ada ya penjahat yang ngasih makanan ke korbannya? Baik bener.

"Cepet makan sebelum gue berubah pikiran" katanya dingin. Aku menghapus pikiran yang menganggap dia baik. Nyatanya, semua penjahat nggak ada yang baik.

Aku memakannya dengan cepat lalu meletakan piring di lantai. Walaupun agak lemes gegara menahan perih, tubuhku sudah agak bertenaga. Tapi tetep aja nggak bisa berdiri. Kakiku perih banget bro.

Alhasil, aku hanya bisa duduk tegak menyender pada dinding. Dingin. Kepalaku juga udah nggak pusing lagi.

Aku mengedarkan pandangan kesekitar. Sebuah sofa warna merah darah, meja kayu didepannya, sebuah lemari, sebuah rak, dan wastafel. Satu pertanyaan, kemana ketiga penjahat yang lain?

Yah, ada 4 penjahat, 3 cowok dan 1 cewek. Aku belum yakin siapa aja, tapi kira-kira, namanya Elang, Oscar, cewek yang kemaren itu, dan cowok didepanku ini. Semuanya pakai topeng yang menutupi sebagian wajahnya. Aku membedakan mereka dengan suaranya.

Tentang Oscar, aku yakin dia pura-pura jadi korban. Biar nggak ada yang mencurigainya. Aku yakin banget.

"Gue punya penawaran menarik. Gue harap lo mau terima." Aku memandanginya tajam dan serius.

Author POV

"Gue punya penawaran menarik. Gue harap lo mau terima."

Vallery menatap tajam cowok yang mengucapkan sebuah kalimat itu. Wajahnya berubah serius. Dia melupakan rasa perihnya sejenak. "Itu tergantung. Tergantung penawaran lo apa. Sebelumnya siapa lo? nama lo."

Cowok itu menyeringai licik. "Gue absen 24. Lo pasti tau siapa gue."

Vallery membelalakkan matanya. Zero. Satu kata melayang di benaknya. Dia menyadari kalau Zero dijadikan pengalih perhatian. Agar mereka a.k.a partnernya bisa menculik yang lain. Licik sekali.

Seringai licik terbentuk dibibir kecil Vallery. "Pengalih perhatian. Huh? Licik banget." Sedetik kemudian dia merubah ekspresinya menjadi serius kembali. "Jadi, apa penawaran lo?"

"Simple. Gue bantu lo keluar dari sini tapi lo harus ikuti permainan gue. Gimana?"

Pikiran Vallery bermain-main di otaknya. Memikirkan tentang penawaran ini. Cukup lama. Hampir 5 menit.

Entah apa yang ada dipikirannya, Vallery menjawab "Hm, menarik. Oke. Gue setuju." Setidaknya aku hanya melawan 1 orang. Bukan 4 orang sekaligus. Batin Vallery.

Hm, dia salah besar. Zero memang tidak sekuat Vallery tapi dia licik. Vallery pasti kesusahan saat melawan Zero. Itu pun kalau Zero berhasil membawanya keluar dari sini.

Zero tersenyum penuh kemenangan lalu melirik jamnya yang menunjukkan pukul 9.00 pagi. "Kita keluar sekarang. Lo bisa berdiri kan?" tanyanya dengan nada yang sengaja dimanis-maniskan.

Vallery melongo. Penjahat satu ini terlalu baik pikirnya. Aneh. Tapi, tentu saja Vallery tidak bodoh. Dia tau kalau Zero hanya mempermainkannya dengan perkataan bernada manisnya itu. Ia menyadari makna tersirat pada kalimat tanya itu. 'Mau gue bantuin? Lo keliatan lemah gitu.'

The Guardian SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang