Part 7: Ava's Past

360 27 6
                                    


**kilasan masa lalu**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**kilasan masa lalu**


*AVA POV

"Hei Ace, apa yang kau suka dari musik?" tanyaku saat kami sedang bersantai di bawah pohon.

"Aku tidak suka musik" jawab Ace datar.

"Ayolah, bagaimana kalau kita bergabung di kursus music piano berdua? Pasti seru,"

"Aku bilang aku tidak suka," bantah Ace


Ace Marvin adalah teman kecilku. Kami selalu menghabiskan waktu berdua. Walaupun tidak terlalu sering, mungkin minimal 3 kali seminggu? Saat ini kami berumur 8 tahun dan aku memutuskan bergabung di kursus musik. Aku memaksa dia untuk ikut kursus karena aku tidak memiliki teman disana dan lagipula dengan adanya keberadaan dia di sampingku sudah membuatku tenang. Tapi aku tidak terlalu memaksakannya. Dia hanya suka malas. Sebenarnya aku tahu dia menyukai musik.


Hari terus berganti dan akhirnyaa Ace menyetujui bergabung untuk kursus les piano. Aku senang sekali. Aku tahu aku masih kecil, tapi aku sayang sekali dengan dia. Dia sudah seperti kakak untukku.


Tahun berganti tahun aku dan Ace semakin mahir bermain piano. Kami sering sekali berlatih berdua sambil bercanda tawa layaknya anak kecil seusia kami. Kami bahkan menyukai satu lagu yang sama. Barcarolle yang dimainkan oleh Tchaikovsky menjadi pilihan kami. Alunannya seperti makna dari lagunya yaitu perahu terapung di atas sungai yang tenang.

Semuanya terasa bahagia sampai.. hari kejadian itu..


"Kalian jangan main jauh-jauh ya!!" seru guru kami

"aahh,, iyaa bu," jawab kami berdua.


Sekolah SD kami sedang mengadakan perjalanan rekreasi ke perbukitan. Saat semua sedang sibuk mendirikan tenda dan menyiapkan makanan, aku dan Ace iseng-iseng pergi jalan-jalan mencari tempat yang bisa dijadikan tempat curhat tanpa seorang pun mendengar.


Tapi jalan menuju ke tempat itu tidak mudah, ada jurang yang kurang lebih 3 meter dalamnya terletak persis di sebelah kanan kami. Bahkan sebenarnya pijakan kaki untuk orang yang ingin melintas sangat kecil. Aku sebenarnya sangat ragu-ragu terhadap hal ini, tapi Ace selalu bersikeras dan berusaha supaya aku percaya bahwa jalan ini dapat dilewati.

Dengan putus asa aku megalah pada dirinya.


"Ace jalannya pelan-pelan," kataku sambil memegang pundaknya.

"Iya iya, ini sudah pelan-pelan sekali," jawabnya


Belum ada setengahnya tiba-tiba kakiku tergelincir. Karena Reflek Ace sangat cepat, jadi ia bisa menahanku untuk tidak terjatuh. Kami kemudian melanjutkan jalan lagi. Tapi sayangnya takdir berkata lain. Sekarang kaki Ace yang tergelincir. Bahkan badannya jatuh lebih parah dariku.


"aaaa,aaaaa,aaaa," teriakku dan Ace bersamaan.

"Aku tidak bisa menahan bebanmu Ace, terlalu berat," rintihku sambil memegang tangan Ace yang hampir terlepas. Jika tanganku kulepas, dia akan terjatuh ke dalam sana dan aku tidak ingin kejadian itu terjadi. Sialnya hari itu tiba-tiba turun hujan. Tangan ku semakin licin dan semakin turun.

"Ava, kau harus percaya bahwa aku menyayangimu," kata Ace.

"Tidak-tidak apa yang kau bicarakan hah?" tanyaku

"TOLONGGGG, TOLOOOONNGGGG, TOLONNGG, CEPATTT TOLONGGGG!!!" teriakku sekuat tenaga. Hujan pun turun semakin deras.

"Aku tidak kuat Ace, tidak kuattt lagi,"kataku sambil menangis.

"Aku tidak akan memaafkan diriku Ace, tidak akan pernah sampai kapanpun itu, kau harus ingat itu" setelah diriku berbicara, tiba-tiba hujan turun lebih lebat lagi dan akhirnya tangan Ace dan diriku terpisah. Dia jatuh tergelinding ke bawah sana. Setelah itu aku hanya dapat menagis sekencang-kencangnya.

Kata terakhir yang diucapkannya adalah "Teruslah bermain piano"


Hujan pun akhirnya reda, aku tidak sanggup melihat keadaan Ace sekarang. Guruku bilang kepadaku bahwa Ace sudah tidak ada, Ace sudah tidak ada di dunia ini. Kepalanya terbentur batu dengan sangat keras. Kepalanya terus-terus mengeluarkan darah.


Aku sedih bukan main. Sangat sedih. Bahkan rasanya aku ingin bunuh diri. Semua orang datang ke pemakaman kecuali aku. Kembaran Ace, Avery selalu menangis atas kepergian kembarannya itu. Orang tua ku pun hadir. Semua teman dan guru ku juga ikut berduka.


Dan aku hanya dapat mengunci diri di kamar sendiri dan terus menangis. Aku tahu aku masih kecil, tapi entah kenapa perasaanku ini sangat emosional sekali. Aku tidak pernah memaafkan dirku semenjak saat itu. Bahkan aku berhenti bermain piano agar bayang-bayang Ace tidak menghantui kesedihanku. Walaupun Ace memberitahuku agar terus bermain.


**Back to present**

"Saat kepergian Ace, Ava menceritakan kepadaku kalau ia berhenti bermain piano," jelas Hailee

"Jadi bagitu ceritanya," kataku sambil bertopang dagu.


Ace, ace nama yang tidak asing di telingaku.. kenapa ya? Apa hubungannya?





GIMANA CERITANYA SAMPAI PART INIH??

BOSENIN GAKKK??

KALAU ADA SOMETHING YANG MAU KALIAN KASIH TAU KE AKU, COMMENT AJA YAHHH

JANGAN LUPA VOTE DAN FOLLOW!!

HAPPY READINGGG \^o^/

My Ability Kills MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang