E-15

4.8K 447 5
                                    

"Ugh...sakit sekali." Rintihku saat mencoba mengangkat tubuhku dan pindah ke kursi roda. Tapi sialnya usahaku sia-sia, aku bahkan tak mampu menggerakkan kakiku untuk turun dari ranjang ini. Kucoba lagi namun hasilnya tetap sama, aku tak bisa memindahkan tubuhku sendiri ke kursi itu.

Tubuhku ini benar-benar lemah! Payah. Bagaimana bisa mereka semua berharap perlindunganku jika aku sendiri bahkan tidak bisa apa-apa? Aku harus bisa. Aku harus bisa mandiri, tidak harus merepotkan Qing terus menerus.

Kuangkat kedua kakiku dengan tanganku, menurunkannya dari ranjang dan mulai mencoba berdiri dengan berpegangan pada kasur. Tapi pada akhirnya aku tidak kuat dan memutuskan untuk duduk kembali di kasur. Mencoba menopang tubuhku sendiri saja aku tidak mampu, apa selemah itu aku?

"Aku benar-benar tidak berguna." Gumamku dan mencoba mengangkat tubuhku lagi. Tapi nihil, aku tetap tak bisa apa-apa.

"Vea?" Seseorang tiba-tiba membuka pintu dan langsung masuk. "Ya?" Jawabku, ternyata itu Qing.

"Kau sedang apa?" Tanyanya seraya berjalan kearahku. "Menjadi orang bodoh yang mencoba duduk di kursi roda?" Jawabku tak yakin dan ia malah terkekeh. Aku memutar bola mataku searah jarum jam dan mendengus kesal mendengar kekehannya.

"Mari kubantu," katanya lalu mengangkat tubuhku dan memindahkannya ke kursi roda. "Sepertinya udara segar di taman bisa menenangkanmu?" Lanjutnya dan aku tersenyum.

"Boleh dicoba." Jawabku dan ia langsung mendorong kursi rodaku menuju taman.

•••

"Qing, boleh aku tau lebih banyak tentang Zee?" Tanyaku dan ia langsung menatapku tidak suka.

"Kenapa?" Tanyaku dengan wajah tidak bersalahku. Ia kembali memalingkan wajahnya dan tetap diam. Sepertinya ia tidak berniat menjawab pertanyaanku.

"Baiklah, aku tidak akan mengungkit hal itu la-"

"Dia gadis yang pemberani. Pantang menyerah, dan tidak mudah putus asa. Ia sangat mandiri dan tegas, hal itu yang membuatku kagum padanya." Tiba-tiba Qing bercerita tentang gadis itu. Matanya menerawang kedepan, mulutnya membentuk senyum tipis, seolah seseorang yang sedang dideskripsikan nya adalah orang paling berharga di hidupnya.

"Tata bicaranya sangat sopan. Ia pekerja keras yang keras kepala. Meski begitu, ia adalah gadis lembut yang penyayang. Aku bahkan selalu terpesona mendengar ia berbicara." Lanjut Qing dengan senyum yang merekah, walau aku tau tatapan matanya menunjukkan kesedihan yang mendalam.

"Dia...sangat berharga ya?"

"Tentu saja Ve. Bahkan saat ia pergi untuk selamanya, aku sempat ingin menyusulnya, meskipun sudah bertahun-tahun setelahnya. Tapi aku sadar, masih ada seseorang yang harus aku jaga, yaitu kau." Jelasnya dan aku mulai berpikir bahwa aku telah mencegah dia untuk bunuh diri?

"Jadi aku mencegah kau untuk mati ya?" Tanyaku dan ia malah terkekeh.

"Tidak begitu Ve...sudahlah, tidak usah dibicarakan. Ayo kita pergi." Katanya lalu berdiri dari duduknya dan mulai mendorong kursi rodaku. Aku tidak bisa memaksanya untuk menjawab pertanyaanku, lagipula penjelasannya tadi sudah lebih dari cukup.

•••

Kubuka laci lemari yang sudah berdebu ini, kelihatannya tidak pernah dibuka. Aku terbatuk-batuk saat debu menghampiri hidungku. Ku usap hidungku, dan kuperiksa isi laci lemari pakaianku yang tidak pernah tersentuh ini.

Isinya hanya ada sebuah tinta, kuas, dan buku bersampul coklat yang tidak terlalu tebal. Buku itu menarik perhatianku, membuatku mengambilnya dan membawanya ke meja kerjaku. Rupanya ini adalah sebuah buku dengan sampul kulit setebal 3 cm. Kubuka halaman pertama dan langsung menampilkan sebuah gambar pola rumit yang samasekali tidak ku mengerti. Ku balik lembar itu dan menuju ke halaman berikutnya.

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang