E-20

3.7K 406 25
                                    

Dengan lelah setelah seharian latihan dan membantu sebagai relawan istana, aku berjalan menuju batu agak besar di perbatasan antara hutan dan padang rumput. Malam yang sangat melelahkan setelah seharian penuh disibukkan dengan berbagai kegiatan yang sangat menguras tenaga. Aku berhenti didepan batu itu, membenahi gaun ungu selututku dan duduk diatas batu itu. Kutatap sekitarku, tak ada orang yang berkeliaran di jam segini seperti apa yang kulakukan, tetapi aku tak peduli. Aku ingin bersantai setelah hariku yang sudak sibuk sejak aku bangun dari kasurku.

Padang rumput yang biasa digunakan untuk latihan ini penuh dengan tenda-tenda pengungsi Evergenity dari berbagai distrik yang sudah hancur diserang. Tenda-tenda itu didirikan setelah Istana tak mampu lagi menampung rakyat yang begitu banyak mengungsi. Banyak anak-anak dan rakyat lainnya yang terluka parah dan harus dirawat intensive diruang perawatan istana, membuat ruangan besar bernuansa putih itu sesak dengan orang-orang yang terluka parah. Para Evergenity medis berjalan kesana-kemari membantu dan mengobati rakyat dan pasukan yang terluka. Prajurit dan banyak dayang istana juga membantu menyalurkan obat-obatan dan pasokan makanan keseluruh pengungsi.

Ini sudah larut malam, banyak dari mereka yang sudah terlelap di kasur tipis didalam tenda-tenda biru tua itu. Pihak kerajaan sudah membantu semaksimal mungkin, juga melindungi rakyatnya. Banyak distrik sudah hancur dan tidak ada waktu memperbaiki dalam masa perang ini. Sulit untuk membenahkan wilayah yang sudah hancur seperti remah roti itu.

"Sedang apa kau disini?" Suara yang selalu menenangkanku itu muncul disamping batu agak besar tempatku duduk.

Aku menoleh, mendapati Qing menatapku dengan datarnya. Auranya yang pekat dengan rasa dingin, seolah kontras dengan hawa malam yang kelam ini.

Aku kembali melihat kedepan, tak punya ketertarikan untuk menjawab pertanyaannya yang pasti tidak berpengaruh apa-apa untuk saat ini. "Jangan abaikan aku." Lanjutnya seraya duduk disampingku, ikut menatap hamparan hutan dari padang ini.

"Aku tak mengabaikanmu, hanya sedang tidak ingin bicara." Jawabku acuh lantas mendongak, menatap hamparan langit dengan taburan bintang yang berkelap-kelip seperti berlian.

"Kau marah padaku?" Ia menatapku, aku memejamkan mataku mencoba menghilangkan hasratku agar aku tidak mempedulikannya.

"Pikir saja sendiri." Jawabku lagi dengan ketus. Aku masih kesal, mengingat ia menyebutku berbahaya dan menyuruh beberapa pengawal untuk mengurungku di kamar, yang menyebabkan aku kembali diserang makhluk itu dan berbulan-bulan tak sadarkan diri. Sedangkan dia, dia bersenang-senang bersama penyihir itu.

"Maaf."

"Hemm."

Hening, tak ada yang bicara lagi. Kami tenggelam dalam lautan diam yang kami buat masing-masing. Sebenarnya didalam diriku berkecamuk sesuatu yang menyebalkan, yaitu sebuah perasaan dimana aku ingin sekali berhambur dan memeluknya.

Sungguh, aku merindukannya. Merindukan kenyamanan yang selalu ia buatkan untukku. Tapi sepertinya itu hanya dulu, sebelum wanita munafik itu muncul. Sebelum wanita itu mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah Zeeli.

Tetapi, aku mulai berfikir tentang hal lain yang lebih menampar hatiku. Apa Qing sebegitu cintanya pada Zeeli? Sehingga laki-laki itu dibutakan oleh wanita iblis yang menyamar itu? Kalau begitu, bagaimana dengan aku?

Ah, apanya yang bagaimana? Memangnya aku berharap apa?

Aku membuka mataku dan menunduk. Diam-diam aku tersenyum miris karena menyadari suatu perasaan yang mulai menggebu di dalam sana.

Tidak, perasaan itu tidak boleh ada.

"Qing.."

"Ya?" Ia menoleh dan menatapku, aku balas menatapnya. Wajahnya tak pernah berubah, selalu saja berhasil meneduhkan perasaan dan pikiranku.

"Aku.." lirihku, tapi aku yakin ia mendengarnya karena telinga seorang Evergenity sangatlah peka dan mereka adalah pendengar yang sangat baik.

"Bagaimana kalau aku..." aku kembali menggantung kalimatku, sangat ragu untuk mengucapkannya, bahkan aku yakin tak akan mampu mengeluarkannya lewat suaraku.

Bagaimana kalau aku cinta padamu?

"Ah tidak, lupakan." Lanjutku pada akhirnya. Aku memalingkan wajahku, mencoba menghindar dari tatapannya yang mampu menghisapku.

"Bicaralah Ve." Ucapnya dengan nada yang lembut dipendengaranku.

"Aku tidak mau." Balasku lagi dengan gelengan kepala seperti anak kecil yang tidak mau saat dipaksa gosok gigi.

"Baiklah." Ia menghela nafas pasrah. Dan aku hanya menunduk, menatap jari-jariku yang memainkan ujung gaunku.

Tiba-tiba pergerakkannya membuatku terkejut. Ia memelukku dan mengusap rambutku. Aku terdiam, berkedip beberapa kali mencoba menyadari bahwa ini adalah kenyataan.

Aromanya berbaur di hidungku, kenyamanan itu kembali, menghanyutkanku yang terlalu terpesona pada dirinya.

"Aku ada dimanapun untukmu Ve." Suaranya terdengar lirih dan halus ditelingaku.

Aku membalas pelukannya dengan melingkarkan kedua tanganku di perutnya. Memejamkan mataku dan mengingat setiap hal dari momen ini, meletakkannya di memori jangka panjangku.

Ya benar, aku mencintai Qing.



•••

By Rainytale

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang