BAB VIII

214 18 1
                                    

ask.fm/alandraseptian

Ka, lebih seneng dipanggil akang atau aa? *maafganggu

Gue lebih senang dipanggil aa. Siapa tau gue seketika alim seperti aa gym. Subhanallah. Betul, tidak? *sambil mendekap al-quran*

Kak aku baru aja join di ALKO. Aku kagum bgt sama kakak soalnya kakak keren bgt mainnya. Apalagi pas kakak smash. Aku ngerasa kakak bersinar gitu hehe. Semoga nanti kita bisa main bareng kak

(1) Tipsnya, gue sabunan pake kit motor, makanya gue mengilap.

(2) Tapi gue bukan anggota smash

(3) Pertanyaannya, lo cowok atau cewek ya? Sepengetahuan gue nggak ada tim voli campuran, yang ada cuma putra ato putri. Jd maaf anon, kalo lo cewe, kita gabisa main bareng, atau jangan-jangan lo beneran cowok. Hmm... leh ugha.

Kk mau curhat nih. Aku dijadiin tosser tp sebenarnya gabisa coz terlalu mepet, pas niat nipu malah mati sendiri coz akunya pendek kak . Tp malah aku kena omel pemain lain krn begitu, pdhl passing pertamanya kadang ganyampe ke aku kadang klo nyampe malah kemepetan. Buat kedepannya aku hrs gmn kak? Ratna Wulansari

(1) Wahai anak muda, maka janganlah kau berniat menipu. Karena sesungguhnya niat buruk akan dibalas dengan keburukan juga

(2) Makanya jangan baper

Lagi deket sama anak voly ya ka? Yg pernah ikut asean games itu. Yulina kan namanya? Menurutku yah ka, kalian ga cocok sama sekali.

Lagi ga deket non. Gue di Dago, dia di Kosambi

PENGECUT LU, NDRA! NGUMPET LU DI BANDUNG? HAHAHA CEMEN

What are you going to do in social media, man? Capslock me until death? Do it, I'm waiting 

Dan walaupun Alan memberikan tanda senyum, kenyataannya Alan jadi kesal abis. Cowok itu nyaris membanting ponselnya ke lantai, namun niat itu ditahannya. Akhirnya Alan pun membanting ponselnya di atas kasur. Less action, less risk.

Sambil menelaah siapa kira-kira yang mengirimkan pertanyaan anonymous tersebut ke akun sosial medianya, Alan meraih bola basket dari bawah kasur, duduk di tepian, dan bermain lempar tangkap bola bersama dinding kamarnya. Otaknya kemudian bergerak cepat. Mirip seperti bola pendar warna merah muda yang menjalani lintasan dalam neuron karakter animasi Jimmy Neutron.

Menurut analisisnya, pertanyaan itu pasti berasal dari salah satu mantan teman (atau musuh?) SMA-nya di Jakarta.

Dia mengerucutkan tersangka menjadi satu atau dua orang. Alan kembali mengingat-ingat. Bagas? Atau Dito? Payuh? Ah, kenapa sih banyak banget yang bermasalah sama gue!? Dan sepertinya bola pendar berwarna merah muda itu sudah mentok di suatu jalan buntu di otaknya. Alan menangkap bola basket dan mencengkeram sisi-sisi bola basketnya itu dengan kesal. Mereka mau cari gara-gara apa lagi, sih?

"Bodo amat!" Alan melempar bolanya kembali ke dinding secara horizontal, kali ini lebih bertenaga, dan berakhir dengan bola itu memantul dengan lebih bertenaga pula dan mengenai hidung Alan tepat sasaran.

Cowok itu gegulingan di atas kasurnya dengan tangan yang menangkup hidung. Ah, hari yang sial banget.

"Pizza hut delivery!"

Ini dia. Moodbooster gue. Piza!

"Tunggu, Mas!" Alan berteriak tak kalah kencang dari kamarnya. Berharap mas-mas itu mendengar. Tanpa permisi, Alan membuka pintu kamar kakaknya yang dilingkupi kegelapan dengan hawa yang panas. Kedua alis cowok itu mengerut saat menemukan kakaknya sedang selimutan.

"Lo lagi bersemedi apa gimana? Gelap banget."

Anindita bangkit dari kasurnya dengan kaget. Wajahnya kusut dan berkeringat. Pada sisi kiri bantalnya, ponsel Anindita berkedip menyala. "Bisa nggak lo ngetuk dulu sebelum masuk?"

A Way OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang