Rose diam-diam menatap satu persatu keluarganya yang memenuhi meja bundar dengan delapan kursi ini. Semuanya berwajah bule. Hanya Rose yang berwajah oriental Indonesia disini. Sedikit membuat canggung sih iya, mengingat dirinya baru tiba di New York sejak tiga hari yang lalu.
"Aunty," Seorang lelaki kecil menarik dress yang dipakai Rose.
"Kenapa?"
"Habis makan siang aku mau ke taman, Aunty mau ikut?"
"Jadden," Wanita di depan Rose sedikit mepelototi anak lelaki yang di panggil Jadden itu. Membuat Jadden tertawa lalu duduk di kursi sebelah Rose.
"Jadden memang suka mengganggu orang makan, maaf ya Rose."
"Jadden lucu kok. Aunty Rose boleh kan ikut ke taman?" Mata biru Rose menatap Jadden yang berusia lima tahun.
"Yey! Nanti kita beli ice cream ya? Jadden mau yang rasa vanilla!"
"Kamu boleh makan ice cream kalau bisa menghabiskan makananmu itu." Cathline kembali menasehati Jadden.
Jadden tersenyum sumringah seraya mengagguk setuju kearah ibunya. Kemudian duduk tenang dan menikmati makan siangnya.
Melihat Jadden yang langsung patuh, membuat Rose dan Cathline saling pandang kemudian tertawa kecil sebelum melanjutkan makanannya. Cathline adalah adik dari Leon Abiggail, dan Leon adalah anak pertama dari dua bersaudara. Cathline Abiggail yang sudah mempunyai anak berumur lima tahun terlihat awet muda, dengan rambut coklatnya yang ia kuncir dan mata hujau kebiruan yang selalu memancarkan tatapan sayang.
Sedangkan disamping Cathline ada suaminya, Adam. Rose bertukar cerita sedikit tadi dari keluarganya ini, Adam Fleurk lelaki keturunan Amerika – Jerman yang pekerjaannya sebagai pilot ini akhirnya menikah dengan anak dari keluarga Abiggail. Adam punya rambut ikal coklat, dengan mata berwarna hazel. Dan warna mata itu menurun pada Jadden, Jadden Fleurk.
Sedangkan di sebelah Rose ada Leon yang sedang sedikit berbincang dengan Abiggail Rownson, kakek Rose. pewaris nama Abiggail disini, dan di samping kakeknya ada nenek Rose, bernama Laura, lebih tepatnya sekarang bernama Laura Abiggail. Orang pertama yang menyambut Rose di New York dengan senyuman hangatnya. Dan langsung mengajak Rose memanggang cake begitu sampai di kediaman Abiggail. Keluarga barunya ini, sekarang memang memberinya kehangatan di New York, tempat tinggal barunya.
***
"Kamu kalau udah ngantuk tidur aja,"
"Gak kok, belum ngantuk."
"Gausah bohong. Suara juga udah serak gitu, mata juga udah kelihatan berat. Udah jangan di paksain."
"Apaansih, orang belum ngantuk juga."
"Vin,"
"Hm?"
Rose menghela nafas, menatap Gavin melalui layar macbook nya. Perbedaan waktu dua belas jam memang sulit untuk keduanya, sudah sebulan seperti ini. Gavin yang selalu memaksa, dan Rose yang tidak tega. Gavin setiap pulang syuting selalu menghubungi Rose via Skype. Dan mereka berdua yang selalu bertukar cerita masing-masing selama berjam-jam.
Gavin dengan posisi nya yang selalu tiduran di kasur, dan Rose yang duduk di meja belajarnya. Atau kadang-kadang, Gavin juga membuka macbook nya dan skype dengan Rose saat sedang makan di rumah, atau saat Gavin mengerjakan pr dan belajar. Saling menemani, tapi tidak nyata. Hanya saling bertukar pandang melalui layar pc. Menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSES
Teen FictionNamanya Rose Courtney, yap! nama bule selalu terkenal ribet dan melilit lidah orang indonesia, tapi sifat Rose tidak seribet namanya. Orangnya simple, tidak banyak bicara, many lot's of secret, beauty like her name, beauty like a rose flowers, dan s...