Bab XXI

104 11 8
                                    


"Aku tahu rahasiamu. Kamu tahu rahasiaku. Kita impas, kan? Rahasia ini kita simpan masing-masing aja."

Perkataan Rifan kembali terngiang. Terutama ketika dia diharuskan untuk mendengar suara Rifan sambil memejamkan mata, otaknya secara otomatis kembali menggali ingatan tentang jasa sebar kembang, tentang setangkai mawar beserta pesan 'kangen' dari Alandra, lalu tentang dirinya dan segala kekurangannya.

Bukan. Mira menggeleng. Mengenyahkan segala ingatan yang ada dan berusaha memusatkan perhatian pada permainan. Kelas mereka sedang melakukan permainan Finding Mafia pada malam pertama di Ranca Upas. Permainan itu baru pertama kali ia mainkan seumur hidupnya. Mira dijelaskan bahwa permainan itu mengharuskan pemain untuk memainkan peran secara rahasia. Seluruh warga selain mafia harus mencari siapa yang berperan menjadi mafia berdasarkan tindak-tanduk mencurigakan dari seluruh pemain sementara pemain yang memerankan mafia harus membunuh warga satu persatu sebelum dirinya tertangkap. Cukup seru juga. Terutama apabila Mira menyaksikan Lexie dan Alan saling tuduh dengan alasan konyol.

"Lexie mafianya! Gue ada di sebelah dia. Gue ngerasain pas Dewa minta mafia untuk buka mata, ada yang gerak-gerak di samping gue!"

"Itu aing lagi garuk-garuk pantat!" Lexie tidak mau kalah. "Gatal mah mana bisa nahan. Aing ngerasa malah maneh yang jadi mafia!"

"Kenapa?"

"Nggakpapa. Perasaan aing aja."

Seluruh anak tertawa. Rifan sebagai dewa yang bertugas mengarahkan jalannya permainan, memulai vote, "Jadi, siapa yang memilih Lexie sebagai mafia?"

Tiga atau empat orang mengangkat tangan.

"Siapa yang memilih Alandra sebagai mafia?"

Hampir seluruh anak mengangkat tangan untuk Alan.

Rifan mengumumkan dengan nada suara yang dibuat-buat formal, "Warga MIA 1, sangat disayangkan, saudara kita, Alandra Septian, telah berpulang ke rahmatullah..."

"Hah?! Ini baru putaran kedua, kok gue udah dibunuh?" Alan berdiri dari duduk silanya. Ekspresinya jelas menunjukkan bahwa dia tidak terima dengan keputusan para mafia. Kening Alan berkerut jelek sementara mulutnya terbuka lebar.

Mira tertawa kecil. Ekspresi Alan hopeless banget. Tanpa sengaja pandangan Mira dan Alan bertemu. Mira segera membuang muka, juga segera menyembunyikan senyumnya.

Pada ronde ketiga, Mira masih hidup menjadi salah satu pemain. Mira bukanlah seorang mafia. Dia hanyalah rakyat jelata yang tidak punya andil apa-apa dalam permainan selain dibunuh. Mira sedikit banyak berharap dibunuh sekarang juga. Dia lagi nggak kepingin main. Bersenang-senang terasa salah baginya.

Setelah permainan Finding Mafia, acara berlanjut ke puncak. Mira kurang memperhatikan berjalannya acara semenjak dia membentengi diri sendiri dengan tameng tak kasat mata agar tak terlihat oleh orang lain.

"Jangan ngelamun mulu, Mira!" Dalia menyodorkan secarik kertas. "Tolong kertas pesan dan kesannya diisi dulu terus digeser ke teman sebelah kamu, ya."

"Oh, maaf. Kita disuruh apa?"

"Tulis pesan dan kesanmu tentang anak-anak kelas di kertas ini. Tiap kertas punya nama kok."

Mira meraih selembar kertas putih kosong itu dan meletakkan kertas tersebut di pangkuan. Pada ujung kertas, tertulis nama DALIA disertai gambar hati kecil.

She's gorgeous. Ambitious. Pretty. Dia punya semua yang aku penginin dalam hidup.

Lalu kertas untuk Nia.

I wish your modeling career goes smoothly. By the way, that deaf model on ANTM 22 named Nyle; Nail; not Nil.

Kertas kembali berpindah ke kanan. Mira mendapatkan kertas milik Lexie. Dalam coretan kertas itu, Mira mendapati banyak kalimat seperti: HOMO!, Cina gila, dan ungkapan sejenis lainnya. Mira tertawa kecil. Mengingat-ingat sosok Lexie.

Tak lama kemudian, Mira mulai menuliskan:

Kalau kepingin punya perut kotak-kotak beneran, coba latihan cardio sendiri secara rutin.

Mira tersenyum kecil sambil melipat kertas milik Lexie.

"Sumpah!? Maneh nggak punya cara lebih cool dikit daripada ini?"

Kepala Mira mendongak menuju arah suara. Lexie berdiri sambil menggoyangkan secarik kertas putih. Direntangkannya kertas tersebut. "Cupu! Maneh cowok tercupu sedunia sejagat raya."

"Ya suka-suka gue dong. Yang penting kan gue melaksanakan suruhan elo."

"Tapi nggak gini juga, ih."

"Apaan, sih?" tanya demi tanya berasal dari anak lain.

"Alan cupu. Kagak gentle. Masa' dia nulisin—" Perkataan Lexie terputus karena kertas di genggamannya direbut oleh Alan. Semua pasang mata memancarkan rasa penasaran. Alan berdiri mematung lima jengkal dari api unggun. Dikoyaknya kertas dari Lexie tadi.

Mata kecokelatan Alan yang berkilat-kilat karena pantulan api unggun beradu pandang dengan manik mata hitam Mira.

Deg. Jantung Mira memompa lebih cepat daripada biasanya.

Alan menarik napas.

"Gue suka sama lo."

Mira melirik ke kanan dan kirinya. Dalia melebarkan matanya. Di samping kanan, Anggita juga melebarkan matanya. Entah Alan sedang menyatakan perasaan kepada siapa, Mira tidak tahu. Yang jelas pernyataan itu bukan untuk dirinya.

"Untuk elo yang lagi celingak-celinguk, Almira, cewek aneh yang diam-diam tapi menghanyutkan, maksud gue adalah elo. Gue suka sama elo. Dan lo harus tanggung jawab." Alan menatapnya lekat-lekat, namun Mira membuang muka. Bersusah payah meredam dentuman detak jantungnya. "Pertama-pertama, dengan natap gue dulu, Al..."


TO BE CONTINUED


Aku berniat update lebih cepat dengan update per-scene aja, gimana? :) Makasiiiih banget buat upvotes dan komentarnya. Rencanaku setelah karya ini selesai, aku pingin mengadakan lomba review berhadiah novel. Ada yang tertarik? Hehehe:D


Sampai ketemu lagi, loveliest <3

A Way OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang