Brukk
Penyihir itu jatuh tak berdaya setelah Qing menghunus jantungnya dari belakang. Tubuh perempuan itu berubah menjadi abu dan menghilang begitu saja. Qing melepaskan pedangnya yang lalu jatuh berdenting dilantai. Matanya mulai berkaca-kaca, ia merasa bersalah dan menyesal. Ia berdiri mematung menatap tubuh Vea yang terus mengeluarkan darah yang membasahi lantai.
Seharusnya aku tidak mengusirnya dan membiarkannya pergi dari kamarku. Batinnya menyesal lalu duduk disamping tubuh Vea. Ia memangku tubuh gadis itu yang mulai melemah, detak jantungnya pun sangat lemah.
"Maafkan aku..." suaranya parau, tampak putus asa. "Tolong!" Teriaknya dan meneteskan air mata. "Vea, bertahanlah.." suaranya tertahan."Aku tak ingin kejadian seperti dulu terulang lagi.." gumamnya dan menempelkan keningnya pada kening Vea. Membuat deruan nafasnya menerpa wajah Vea dan menyalurkan kehangatan kepada gadis itu.
Vea terbatuk-batuk dan darah terus keluar dari luka-lukanya. Qing terkejut saat hal itu terjadi. "Q-Qing.." lirihnya sangat pelan. "Sshhh.." gumam Qing menenangkan gadis itu. "S-sakit se-sekali..Qing.." lirih Vea lagi dengan susah payah.
Tiba-tiba bibir Qing mendekat, kemudian dengan sangat lembut melumat bibir gadis itu. Qing menyalurkan seluruh perasaannya dan mencoba menenangkan gadis itu, membuat dada Vea menghangat dan rasa sakitnya terlupakan sebentar. Qing menarik bibirnya perlahan, ditatapnya wajah Vea yang sudah sangat pucat.
Qing tidak sabar lagi menunggu pertolongan yang akan datang, Vea bisa kehilangan nyawanya jika tidak cepat ditolong. Qing mengangkat tubuh Vea dan menggendongnya. Qing berlari keluar kamar dan melewati lorong-lorong. Sepi sekali, tidak ada orang. Ia membawa Vea menuju ruang perawatan.
••
"Tolong lindungi dia panglima. Aku tidak mau hal seperti ini terjadi lagi padanya, Qing." Kata Ratu Rosi disinggasananya kepada Qing didepan banyak orang.
"Baik Yang Mulia. Saya mohon pamit ingin menjenguknya." Jawab Qing dan sang Ratu mengangguk. Qing membungkuk hormat, lalu keluar dari ruangan besar itu. Ia berjalan terburu-buru menuju ruang perawatan Vea. Membuka pintu kayu dan lalu masuk kedalam ruangan putih itu. "Vea.." Qing memanggil gadis yang sudah tertidur dua hari itu. Menggenggam tangannya yang dingin, dan menatap tubuhnya yang diperban. Laki-laki itu duduk dikursi disamping ranjang Vea.
"Maafkan aku mengusirmu waktu itu. Maafkan aku juga berbicara kasar padamu." Kata Qing yang berbicara pada gadis yang sedang tidur itu.
Tiba-tiba tubuh Vea bergerak. Seolah meronta-ronta dari sesuatu yang menerkamnya. Tubuh gadis itu mengejang, membuat Qing panik dan memanggil Dokter. "Qing! Jangan tinggalkan aku! Dasar Orc tidak tahu diri! Beraninya kau melukai Qing! Kubunuh kau!" Teriak Vea yang masih memejamkan matanya dengan kerut dalam dikeningnya. Keringat menetes dan mengalir deras dari pelipisnya.
"Vea, aku disini." Ujar Qing khawatir dan mencoba menenangkan tubuh Vea yang terus mengejang. Dokter tak kunjung datang, membuat Qing mengumpat kesal dan bersumpah ingin menghukum siapapun dokter yang sedang berjaga.
"Vea tenanglah.." Qing sangat cemas dengan gadis itu. Sampai tiba-tiba gadis itu terbangun dan terbatuk-batuk, lalu memuntahkan sedikit darah. Qing langsung menahan punggungnya agar gadis itu terduduk dan lalu menyenderkan tubuh gadis itu.
Mata gadis itu terpejam lalu kemudian terbuka. Menampakkan bola matanya yang sendu. "Qing.." lirihnya lemah seperti orang sekarat. Qing yang ketakutan akan gadis itu langsung memeluknya. Membuat Vea agak kaget namun pasrah. Tubuhnya dingin bagai es, tapi pelukan Qing menghangatkannya.
"Aku sangat takut Ve, jangan buat aku cemas lagi." Lirih Qing membuat Vea mengangguk lemah. "Sakit Qing.." gumam Vea dan Qing langsung menatapnya khawatir.
Brak. Seorang dokter dan perawat datang mendorong pintu dengan kasar. Dokter itu langsung menghampiri Vea dan memeriksanya. Sedangkan Qing sangat kesal dengan Dokter yang lama sekali datangnya itu. Perawat itu membersihkan muntahan darah itu dan setelah semuanya selesai. Dokter itu berbicara dengan Qing diluar ruangan.
"Ada racun ditubuhnya Panglima. Tusukan itu mengandung racun yang bisa membuatnya lumpuh dalam sebulan. Tapi setelah kuperiksa, hanya kakinya yang lumpuh, dan kemungkinan hanya bertahan dua minggu." Jelas dokter itu dan Qing menatap kedalam ruangan, lebih tepatnya menatap Vea yang sangat lemah itu. Perasaannya berkecamuk, jauh didalam dirinya, ia terus menyalahkan dirinya sendiri.
Setelah berbincang, akhirnya Qing kembali kedalam dan duduk dikursi yang tadi ia duduki. "Qing..mengapa kakiku mati rasa?" Tanya Vea dengan suara seraknya. "Emm mungkin karena kau kelelahan." Bohong Qing dan Vea hanya mengangguk lemah.
Qing menatap gadis itu khawatir. Ia cemas akan keadaan Vea. Apalagi tubuhnya yang terdapat banyak luka tusukan, juga racun yang membuat kakinya lumpuh sementara. "Ve, bisa kau ceritakan bagaimana perempuan itu masuk kedalam kamarmu?" Laki-laki berusia 19 tahun itu bertanya pada Vea yang tatapannya langsung berubah menjadi takut.
"Di-dia ada di cermin." Ujar Vea yang membuat kening Qing berkerut dalam karena bingung. Vea pun menceritakan semuanya, berawal dari bayangannya yang tersenyum dan menyeringai, sampai ia yang lalu tidak sadarkan diri.
••
Hari-hari berlalu. Malam ini Qing mengantar Vea untuk kembali kekamarnya dari ruang perawatan. Qing mengangkat tubuh Vea dengan hati-hati dari kursi roda, lalu meletakkannya di kasur. Vea meringis merasakan rasa nyeri yang timbul saat Qing mengangkatnya.
"Trimakasih Qing." Kata Vea yang dibalas senyuman tipis oleh laki-laki itu. Qing meletakkan kursi roda Vea dipinggir ruangan dan berjalan menuju keluar.
"Kau mau kemana? Aku takut disini Qing."
"Tidak akan terjadi apa-apa Ve, aku akan kembali secepatnya." Jawab Qing lalu pergi. Vea mengangguk dan menatap cermin besar disudut kamarnya. Rasanya cermin itu jadi sangat menyeramkan.
"Aku tidak akan muncul dari cermin itu lagi Tuan Putri." Vea sontak menengok dan melihat perempuan yang telah melukai dirinya.
"Ka-kau? Bukannya kau sudah mati?" Ucap Vea tak percaya menatap perempuan yang kini tertawa mendengar ucapannya. "Aku tidak akan mati semudah itu sayang.." jawabnya dan berjalan kesisi tempat tidur Vea. Vea yang kakinya tidak bisa digerakkan hanya diam dengan rasa takut yang menyelimutinya.
••
"Aku tidak akan melukaimu lagi. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa mereka hanya memanfaatkanmu." Katanya dan aku mengernyit.
"Memanfaatkan?"
"Ya memanfaatkan. Mereka melindungimu hanya karena kau yang terpilih. Mereka melindungimu hanya karena kau mampu melindungi mereka nanti. Mereka tidak benar-benar menyayangimu Tuan Putri." Katanya mencoba menghasutku, aku menggeleng kuat. Aku menutup telingaku dan mataku. "Pergi! Jangan menghasutku, pergi!" Teriakku dan melemparinya bantal. Sosoknya tiba-tiba menghilang menjadi cahaya yang juga hilang begitu saja. Dobrakan pintu terdengar setelah wanita itu pergi. Aku melipat kakiku dengan tanganku dan memeluknya.
"Vea!" Qing berlari mendekatiku. "Dia kembali Qing..dia kembali!" Racauku dan dia menenangkanku. Qing memelukku dan mengusap punggungku.
"Dia bilang kalian hanya memanfaatkanku, dia bilang kalian tidak benar-benar menyayangiku." Qing mengeratkan pelukannya. "Jangan dengarkan dia Ve. Aku bahkan rela memberikan nyawaku untukmu. Aku menyayangimu, aku tak pernah bermaksud memanfaatkanmu, kau harus percaya padaku. Pada kami semua." Jelasnya dan aku mengangguk lemah. Setetes air mata jatuh dari mata kiriku.
"Aku takut Qing.." lirihku dan ia melepaskan pelukannya lalu menatap kedua manikku. Menangkup kedua sisi wajahku dengan kedua telapak tangannya.
"Kau aman bersamaku. Aku akan menemanimu, jangan takut, okey?" Aku mengangguk mengiyakan kata-katanya. Ia lalu kembali memelukku dan mengelus rambutku.
•••
By Rainytale
Rabu, 11 Mei 2016
![](https://img.wattpad.com/cover/58570778-288-k518354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Evergenity
Fantasy"Karena hanya kau yang bisa mengalahkan mereka." kata-kata itu terngiang di kepalaku, menjadi motivasi agar aku bisa menjadi yang terkuat. -Vea Sage Makhluk baru di Dunia yang diciptakan oleh Penyihir hitam untuk kepentingannya. Mereka diubah menja...