Pintu coklat bertuliskan vvip Akasia 2 terbuka perlahan, didorong oleh Gavin.
Gavin sendiri menyembulkan kepalanya dari balik pintu, mengintip dahulu apa yang dilakukan Rose. Gavin kemudian tersenyum lembut begitu melihat Rose yang sedang bicara dengan Jazmine dalam posisinya dengan terlentang, dan jarum infuse yang melekat pada punggung tangannya.
"Ehem." Dehaman Gavin membuat Jazmine dan Rose yang sedang mengobrol menoleh kearah Gavin.
"Yaudah deh, kalau gitu gue tinggal dulu ya Beb. Lo cepetan sembuh, gue bingung kalau belum ngerjain pr terus lo gak ada di kelas." Jazmine memanyunkan bibirnya dengan dahi berkerut pula. Memasang wajah kesedihan. "Btw, gue boleh kan foto sama bokap lo?" Jazmine mulai ngakak-ngakak sendiri.
Membuat Rose ikut tertawa kecil, "Boleh aja. Makasih ya udah nengokin aku."
"Sama-sama beib." Jazmine mengecup pipi Rose, kemudian melangkah menghampiri Gavin. "Your turn." Bisik Jazmine. Kemudian benar-benar keluar dari ruangan ini.
Sekarang, Gavin akan benar-benar menggunakan waktu untuk berdua dengan Rose, sebelum Gavin harus menjauhi Rose dalam hari-hari berikutnya.
"Hei," Sapa Gavin. Ia masih terlihat kikuk dan belum beranjak dari tempatnya berdiri.
"Sini duduk." Rose dengan senyumannya menyuruh Gavin duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur Rose.
Gavin duduk, dari sinilah Rose dapat melihat muka Gavin yang terdapat biru-biru di sekitar mata, pipi, dan ujung bibir.
Rose tiba-tiba menyentuh pipi Gavin tanpa permisi, "Di pukul Raffa ya?" Di sentuhnya pipi yang membiru itu perlahan. Dada Gavin bergemuruh, ritme jantungnya pun sudah tak menentu hanya karena sentuhan ringan di pipinya.
Gavin tersenyum, "Ya gitu deh,"
"Masih sakit?" Rose menggerakan ibu jarinya, mengelus pipi Gavin perlahan. Sentuhan yang sangat lembut.
Gavin menggeleng pelan, kemudian menggenggam tangan Rose yang berada di pipinya. "Harusnya gue kesini yang Tanya-tanya tentang keadaan lo. Kenapa lo yang malah Tanya-tanya tentang gue sih?"
Gavin pura-pura kesal, sambil menjauhkan tangan Rose dari pipinya. Tetapi tetap menggenggam tangan Rose.
"Aku baik-baik aja, kamu nggak usah khawatir." Ucap Rose.
Gavin ganti mengelus tangan Rose yang tertancap jarum infuse itu, di elus lembut punggung tangan itu. Entah kenapa, tapi sentuhan dari Gavin membuat perasaan nyaman dalam diri Rose.
Gavin masih diam, memandang kearah tangan Rose yang sedang di elusnya.
Tingkah Gavin yang diam, malah membuat Rose bingung, "Kamu mau diem kaya gini terus Vin?"
"Mending gue diem, tapi gue tetep kaya gini. Di posisi ini, waktu ini, tenang, nggak ada yang ngusik gue sama lo. Mungkin gue egois, di waktu yang sekarang ini gue pingin sama lo terus. Bahkan gue nggak mau ninggalin lo, dan gue nggak mau kehilangan lo." Gavin terhenyak mendengar ucapan yang meluncur begitu saja dari mulutnya, kemudian ia mentap Rose yang malah menatap Gavin sambil tersenyum.
"Kamu ngomong apa sih Vin? Aku juga nggak bakal pergi kemana mana kok." Ucap Rose dengan santai.
Oh iya, gue baru inget. Waktu gue dateng ke sini, Rose baru siuman. Terus bokapnya Rose baru bilang kalau dia mau ngajak Rose ke New York, berarti Rose belum tau kalau dia bakalan pergi dari Indonesia, Batin Gavin.
"Vin? Kamu ngelamun terus sih.."
"Eh apa?" Gavin tersentak dari lamunanya. Kemudian tertawa kecil, mengalihkan perhatian. "Masa sih ngelamun terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSES
Teen FictionNamanya Rose Courtney, yap! nama bule selalu terkenal ribet dan melilit lidah orang indonesia, tapi sifat Rose tidak seribet namanya. Orangnya simple, tidak banyak bicara, many lot's of secret, beauty like her name, beauty like a rose flowers, dan s...