"Gue tau lo marah, tapi gak gituin dia juga dong!" Jazmin sudah berteriak di depan Gavin. Entah kenapa, ia malah jadi amat sangat kecewa dengan sikap Gavin yang seperti itu.
Gavin ganti menatap Jazmin tak suka, "Yang sopan lo jadi cewek." Gavin kembali meneguk minumannya. Suasana tegang terasa di kelas ini. "Lagian lo ngapain belain Rose. sekarang gue Tanya sama lo, dia mau gak jelasin alasan dia telat kesini apaan?"
Jazmin langsung diam terpaku begitu Gavin mengucapkan hal tersebut.
"Di sekolah ini gaada yang dianggap teman buat dia. Semua nya dia simpen sendiri. Dia ga pernah percaya, dan gaakan percaya sama kita buat ceritain apa masalah yang dia punya." Gavin meremas botol air mineral di genggamannya.
"Tapi lo ga seharusnya bilang gitu sama Rose. gue yakin dia pasti punya masalah yang urgent banget sampai dia harus telat kaya gini. Omongan lo tadi parah banget Vin. Bahkan sekarang Rose udah nangis. Lo sendiri tau kan kalau Rose itu cengeng? Tapi kenapa malah lo buat dia nangis dan merasa bersalah kaya gitu?" Jazmin sudah merendahkan suaranya. Jujur, ia sebenarnya takut berhadapan dengan Alvaro Gavin yang sedang marah seperti ini.
Jazmin melirik Ardhana dan Stephen yang duduk di belakang bangku Gavin. Mata Jazmin menyorotkan persetujuan dari mereka berdua. Tapi Ardhana malah menggelenggkan kepalanya, sedangkan Stephen hanya mengedikkan bahu nya acuh.
"Lo ga mikirin perasaan kecewa gue Min. lo ga ngerti." Gavin melangkah keluar kelas. "Minggir." Gavin menatap Jazmin dengan datar yang ada di hadapannya.
"Lo harus maafin Rose dan lo juga harus minta maaf sama dia."
"Terserah lo mau ngomong apa." Gavin menggeser bahu Jazmin menyuruhnya minggir. Gavin bahkan tidak menatap mata Jazmin lagi. Semuanya terlalu membuatnya pusing hari ini.
*****
Air dingin yang disapukan Gavin ke wajah tampan nya membuatnya sedikit segar. Bahkan Gavin sedikit membasahi rambutnya. Gavin menatap air yang masih mengalir dari pancuran yang ada di hadapannya ini. Pancuran ini khusus untuk anak-anak yang ingin membasuh wajah atau kaki dan tangan di luar kamar mandi. Pancuran yang ada di halaman belakang sekolah yang luas ini membuat semilir angin yang berhembus menyentuh pipi Gavin.
Pandangan Gavin masih kosong, masih menatap air itu. Banyak pikiran berkecamuk di dalam hatinya. Dari mulai perasaan nya yang masih aneh saat tadi menunggu Rose datang, perasaan gugup nya tampil gila diatas panggung dengan Three Muskentirs, bahkan perasaan nya saat bertemu Rose diatas panggung. Wajah gadis itu sembab dan kelelahan, rambutnya juga sedikit berantakan.
Gavin lalu mematikkan air dari pancuran ini. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lalu menjambak rambutnya sendiri dengan frustasi. Hanya Rose, yang selalu bisa membuatnya uring-uringan seperti ini. Bahkan Gavin bingung sendiri dengan perasaannya kali ini. Gavin yang berjalan di halaman belakang sekolah yang sepi ini, dengan iseng berjalan kearah jembatan dengan kolam kecil di bawahnya.
Gavin berhenti di jembatan itu, kemudian menopongkan tubuhnya pada pembatas jembatan. Melihat ikan yang berada di kolam buatan sekolah, ada banyak ikan koi di kolam ini. Ikan koi dengan ukuran yang besar, sebesar lengan Gavin mungkin? Ikannya besar dan terawat. Saat Gavin sedang memperhatikan ikan-ikan yang berenang dengan tenang di kolam ini, sayup-sayup ia mendengar suara wanita menangis.
Gavin meneguk ludahnya dengan paksa, bulu kuduknya sudah merinding. Cuaca tadi memang sangat panas, tapi sekarang suasana nya mendung. Lalu, ia kembali mendengar suara tangisan seorang wanita lagi. Gavin lalu mengusap leher belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSES
Teen FictionNamanya Rose Courtney, yap! nama bule selalu terkenal ribet dan melilit lidah orang indonesia, tapi sifat Rose tidak seribet namanya. Orangnya simple, tidak banyak bicara, many lot's of secret, beauty like her name, beauty like a rose flowers, dan s...