BAB X

223 18 0
                                    


Alan berpura-pura menjadi tukang antar piza kesasar untuk mengantisipasi serangan dari orangtua Mira.

Dalam pikirannya, Alan sudah membuat skenario seperti ini:

"Almira ada, nggak?"

"Siapa kamu? Kenapa ada cowok ganteng bermotor yang ingin menjemput anak saya? Jangan-jangan kamu anak geng motor ya? Kamu pemakai? Kamu terong-terongan?"

"Maaf, Pak, sepertinya saya salah alamat. Saya hanya pengantar piza renta yang ingin melaksanakan tugas. Saya pamit dulu. Assalamualaikum!"

Bayangan Alan tidak terbukti. Tidak ada orangtua seram atau bapak-bapak sinis. Setelah pintu rumah Mira terbuka dan ibu Mira menyembul dari dalam rumah, Alan disambut dengan ramah, bukannya ditembakkan sinar mata laser menyeramkan dan dituding sebagai terong-terongan.

"Iya, Tante, kalau diizinkan, saya mau ngejemput Mira ke Simpang buat kegiatan kepanitiaan." Cowok itu beralasan sambil tersenyum sopan.

Ibu Mira mengajak Alan masuk ke dalam rumah. Pandangan Alan beredar. Ruang tamu Mira didominasi warna cokelat dan furniture minimalis. Alan menempatkan diri di sofa beige berlengan dekat pintu masuk. Di sebelah ibunya, Mira duduk gelisah dan Alan membalas kegelisahan itu dengan tersenyum.

Lo nggak akan menyangka apa yang akan menimpa lo kalau lo nggak datang.

Setelah Alan menjelaskan tujuannya, Ibu Mira dengan sangat antusias mendorong Mira segera bersiap-siap. Menghela napas, Mira meninggalkan Alan dan ibunya di ruang tamu.

Mission accomplished!

Mungkin sebagai hadiah Alan telah melaksanakan misinya dengan baik, sepotong cheese cake dan sekaleng soda terhidang di meja kaca. Alan menyuapkan cheese cake itu ke dalam mulut. Saat itulah matanya terpejam nikmat, merasakan potongan kue itu melumer di lidahnya. Rasa keju dengan spons kue menyatu dengan baik. Lembut. What a rich taste.

"Itu Mira yang bikin, lho," sahut Ibu Mira sambil tersenyum.

"Oh, pantesan enak banget. Dibikinnya di rumah dan penuh cinta, sih."

Ibu Mira terkekeh. Akhirnya Alan tahu Mira mewarisi senyuman manis dari siapa. Alan mungkin akan menaikkan nilai Mira dari 68 ke 75. Nilai yang lumayan.

Ibu Mira kadang-kadang menanyakan tentang bagaimana Mira di sekolah, tentang guru-guru, juga teman-teman mereka. Alan menjawab dengan senang hati sambil menggali cheese cake-nya hingga dasar piring kertas.

Selagi mengunyah, Alan bertanya basa-basi, "Rumah sepi banget, Tante. Om nggak ada di rumah?"

"Sayangnya, nggak cuma di rumah ini, Ayah Mira memang udah nggak ada di dunia." Senyuman hangat ibu Mira berubah kecut.

Kunyahan cheese cake tersangkut di kerongkongan Alan.

Siaga satu! Alarm berkedip-kedip dalam imajinasinya.

Tapi, Captain, sudah terlambat berdalih menjadi tukang piza kesasar!

Senyum ramah bercampur kepahitan terkembang dari wajah cantik itu. "Kamu mau nambah cheese cake lagi, Alandra?"

"Nggak, Tante. Makasih banyak. Maaf juga karena sudah menanyakan hal yang tidak-tidak barusan. Saya khilaf banget, Tante."

Ibu Mira mengibaskan tangannya, berkata tidak apa-apa. Beliau lalu pamit untuk membantu anaknya bersiap-siap (Alan akhirnya tahu kepangan cantik Mira hasil karya ibunya). Alan semakin merasa bersalah. Cowok itu mondar-mandir sesaat. Lama melamun di ruang tamu, matanya tertuju pada pigura-pigura. Keluarga Mira sepertinya banyak mengabadikan foto. Alan menyipitkan mata. Di atas credenza berkayu aboni, pigura warna-warni berderet. Alan memerhatikan salah satu foto bayi super chubby. Senyuman Alan terkembang. Pasti ini Al. Tapi sebentar, tanggal yang tertera di sudut foto...

A Way OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang