Give Up, Please!
Vanessa sudah duduk di atas sofa, kemeja lengan panjang berwarna putih dengan garis-garis vertikal berwarna merah hati membungkus tubuhnya, itu saja belum cukup karena Vanessa masih membungkus tubuhnya dengan selimut tipis yang di temukanya dalam lemari pakaian Natsuki.
Laki-laki itu sedang menyiapkan kue yang tadi dibelinya di dapur. Lalu wajah cerianya segera hadir kembali dengan nampan berisi chese cake ukuran besar dan segelas air putih.
Setelah meletakkanya di atas meja, Natsuki duduk di sebelah gadis itu karena hanya itu satu-satunya tempat yang kering.
"Makanlah, setelah itu minum obat!" Katanya. Chese cake bukan kue pavorit Vanessa tapi dia tau kalau Natsuki sangat menyukainya.
Natsuki pernah mengatakan kalau dia sangat menyukai keju dan apapun yang mengandung keju adalah makanan pavoritnya.
Bunyi sendok beradu dengan piring keramik terdengar cukup nyaring. Vanessa menyendok kuenya dalam ukuran besar dan menyodorkanya kepada Natsuki.
"Makanlah!"
"Kau saja yang makan, aku sudah makan bersama Nana tadi!"
"Satu suapan saja, ini kue kesukaanmu kan? Aku ingin kau mencicipinya sebelum aku!"
"Kenapa? Aku bersumpah tidak meletakkan apa-apa di dalamnya!" Vanessa tertawa pelan.
"Kau berniat melakukan hal yang seperti itu? Aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya rasa terima kasih untuk semua ini!"Natsuki memandang Vanessa sesaat lalu beralih ke potongan chese Cake yang ada di dalam sendok.
Tangan Vanessa gemetar, mungkin karena dia sedang sakit dan tidak sanggup menahan tanganya dalam posisi seperti itu lama-lama.
Tapi udara dingin yang menusuk membuatnya merasa Vanessa begitu juga karena udara yang kejam ini. Dengan perasaan tak menentu Natsuki menerima suapan Vanessa dan mengunyah kuenya dengan baik.
Ia harus menahan degupan jantungnya saat melihat gadis itu memakan kuenya lahap dengan menggunakan sendok yang sama.
Vanessa tidak merasa jijik? Natsuki tertawa dalam hati menyadari betapa konyol pertanyaanya.
Kenapa harus jijik? Bukankah mereka berdua pernah flirting di ruangan yang sama?
Dalam waktu singkat Vanessa sudah menyelesaikan semuanya. Gadis itu kemudian menghabiskan waktunya dengan termangu menghitung waktu.
Sudah hampir tengah malam, Sarah belum kembali. Ia mengambil ponsel Natsuki yang ada di tasnya lalu berusaha menelpon Sarah. Tapi tidak bisa tersambung meskipun ia sudah melakukanya berkali-kali, cuaca yang buruk mungkin sudah mengganggu sinyal telpon.
"kau tidur disini saja!" Natsuki bergumam pelan. Tapi Vanessa mendengarnya dan menoleh kearahnya.
"Sarah mungkin juga sedang terjebak hujan di suatu tempat."Vanessa menyodorkan ponselnya kepada Natsuki.
"Kapan ponselku akan di kembalikan? Ini milikmu!"
"Kau simpan saja. Aku tidak mau menukarnya kembali!"
"Kalau begitu tukar nomornya saja!"
Natsuki menggeleng keras."Tidak mau! Aku sudah cukup tenang karena nomor baru yang tidak di ketahui banyak orang."
"Kau curang! Kau pasti sudah memberikan nomorku kepada teman-temanmu kan? Atau kau punya ponsel lain? Di ponselmu tidak ada seorangpun yangku kenal selain Kent. Ponselku cuma akan bordering kalau itu adalah pesan darimu!""Di ponselmu juga tidak ada yang ku kenal selain Kent!" Natsuki membalas.
"Bahkan nomor Sarah juga tidak ada, nomor keluargamu juga tidak ada. Semuanya klien.Jadi impas kan?"
Vanessa menghela nafas. Ia tidak pernah menyimpan nomor yang sudah di hafalnya. Lagi pula ia membeli ponsel hanya untuk menunjang pekerjaanya.