E-19

3.5K 388 4
                                    

Suara jarum jam membangunkanku. Aku mengerjap beberapa kali hingga pandanganku tak kabur lagi.

Jadi ini Surga? Atau aku tidak jadi mati dan masih hidup?

Ah ya, sepertinya benar aku masih hidup.

Terlihat jelas sekali ini adalah ruang perawatan istana. Ruang yang di dominasi dengan cat putih dan bau obat-obatan.

Aku mencoba menoleh dan melihat sekeliling ruangan. Tak ada siapapun. Memangnya apa yang aku harapkan? Berharap Qing ada disini dan dia adalah orang pertama yang kulihat saat ini? Sepertinya itu tidak mungkin. Hubungan kami sedang tidak baik, ya kurasa seperti itu.

"Kau sudah sadar?! Oh syukurlah..." aku melihat wajah bibi Rosi yang memancarkan kelegaan luar biasa setelah tiba-tiba masuk dan berkata seperti itu. Dia seperti orang yang baru saja selamat dari ambang kematian.

"Ada apa bibi?" Tanyaku saat melihat wajahnya yang begitu berantakan dan sangat cemas.

"Apa yang terjadi?" Tanyaku lagi dan mulai khawatir atas respon bibi.

"Kau hampir mati Vea," seolah nafasku tercekat di tenggorokan dan sulit untuk di keluarkan. "Hari itu Qing menemukanmu yang mengenaskan di kamarmu, kau tak sadarkan diri selama 2,5 bulan. Dan selama itu, banyak hal buruk yang terjadi." Aku diam. Menyadari banyak perban di tubuhku, termasuk dikeningku. Membayangkan begitu lamanya aku terkapar lemah disini dan melewatkan banyak kejadian.

"A-apa yang terjadi selama aku tidak sadar?" Tanyaku dengan terbata. Suaraku serak dan menyeramkan.

"Nanti kau akan lihat sendiri."

••

Aku duduk diatas rumput dengan tenang. Menatap para Evergenity yang sedang latihan memanah di kejauhan. Perban di kepalaku belum juga dilepas, kata Dokter belum benar-benar pulih. Aku diam menatap kosong kedepan, sudah tiga hari aku siuman, tapi aku belum bertemu dengan Qing.

Laki-laki itu seperti menghilang keberadaannya dan tidak pernah muncul, bahkan saat makan malam bersamapun dia tidak ada. Kata bibi dia sibuk mengurus kerajaan ini, 'bersama perempuan' itu.

Hal-hal yang kulewatkan terlalu banyak. Seperti distrik-distrik yang diserang secara tiba-tiba dan di hancurkan. Hampir setengah pasukan di perbatasan tewas melawan Minotour dan Hybrid utusan para penyihir. Hutan-hutan dan ladang-ladang yang dibakar secara sengaja. Banyak rakyat yang kelaparan, dan kehancuran dimana-mana.

Sudah kubilang, 'perempuan' itu bukanlah Zeeli. Dia adalah pimpinan penyihir. Dia adalah ancaman, dan yang membawa semua petaka ini.

Bagaimana caranya membuat semua orang percaya padaku? Jika terus seperti ini, kehancuran akan terus melanda kesemua wilayah.

Slaph

Sebuah benda melewati pipi kananku dengan cepat. Aku terkesiap, benda itu seperti kilatan angin yang menerbangkan beberapa anak rambutku. Aku langsung menoleh dan melihat benda yang kini tertancap di pohon yang ada beberapa meter di belakangku itu.

Kuhampiri dan kuambil panah yang tertancap di batang pohon itu. Syukurlah tidak mengenai wajahku. Ada lipatan kertas yang ditempelkan di badan anak panah itu. Kuambil kertas berwarna coklat madu itu dan mulai membaca tulisannya.

Kuakui memang sulit membohongi 'yang Terpilih' seperti dirimu. Tapi kenyataannya mudah bagiku untuk memperdaya semua orang dan menghancurkannya, termasuk menghancurkanmu.
Tunggu sebentar lagi, aku akan membawa seluruh pasukanku dan benar-benar menghancurkan kalian.

-Avenda Morgant

••

Aku terengah-engah karena berlari menyusuri lorong-lorong besar istana. Kudorong dengan paksa pintu besar ruang pertemuan Ratu dan bawahannya.

Semua orang didalam ruang pertemuan itu langsung menatapku. Aku diam dengan napas terengah-engah. Aku gugup karena tatapan mereka yang seperti mengucilkanku.
"A-aku ingin memberi tahu sesuatu." Ucapku dengan gugup seraya masuk lebih dalam ke ruangan besar itu. Bibi Rosi yang duduk diujung meja besar ruang pertemuan itu tersenyum kearahku. "Duduklah." Ucapnya dan aku mengangguk. Aku duduk di kursi kosong disebelah kakek tua berjenggot putih dan juga di samping laki-laki berambut hijau tua seperti daun pohon.

"Katakan." Lanjut bibi dan aku mengangguk. Mencoba mengatur nafasku, kemudian aku mulai menjelaskan bahwa kerajaan ini telah diberi peringatan oleh para penyihir itu tentang penyerangan besar-besaran yang entah kapan akan terjadi.

Semuanya menatapku saksama dan dengan wajah yang sangat serius. Aku jadi tambah gugup, kugaruk tengkukku yang tak gatal saat aku selesai menjelaskan semuanya. Mereka terdiam. Tampak berfikir keras menyusun pendapat mereka masing-masing.

Tiba-tiba pintu kembali terbuka, menampilkan dua orang yang kemudian memasuki ruangan ini. Yang satu perempuan yang mutlak berbahaya. Dan yang satunya adalah laki-laki yang sangat kurindukan, ia menatapku datar dengan kedua manik matanya yang sendu,

"Q-Qing?"


•••

By Rainytale

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang