Gavin duduk merenung sendiri di pinggir kasur di ruang rawat rumah sakit nya saat ini. Ini sudah pukul delapan pagi, Gavin ingin segera berangkat sekolah walaupun dengan wajah sedikit bonyok seperti ini. Gavin ingin segera bertemu Rose, sekedar bertanya;
Are you alright?
Semua baik-baik aja kan? Skip! Skip! Sebenernya, semua nggak baik-baik aja.
Atau, Gavin bisa bilang; Gue kangen...
Gavin tersenyum sinis sendiri, "Bisa-bisa nya gue bilang kangen, yakali dia kangen gue." Gumam Gavin sendiri.
Gavin menghela nafas, kemudian berjalan kearah jendela. Dari sini, Gavin bisa melihat langsung kemacetan kota Jakarta di pagi hari. Karena ruang rawat inap nya yang berada di lantai tujuh. Dan begitu melihat sedikit kearah kiri bawah, ia bisa melihat taman yang rindang di bawah sana. Cukup menenangkan.
"Ck, Kak Ghea lama banget sih." Gavin melihat jam yang melingkar di tangannya, Ghea sedang menghampiri supirnya yang tidak bisa di hubungi di parkiran, sedangkan Ghea meminta tolong supir mereka untuk membawakan beberapa barang Gavin, sisa di rawat di rumah sakit. Walau Cuma sehari sih di rawatnya...
Tiba-tiba ponsel Gavin berdering, menandakan ada telephone masuk.
Gavin mengernyit begitu melihat siapa yang menelephone, "Halo?"
"Gimana keadaan kamu Vin? Masih sakit luka-luka nya?" Tanya lelaki di sebrang sana. Alvaro—ayah Gavin.
"Udah enggak sakit sih Yah, Cuma kalau cuci muka ya masih sakit deng. Hehe,"
"Kamu tuh, di tanyain malah cengengesan aja. Ghea udah cerita semuanya sama Ayah. Bunda kamu sampai minta cepet-cepet balik ke Indonesia Cuma gara-gara kamu bonyok gitu. Bunda sama Ayah lihat foto kamu di internet, foto wajah kamu yang bonyok."
Gavin tertawa, "Gimana Yah? Anak ayah ini keren kan?" Tanya Gavin dengan bangga. Sebenernya enggak bangga juga sih. Cuma ini cara Gavin untuk menutupi rasa khawatir kedua orang tuanya. Plus, agar Gavin nggak kena marah sama Alvaro.
"Keren gundulmu! Ayah nggak suka ya kamu berantem-berantem kaya gitu. Kata Ghea kamu berantem sama orang mabuk? Terus kamu berantem Cuma gara-gara Rose Courtney?"
"Hm..." Gavin hanya bergumam malas, "Bunda mana?"
"Bunda lagi sibuk belanja. Ayah nggak nyangka, ternyata Rose Courtney itu anaknya Leon Abiggail sama Putri Rizka ya? Padahal dulu Ayah nge fans banget loh sama Putri Rizka. Terus waktu pembukaan Hotel Pennyslvania di New York, ada Leon Abiggail sebagai salah satu penanam saham di sana. Waktu itu seolah-olah Leon bener-bener orang yang penting ya?" Alvaro terlihat bercerita dengan semangat.
"Yaiyalah Yah, orang Leon Abiggail aja sekelas artis internasional. Agnes Mo aja kalah kali Yah."
"Hm.. iya juga ya, Ayah tau. Kemana-mana naik jet pribadi dia, terus bodyguard nya banyak banget. Belum lagi rumah nya di Beverlly Hills, nggak nyangka kalau anak nya bener-bener sederhana, dan pernah main ke rumah kita lagi. Ayah jadi pingin banget ketemu lagi sama Rose, kalau bisa sama satu keluarganya."
"Ayah kayanya tau banget soal Leon Abiggail?" Gavin tertawa sumbang, sebenarnya Gavin malas kalau sudah membahas tentang Leon atau Putri Rizka. Orang-orang pasti membhas hanya tentang karir mereka berduaa, atau kekayaan mereka berdua. Membuat Gavin merasa benar-benar kecil apabila berada di dekat Rose nantinya.
"Hahahaha, waktu dulu Ayah sama Bunda suka nonton film nya Leon sama Putri. Yang romance ituloh, sampai kita ke bisokop mulu buat nonton itu. Abisnya film nya bagus banget sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSES
Teen FictionNamanya Rose Courtney, yap! nama bule selalu terkenal ribet dan melilit lidah orang indonesia, tapi sifat Rose tidak seribet namanya. Orangnya simple, tidak banyak bicara, many lot's of secret, beauty like her name, beauty like a rose flowers, dan s...