12

2.3K 117 0
                                    

Memories In Tokyo

Langkah demi langkah Vanessa menyusuri kota Tokyo nyaris membuat jantungnya melompat keluar, ia belum siap untuk bertemu dengan orang tua Natsuki.

Bagaimana bila keluarganya memaksa Vanessa menikah saat ini juga dengan Natsuki? Bagaimana bila mereka menempatkan dirinya dan Natsuki di kamar yang sama? Vanessa tidak akan sanggup menghindar dari godaan Natsuki bila itu benar-benar terjadi.

Jet lag yang di rasakanya cukup parah, terlebih saat mengetahui bahwa keluarga Natsuki tinggal di Fukuoka dan mereka harus mengalami perjalanan yang cukup panjang untuk sampai disana. Berangkat dari London dengan pesawat pagi dan sampai di Fukuoka pada sore hari tidak sesederhana kedengaranya. Bila di bandingkan, mungkin di Lodon sekarang sudah hampir pagi lagi. Bisa di bayangkan betapa besar keinginan Vanessa untuk tidur dan mengistirahatkan diri.

Meskipun Natsuki di kenal sebagai seorang diplomat kaya raya di London, rumah keluarganya sama sekali berbeda dari yang ada di fikiran Vanessa. Rumah ini sama seperti rumah-rumah di sekelilingnya bertingkat dua dan memiliki halaman yang tidak begitu luas.

Begitu masuk ke rumah, Vanessa di sambut dengan sangat meriah oleh Ibu Natsuki yang tampak ramah, sebelum berbicara dengan Vanessa nyonya Tokeino bertanya kepada Natsuki apakah Vanessa bisa berbahasa Jepang. Tentu saja Vanessa bisa, ia selalu menggunakan bahasa Jepang meskipun hanya saat berbicara dengan Ibunya, dan dengan Kent walaupun sangat jarang. Sebelum duduk di ruang tamu, Vanessa merasakan kedua tangan hangat nyonya Tokeino menyentuh pipinya dengan penuh kasih.

"Melihatmu aku jadi ingin segera bertemu dengan Ibumu." Nyonya Tokeino berbicara dengan logat khasnya sambil memandang Vanessa yang duduk di sebelah Natsuki dengan sedikit kaku.
"Aku ingin berterimakasih padanya karena sudah melahirkanmu sebagai jodoh Natsukiku!"
Vanessa tersenyum malu. Dia cukup senang dan lega mengetahui kalau Ibu Natsuki menyukainya. Tapi Vanessa masih harus bertemu dengan Ayah Natsuki. Ia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi laki-laki itu saat melihat Vanessa.
"Ibu, bisakah aku istirahat? Aku benar-benar lelah!" Natsuki mengeluh manja.
"Astaga, Maafkan Ibu ya! Kalau begitu kau bawakan barang-barang Vanessa dulu ke kamar!"
Vanessa terbelalak, Kamar? Kamar siapa yang akan di tempatinya? Kamar tamu? Semoga saja bukan kamar Natsuki karena jika itu terjadi ia pastikan dirinya akan mati bunuh diri besok pagi.
"Maaf, bibi. Kalau boleh tau kamar siapa yang akan ku tempati?"
"Kau akan menempati bekas kamar Matsuri, Dia kakak perempuan Natsuki dan sudah menikah sekarang." Nyonya Tokeino kemudian memandang Vanessa dengan ekspresi yang aneh, tubuhnya berguncang dan salah satu tanganya menutup mulutnya yang terpekik kecil. Ia sedang teringat pada sesuatu dan sepertinya wanita itu sedang merasa sudah melakukan kesalahan.
"Astaga, Apa sebaiknya kau sekamar dengan Natsuki? Kenapa aku tidak ingat kalau kalian sudah bertunangan, Aku sudah melakukan kesalahan besar!"
Vanessa shock, Ia sangat menyesal karena sudah bertanya dan sekarang ia harus melihat wajah Natsuki yang kelihatanya sangat senang.
"Tidak, Bibi. Jangan begitu."Vanessa berusaha bersuara dengan lebih sopan.
"Jika aku tidur di kamar yang sama dengan Natsuki, itu bisa membuatku merasa tidak enak!"
"Tidak, tentu saja kau tidak perlu merasa begitu, aku bisa faham kalau kau ingin terus bersama Natsuki, tidak apa-apa. Sebentar lagi kalian akan menikah kan?"
"Jangan Bibi, aku mohon. Ibuku pasti akan sangat kecewa kalau mengetahui hal ini!" Ucapan Vanessa terdengar lebih memelas, Ibunya akan kecewa? Ibunya pasti akan merasakan yang sebaliknya. Vanessa masih bisa mengingat kalau Ibunya hampir bersorak dan melompat- lompat saat Natsuki meminta izin kepadanya untuk membawa Vanessa bertemu dengan orang tuanya di Jepang.
Nyonya Tokeino mengelus dada lega. "Maaf, sebenarnya aku malah merasa lega kau mengatakan hal seperti itu! Aku juga khawatir bila kau dan Natsuki menginap di kamar yang sama, tapi mengingat cara barat dimana kalian berdua tinggal aku merasa bersalah kalau memaksakan kehendaku kepada kalian. Jika kau menginginkan hal baik itu mana mungkin tidak ku kabulkan!"

VENUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang