E-10

5.2K 515 8
                                    

Perasaan Qing benar-benar tidak enak, seperti ada sesuatu yang janggal yang terus memperingatkannya untuk melakukan sesuatu.

apa yang sedang terjadi sehingga aku merasa seperti ini sekarang? Batinnya.

"Demi Tuhan, selama 19 tahun hidupku, aku tidak pernah segelisah ini." Ia berbicara pada dirinya sendiri, "Sesuatu di dalam diriku terus menyuruhku untuk kembali ke sana." Gumamnya lagi. Yaitu ke tempat dimana ia meninggalkan Vea tadi. Rasanya seperti ada bahaya besar yang mengancam gadis itu sekarang. Padahal Qing sudah meninggalkannya sejak 2 jam yang lalu, tapi kini Qing sangat gelisah. Dan yang Qing pikirkan terus-menerus di kepalanya adalah, Apa Vea baik baik saja?

"Aargh." Erang Qing akhirnya seraya mengacak rambutnya frustasi. Ia berdiri lalu menyuruh orang untuk mengambil Clord di kandangnya. Ia berjalan menuju pintu utama dan langsung menaiki punggung kuda itu, lalu mulai melajukannya ke Academy.

••

Qing sangat khawatir saat ia sudah mencari Vea keseluruh plosok sekolah tapi belum menemukannya. Ia juga sudah bertanya pada setiap Guru dan Murid yang berpapasan dengannya. Orang-orang menatapnya aneh karena panglima mereka berlari kesana kemari dengan gelisah.
"Maaf, apa kau melihat Vea? Emm.. dia murid baru disini." tanya Qing pada siswa berkacamata yang berpapasan dengannya.

"Ooh.. anak baru itu ya? Dia ada di bagian paling belakang sekolah, bersama tiga gadis lainnya." jawabnya yang langsung membuat Qing berlari kesana tanpa mempedulikan siswa yang ia tanyai itu. Laki-laki itu hanya menggeleng sambil melanjutkan jalannya. Qing terus berlari ke bagian belakang sekolah dengan cemas dan khawatir. Perasaannya semakin tak enak dan tidak karuan, apalagi saat ia sampai lalu melihat adegan mengerikan yang tak jauh darinya, ia langsung sangat marah sekaligus cemas dan khawatir.

Ia langsung panik dan memanggil-manggil nama gadis yang terluka parah itu, dan dengan kemarahannya yang memuncak ia berlari dan langsung menghempas tiga gadis yang sedang melukai Vea. Ia langsung memangku tubuh Vea dengan hati-hati, wajahnya menyiratkan kesedihan yang dalam saat menatap Vea yang terluka parah di pangkuannya. Ia sangat merasa bersalah, lalu perlahan mengangkat tubuh Vea dengan sangat hati-hati, seakan tubuhnya akan hancur bila sampai terkena sentuhan yang kuat.

Ia menatap tiga gadis dihadapannya dengan bengis dan penuh kebencian, sedangkan tiga gadis itu hanya menunduk takut dengan tubuh gemetar. "Kupastikan kalian dihukum sangat berat" kata Qing dengan suara rendah yang terdengar menakutkan dan sangat mengerikan.

••

Ugh. badanku sangat sakit. Kulit-kulitku seakan mengeletek, kemudian menghasilkan rasa perih dan nyeri yang luarbiasa. Ini menyakitkan, bahkan untuk membuka mataku saja, aku tak mampu. "Bangunlah.." gumam seseorang yang kuyakin jaraknya sangat dekat denganku. Aku sangat mengenali suara gelisah dan khawatir itu, aku tau itu Qing. "Kumohon buka matamu.." gumamnya lagi lalu bisa kurasakan seseorang menggenggam tanganku. Aku tersenyum dalam hati, ternyata makhluk dingin seperti Qing bisa khawatir juga. Aku terus berusaha untuk membuka mataku, tapi rasanya mustahil. Usahaku sia-sia, dan rasanya percuma karena tubuhku sangat lemas sekarang. Tenagaku seakan tersedot habis.

"Bangunlah..sudah tiga hari kau tidur dan aku merindukanmu, aku rindu teriakanmu, celotehanmu, pukulanmu, dan semuanya, bangunlah."

Apa?! Tiga hari! Ya Tuhan, sepertinya aku tidur terlalu lama. Seperti Putri tidur saja. Tapi aku senang jika Qing merindukanku, aku senang dia mengkhawatirkan keadaanku. "Maafkan aku. Maafkan aku karena tidak bisa melindungimu." gumamnya dan aku tau bahwa ia tulus mengucapkan itu, karena bisa kurasakan setetes air mata jatuh ke tanganku, dan ciuman-ciuman lembut yang mendarat di telapak tangan kananku.

Dia menangis, dia menangis hanya karena keadaanku begini, ini sebuah keajaiban! Qing yang dingin dan datar bisa cengeng seperti ini! Oh jika aku sudah bangun ingatkan aku untuk mengejeknya.

Aku terus berusaha membuka mataku meskipun tubuhku tidak mau bekerja sama denganku. Kelopak mataku seakan mati rasa dan tidak bisa terbuka. Tapi aku tidak akan menyerah, aku terus berusaha sampai cahaya memasuki mataku. Akhirnya aku bisa mengerjap beberapa kali agar mataku yang terasa perih bisa menerima cahaya dengan baik. Kulihat seseorang tersenyum senang kearahku meski banyak bekas air mata di wajahnya. Ia mengelap bekas air mata dan melepaskan genggaman tangannya. Ia langsung memelukku erat membuatku meringis karena luka-lukaku terasa sakit dan perih.

"A-auw..ssakit Qing." Lirihku dan ia langsung melepaskan pelukannya dan menatapku khawatir. "Maaf, aku terlalu senang karena kau sudah sadar," katanya cemas dan mengecek tubuhku. Aku terkekeh melihat reaksinya, "aku tidak apa-apa Qing, kau lucu seperti itu." Kataku dan kembali terkekeh.

Ia tersenyum dan diam menatapku, lalu menggaruk tengkuknya. Dalam hitungan detik ekspresinya berubah menjadi serius. "Aku tidak akan membiarkan seseorang menyakitimu lagi. Akan kukatakan pada semua orang disekolah itu bahwa kau adalah Putri. Dan aku tidak menerima penolakan darimu." Celotehnya dan aku mengangguk pasrah.

"Terserah kau saja." Balasku dan dia tersenyum. "Ohya, aku baru tau seorang Qing yang dingin seperti es, bisa menangis juga hanya karena aku." Ejekku dan ia menyengir lebar, lantas menggaruk tengkuknya yang kuyakini samasekali tidak gatal.

"Itukan..karena aku khawatir padamu," jawabnya salah tingkah dan aku kembali terkekeh. Entah mengapa suasana ini sangat hangat dan menyenangkan bagiku.

"Qing..bagaimana dengan tiga gadis itu?" Seketika wajah Qing berubah. Rahangnya mengeras dan tatapannya menggelap. "Mereka sudah dipenjara diruang bawah tanah," jawabnya dengan suara rendah yang terdengar menakutkan bagiku. "Semua orang mengkhawatirkanmu Vea, bahkan bibimu, Yang Mulia Ratu memarahi habis-habisan pihak sekolah. Mereka semua menyayangimu." Jelas Qing dan aku menghela nafas.

••

Qing mengangkat tubuhku dari kursi roda dan menaruhnya di kasurku. Seminggu sudah aku bergelung diatas ranjang rumah sakit dan kini aku kembali pada kasur di kamarku. Ia menyelimutiku dan hendak pergi, namun aku menarik tangannya, sehingga ia kembali berbalik dan menatapku datar dan dingin, seperti biasa.

"Sudah malam, istirahatlah." Katanya dengan suara dingin. Aku menggeleng dan menariknya agar duduk di sebelah tempatku terbaring.

"Temani aku, sebentaaarr saja, sampai aku tidur. Aku takut sendirian." Mohonku dan ia menatapku sebentar, lalu menghela napas pasrah. "Baiklah." Jawabnya dan aku tersenyum senang. Aku berusaha bergeser agar ia bisa berbaring di sebelahku.

Entah mengapa semenjak ia selalu menemaniku dirumah sakit, aku jadi lebih manja padanya. Maksudku, aku jadi tidak ingin jauh-jauh dengannya, ya walaupun dia datar dan dingin seperti patung.

"Apa yang kau takutkan? Kenapa harus kutemani?" Tanyanya dengan bingung dan aku menggeleng. "Entahlah." Jawabku seraya menatap langit-langit kamar.

Hening, tidak ada yang kembali memulai pembicaraan. Kami berdua membisu dan diam dalam tatapan masing-masing.



•••

By Rainytale

16.4.2016

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang